Thursday, November 18, 2010

yang hamil siapa, yang sensi siapa

 

"Perasaan yang hamil aku deh, tapi kok ya Yudi yang jadi pelupa ???"

Katanya nih, perempuan hamil tuh jadi moody, sensi, pelupa, sering ngidam, dan morning sickness.  Tapi percaya atau nggak, sampai usia kandungan 9 bulan ini irma sama sekali nggak ngalamin semua itu.

Teman-teman bilang irma beruntung sekali.

Yup, betul banget.  Alhamdulillah.  Satu-satunya keluhan irma cuma cepat merasa lelah.  Makanya Sabtu - Minggu dan hari libur kerjaannya tiduuuuuuurrrr mulu.  Padahal biasanya di waktu libur gitu irma suka main masak-masakan, nyobain aneka resep yang Mama kasihin.  Baru di bulan Ramadhan irma kembali menginjak dapur.  He eh, nggak enak aja sama suami masa' tiap sahur makannya mi instan mulu ???  Tega bangett. 

Nggak ada keinginan makan makanan tertentu, nggak ada perubahan sikap, tapi justru Wahyudi yang ngalamin semua itu.

"Eh, aku pengen makan ... deh !  Keluar yuk !" tiba-tiba aja dia bilang begitu menjelang tengah malam.

"Dih, tuh orang !  Ampun deh !  Kelakuannya !  Nggak ada otaknya apa ?  Dasar bego !  Bener yang dibilang si boss, di Indonesia ini banyak orang gila.  Jalan aja nggak mikir-mikir.  Udah ada jalurnya tetep aja jalur orang lain dipake.  Nggak pernah sekolah ya ??  Huh, pasti deh waktu sekolah dulu kerjaannya ngabur mulu," tiba-tiba aja dia ngomel saat lagi mengendarai mobil.  Sementara irma di sebelahnya cuma mengucapkan istighfar melihat kelakuan pengendara lain yang ugal-ugalan.  Padahal dulu Wahyudi paling cuek sama kelakuan orang lain.

"Duh, aku lupa !  Maaf ya, bener-bener lupa.  Padahal tadi udah kucatat di agenda, di reminder handphone juga.  Sorry ya ???"  Kalau ini sih, seriiiiiiiiiiinnnggg sekali dia ucapin tiap kali irma menanyakan hal yang udah irma pinta dan ingatkan sebelumnya.

Huehehehehhehhehehe.

Thanks God, selama ini irma bisa menghadapi semua perubahan itu dengan sikap santai dan ketawa-ketiwi.  Anggap aja semacam hiburan.  Tapi kalau sensinya dah keterlaluan, ya irma ledekin aja biar dia agak cooling down.

Makanya sering sekali irma menggodanya, "Di, perasaan yang hamil tuh irma deh.  Tapi kok  yang berubah sikap Yudi ya ??  Perubahan irma cuma di badan aja, jadi melendung begini.  Hahahaha."

Kalau irma bilang begitu Wahyudi cuma bisa cengengesan aja.

"Padahal ya," kata irma lagi, "Waktu kawinan dulu aku nggak ngambil rangkaian melati kamu lho !"

Dulu, ada seorang teman yang cerita.  Ibunya berpesan, kalau dia menikah nanti agar diam-diam mengambil rangkaian melati dari keris yang dipakai suaminya.  Katanya biar kalau dia hamil nanti yang ngidam suaminya, bukan dia.  Yang mengalami sakit-sakit waktu persalinan juga suaminya.

Huehehehehehe ... entah betul entah tidak mitos tersebut, tapi yang jelas irma nggak ngelakuin itu lho !

I think I'm just so lucky.

 

Wednesday, November 17, 2010

she's gone too

 

... irma belum pernah mendampingi orang sakratul maut tapi irma nggak pernah nyangka irma bakalan mendampingi seekor anak kucing melepas ajal ...

***


"irma !  Kiri kayaknya mati deh !"

irma terlompat dari tempat tidur mendengar teriakan Wahyudi pagi itu.  Hwaduuuhh ... pergi lagi deh satu anak kucing peninggalan Obie, kata irma dalam hati.  irma bergegas menghampiri Wahyudi di teras belakang.  Ia sedang berlutut di samping keranjang tempat Kiri dan Bianca tidur.

"Eh, kayaknya nggak deh.  Tuh masih napas," Wahyudi memegang Kiri.

Kiri tergolek lemah di dalam keranjangnya.  Beda banget sama Bianca yang melompat-lompat di samping Wahyudi, ribut mengeong-ngeong minta makan.    irma bergegas menyiapkan susu dan makanan kucing buat Kiri dan Bianca.

"Tapi buka mulut aja dia nggak mau," kata Wahyudi waktu irma kembali dari dapur dengan susu dan makanan kucing yang dilembutkan.

irma menatap Kiri dengan sedih.  Tadi malam ia masih mau makan.  Malah lahap sekali sampai jari irma yang menyendokinya tergigit olehnya.  Memang waktu kami pulang ia terlihat lemah.  Semula irma kira ia tidak bisa keluar dari keranjangnya.  Karena ia hanya diam bertumpu pada dinding keranjang, menatap irma dengan wajah memelas.  Tapi sewaktu irma bawakan susu dan makanan kucing yang dilembutkan, ia memanjat dinding keranjang dan menghampiri kami meminta makan.

"Duh, aku nyesel banget tadi pagi waktu Bianca bangunin aku cuek aja," sesal Wahyudi.  Subuh tadi kami memang mendengar Bianca ribut mengeong-ngeong.  Nggak terpikir oleh irma maupun Wahyudi kalau mungkin saja saat itu sebenarnya Bianca memberitahu kami tentang kondisi Kiri.  Bukan meminta makan seperti biasa.

"Aku lebih nyesel lagi," kata irma sambil menyuapi Bianca.  Wahyudi berusaha menyuapi Kiri.  "Kalau seandainya tadi malam aku nggak maksain ke rumah sakit, kan Kiri nggak bakalan telat dikasih makan dan minum.  Kayaknya seharian kemarin dia dehidrasi makanya sampai lemes begini."

"Kan kamu memang harus ke rumah sakit," ujar Wahyudi.
"Ya tapi kan bisa aja aku ke rumah sakit sendiri, nanti Yudi nyusul setelah ke rumah dulu kasih makan Kiri dan Bianca.  Biasanya juga begitu," irma bilang.

Wahyudi mengelus bahu irma.  "Udahlah, nggak usah menyesal begitu."

Kiri masih tidak mau membuka mulut.  Wahyudi memaksanya agar susu bisa masuk ke dalam mulutnya.  Hanya beberapa sendok saja.  Setelah itu mulutnya terkatup rapat.  Bahkan ketika kami menyodorinya makanan kucing yang dilembutkan, ia membuang muka.  Padahal biasanya ia suka sekali dengan makanan kucing itu.

"Ya udahlah, nggak usah dipaksa," kata irma.  "Mungkin perutnya sakit jadi dia males makan.  Kita kasih air gula aja biar ada tenaga."

irma kembali ke dapur untuk mengencerkan madu.  Air madu itu kemudian Wahyudi cekoki ke dalam mulut Kiri.  Setelah itu Kiri dibaringkan dalam keranjangnya.  Sementara Bianca tidur-tiduran di sampingnya.  Sesekali Bianca mengendus-endus kepala Kiri, seolah mengajaknya bermain.  Tapi Kiri terlalu lemah untuk meladeni candaannya.

Jadi ingat tadi malam waktu kami masukkan Kiri dan Bianca ke dalam keranjangnya setelah mereka makan dan minum susu, irma lihat Bianca duduk menempel di samping Kiri.  Satu kaki depannya melingkari leher Kiri seolah sedang memeluknya.  Tumben-tumbenan kali itu Bianca begitu tenang.  Biasanya dia gragas banget nggak bisa diam.  Ia hanya diam balas menatap irma waktu irma melongok ke dalam keranjangnya.  Satu kaki depannya tetap memeluk Kiri.  irma ingat Kiri pun berlaku begitu kepada Soklat waktu Soklat sakit.

Wahyudi mandi.  Hari ini ia memutuskan berangkat siang karena semalam kami baru sampai rumah jam satu malam.  Sedangkan irma memang hari ini direkomendasikan dokter untuk istirahat setelah tadi malam diobservasi di IGD selama hampir dua jam.

"Meeeeng ..."

Terdengar suara mengeong lemah dari dalam keranjang. 
irma bergegas ke sana.  Badan Kiri mengejang.  Matanya terbelalak.  Mulutnya membuka.  Napasnya tersengal-sengal.

"Huaaaaa ... kayaknya Kiri mau pergi !" seru irma kepada Wahyudi yang sedang di dalam kamar mandi.

Wahyudi entah menjawab apa.  Suaranya tenggelam di antara suara percikan air.

irma berlutut di samping keranjang Kiri.  "Kiri, kalau memang lebih baik kamu pergi, pergilah.  Kami ikhlas," irma membelai-belai kepala, badan hingga ekornya.  Mata irma berkejap menahan air mata tapi toh akhirnya pertahanan irma bobol juga. 
Air mata irma bercucuran.

"Meeeeeennggg ..." Kiri kembali mengeong lemah.  irma tetap membelai-belainya.  Kiri masih mengeong lemah beberapa kali hingga akhirnya irma lihat dadanya tidak lagi bergerak naik turun tanda ia bernapas.  Kiri telah pergi.  Kini ia bersama Fighter dan Soklat yang sudah lebih dulu pergi.

Keluar dari kamar mandi Wahyudi langsung menghampiri irma di teras belakang.  "Kiri udah pergi," kata irma tersendat-sendat.  "Tolong kuburin ya, masih sempat kan sebelum Yudi berangkat ke pabrik ?"

Wahyudi mengangguk.  irma masuk ke dalam rumah.  Mencuci tangan, ganti baju, lalu duduk diam di kamar.  irma nggak sanggup melihat Kiri dimakamkan.

Terdengar Bianca mengeong.  ”Apa Bi ?” tanya Wahyudi.  ”Kiri udah nggak ada.”  Sepertinya Bianca mengiringi Wahyudi makamkan Kiri di bawah pohon kedondong di halaman belakang.  irma dengar Wahyudi bercakap-cakap dengannya.

Huhuhu, sedihnya.  Teringat minggu lalu Kiri masih lincah melompat-lompat bersama Bianca.  Mereka berdua selalu berlomba adu cepat manjat kawat pintu belakang.  Hari Sabtu kemarin ia mulai makan makanan kucing yang dilembutkan.  Lahap sekali ia makan bahkan minta tambah.  Tapi irma nggak berani kasih banyak-banyak karena khawatir perutnya belum cukup kuat untuk mencerna makanan padat.  Makanya makanan kucing itu biarpun sudah berupa pasta masih irma tambah air lagi biar lebih lembut.  Dari dua jenis rasa yang diberikan irma perhatikan Kiri lebih suka yang rasa ikan kembung daripada ayam.

Ingat juga bulu Kiri selalu putih bersih.  Kalau makan atau minum Kiri memang lebih tenang daripada Bianca yang selalu gragas.  Makanya irma bilang Kiri itu necis.  Perlente.  Bahkan Wahyudi pun pernah berkomentar, “Kiri cantik ya.”

Dooh, sekarang si cantik yang necis dan perlente itu sudah tiada. 

 

 

… it’s been one month and half since you’re gone Kiri, but still I miss you …


 

 

 





 

hidangan Idul Adha nan ajaib


"Eh, itu ada yang jual kulit ketupat !  Mau bikin ketupat nggak ??"

Wahyudi pun memutar mobil seiring seruan irma tersebut. 
Di perjalanan pulang kerja tadi kami berbincang mengenai Idul Adha esok hari.  irma mengeluhkan nggak sempat masak karena hari Selasa tetap ngantor.  Padahal yang namanya masak buat lebaran kan nggak sebentar.  Baru sempat bikin rendang aja hari Minggu kemarin.  Itupun (menurut irma) gagal karena salah pake jenis cabe jadinya rendang Jawa, bukan rendang Padang.  Abis, nggak ada pedes-pedesnya.  Ternyata pergantian jenis material mempengaruhi kualitas barang jadi.

Wahyudi bilang ya udahlah nggak usah repot-repot masak kalau nggak sempat.  Tapi waktu lihat penjual kulit ketupat di jalan Leuwinanggung menuju rumah, ia pun setuju untuk bikin ketupat.

"Tapi masak ketupat tuh lama lho.  Bisa sampai 4 jam," irma bilang.
"Ya nanti aku bantuin," katanya seraya menutup pintu mobil.  Karena irma malas turun dari mobil (dah makin berat nih perut !) jadi irma minta tolong Wahyudi aja yang beli kulit ketupatnya.

Nggak berapa lama Wahyudi balik lagi ke mobil.  "Mau sekalian bikin sayur pepaya juga nggak ?  Ada pepaya muda juga tuh."

irma tau Wahyudi suka sekali makan sayur pepaya seperti yang biasa ibunya buat tiap kali lebaran.  "Ya udah, beli aja sekalian.  Tapi abis ini mampir dulu ke warung sayur ya buat beli cabe merah," jawab irma.  Kebetulan dekat rumah ada warung sayur yang buka sampai tengah malam.  Lumayan lengkap dan aneka macam sayur yang dijualnya.

Menjelang jam sepuluh malam kami sampai rumah.  irma langsung mencuci beras dan bikin ketupat.  Setelah ketupat mulai direbus, irma pun mandi.  Abis itu mulai masak sayur pepaya.  Doooh, jari irma turut tergerus waktu lagi marut pepaya !  Darah pun mengucur deras. 

"Hei, bantuin dong !  Jariku luka nih !" irma membangunkan Wahyudi yang tertidur di kursi panjang depan tivi.  Gimana neeh, tadi katanya mau bantuin bikin ketupat.  Kok ya malah tidur ??

Wahyudi mengucek-ucek mata.  "Jam berapa nih ??"
"Hampir jam dua belas.  Nih, tolong bantuin terusin marut pepaya ya, jariku luka nih ikut keparut," irma menyorongkan pepaya dan parutan, beserta piring untuk menampung hasil memarut.

Wahyudi pun lalu memarut pepaya sementara irma menyiapkan bumbu.  Biar praktis, pake blender aja ah.  Males nggiling-giling cabe, bawang merah, bawang putih, dan kemiri pake ulekan.  He eh, manfaatkan teknologi dong !

Jam setengah satu mulai masak sayur pepaya.  Sambil sesekali menambah air ke dalam rebusan ketupat.  Sementara Wahyudi nyapu dan beres-beres rumah.  Akhirnya dia nggak jadi bantuin masak ketupat. 
Huehehehe, tapi dia memang lebih terampil dalam hal bersih-bersih. 

Satu jam kemudian sayur pepayanya siap.  Waktu irma icip, lho kok rasanya jadi manis begini ??  Padahal tadi irma cuma nambahin gula satu sendok teh sesuai resep.  Malah cabe merah keritingnya yang dibanyakin. 
Tapi kok nggak berasa pedes ya ???

Mungkin lidah irma lagi kacau, kata irma dalam hati.  irma lalu minta Wahyudi mencicipi sayur pepaya tersebut.

"Iya, emang manis.  Rasanya malah jadi kayak mangga, ada asem-asemnya," komentar Wahyudi kemudian.

Huaaaaaa .... gagal lagi deh masakannya !  Heran, kok akhir-akhir ini masakan irma jadi kacau balau.

"Yah, gagal lagi deh," irma memandang sayur pepaya tersebut dengan sedih.  Emang sih, seharusnya pakai air kaldu.  Tapi di rumah lagi nggak ada daging buat bikin kaldu.  Sedangkan irma paling nggak suka pake bumbu kaldu instan.  Jadi tadi irma putuskan masak sayur pepayanya pake santan encer aja.  Nggak nyangka hasilnya jadi ajaib begini.  Mana bentuknya lebih mirip bubur daripada sayur karena hasil parutannya halus sekali.

"Nggak kok.  Ini karena pepaya yang dipake ketuaan, jadi pepayanya udah terlalu manis buat dibikin sayur," hibur Wahyudi.  "Lagipula, kamu malah jadi menemukan masakan baru nih."

Apa tuh ??

"Bubur pepaya rasa mangga."

Hahahahaha, Wahyudi memang paling bisa menghibur.

irma lanjut masak lagi.  Kali ini nggoreng kerupuk udang.  Selesai nggoreng kerupuk irma mengambil satu ketupat dari dalam panci untuk dicoba.  Sesuai ajaran Mama, ketupat itu irma tiriskan, trus dilap kain bersih untuk mengeringkan sisa-sisa air, lalu digantung.  Setengah jam kemudian setelah dingin ketupat tersebut irma belah.

Horeeeeee ... ketupatnya sukses !  Padat dan matangnya pas.  Lebih bagus daripada ketupat yang irma buat waktu lebaran Idul Fitri kemarin.

"Alhamdulillah, senggak-nggaknya ketupat dan kerupuk udangnya bagus," irma berkata gembira.  Ketupat itu lalu irma potong-potong, disiram dengan sayur pepaya (eh, salah deng.  bubur pepaya !), dikasih daging rendang beserta rabuk-rabuknya, dan kerupuk udang. 

"Cobain yuk !" irma mengajak Wahyudi mencicipi hidangan Idul Adha tersebut.
"Bentar, aku cuci tangan dulu ya.  Baru abis ngepel nih," kata Wahyudi.

Sambil menunggu Wahyudi membereskan perlengkapannya mengepel dan cuci tangan, irma merapikan dapur.  Ketupat dari panci rebusan sudah diangkat semua.  Sekarang digantung-gantung di tempat biasa kami menggantung baju.

"Yuk," Wahyudi keluar dari kamar mandi.

Nyam, nyam, nyam, pukul setengah tiga dini hari itu kami menyantap hidangan Idul Adha dari satu piring yang sama.  Memang paling enak makan sepiring berdua begitu.  Meski lauknya gagal dan berasa ajaib.  Niat bikin pedes kok ya jadinya malah manis begini. 

Wahyudi menyendok seiris ketupat beserta kuah sayur pepaya dan sekerat daging rendang.  "Ketupat bubur pepaya rasa mangga, hanya ada di H-71," katanya.  Lalu sendok itu masuk ke dalam mulutnya diiringi sepotong kerupuk udang.  Kruk, kruk, kruk, mulutnya mengunyah-ngunyah.

"Hmmm ... enak.  Lebih enak lagi kalau pake kecap."

Hahahaha, nikmat sekali santapan kami dini hari itu, diiringi takbiran Idul Adha dari boulevard tugu sinergi tempat sholat ied nanti pagi.


... selamat lebaran haji ya ...


Wednesday, September 29, 2010

she's gone

 

... akhirnya, Soklat tidak bertahan hidup ...

Tadi pagi kami temui badannya telah kaku.  Soklat, Soklat, akhirnya kamu menyusul Fighter juga.  Mungkin memang itu yang terbaik untukmu.  Maafkan kami tidak bisa mengasuhmu sebaik indukmu.  Semahal-mahalnya susu formula memang tidak ada yang bisa mengalahkan air susu ibu.

Padahal tadi malam kelihatannya Soklat makin membaik.  Ia sudah bisa mengangkat kepala sendiri.  Kaki depannya pun mencakar-cakar tiap kali Wahyudi menyendokinya susu, seolah-olah ingin turut memegang sendok.  Tapi siapa sangka sih, paginya kami temui ia telah pergi.

Kiri, sodaranya, seolah turut merasa sedih.  Pagi tadi dia muram saja.  Nggak seperti biasanya ribut mengeong-ngeong.  Dia duduk diam di sudut ambang pintu menatap irma dengan pandangan mata memelas.

"Kiri, Kiri, kamu sedih ya Soklat pergi ?" irma mengelus-elus kepalanya.  Kiri menyurukkan kepalanya makin dalam ke telapak tangan irma.

Kemarin-kemarin irma lihat Kiri selalu bersama Soklat.  Saat Soklat tergolek lemas, Kiri duduk menempel di sampingnya.  Satu kaki depannya mengitari leher Soklat, seolah-olah ia sedang memeluknya.  Tidur pun begitu.  Hingga tadi malam irma lihat Kiri tidur berdampingan dengan Soklat.  Kepalanya menempel pada kepala Soklat.  Satu kaki depannya memeluk leher Soklat.  Mungkin ia ingin memberi kekuatan pada Soklat.  Atau kehangatan.

"Memang kucing bisa merasa sedih juga ?" tanya Wahyudi.

Nggak tau.  Tapi irma merasa kucing tak ubahnya manusia juga.  Punya hati dan emosi.  Berarti punya perasaan juga kan ?

"Hmm ... iya mungkin juga sih," kata Wahyudi.  "Tapi yang jelas, kucing-kucing ini tau siapa yang sayang sama mereka.  Tiap kali kamu datang, mereka selalu menghampiri kamu ir.  Biarpun aku yang kasih mereka minum tapi mereka lebih suka main-main sama kamu daripada sama aku."

irma mengelus-elus Kiri dan Leader berganti-gantian.  Wahyudi bersiap-siap mengubur jenazah Soklat.  Kiri, Leader, semoga kalian tetap survive ya.  Soklat, may you rest in peace.

 

 

Tuesday, September 28, 2010

hari ini, Wahyudi bawa anak kucing ke tempat kerja ...

 

... karena Soklat - anak kucing di rumah - lagi sakit.

Kemarin sore waktu kami pulang dia tergolek lemah di teras belakang.  Lemeeeeesss banget.  Ngangkat kepala aja dia nggak bisa.  Wah, dehidrasi nih.  Soklat memang seharusnya masih menyusu sama induknya.  Tapi dua minggu yang lalu induknya menghilang, bareng dengan kucing-kucing lain di sekitar rumah.  Kayaknya ada yang sweeping kucing liar dan induknya Soklat terkena razia, hiks.

Sejak itu kami berdua mengasuh Soklat.  Dan kedua sodaranya Leader dan Kiri.  Sebenarnya ada satu lagi, si Fighter.  Tapi dia nggak bertahan lama.  Dua hari setelah induknya pergi dia wafat.  Sebaik-baiknya susu formula yang kami berikan kepadanya memang tidak ada yang bisa menandingi air susu ibu.

Leader dan Kiri tidak terlalu bermasalah dengan susu formula.  Mereka lahap sekali tiap kali kami menyendoki mulut-mulut kecil mereka dengan susu.  Malah seringkali minta tambah.  Yah, habisnya kami cuma berkesempatan memberi mereka minum di pagi dan malam saat kami di rumah.  Hanya waktu weekend kami bisa memberi mereka minum lebih sering.

Tapi Soklat, dia agak susah.  Baru dua sendok kecil susu masuk ke dalam perutnya, mulut sudah ia tutup.  Sepertinya pencernaan ia bermasalah.  Tipikal kucing liar, pasti aja mengidap cacingan.  Sekali waktu irma kasih obat cacing, langsung seharian itu berkali-kali cacing mati keluar dari anusnya.  Setelah itu dia mulai agak lahap meminum susu.  Tapi tetap aja nggak bisa banyak-banyak.  Nggak seperti kedua sodaranya. 

"Waduh, gimana nih ?  Kalau dibiarkan nanti Soklat menyusul Fighter," kata Wahyudi tadi pagi saat menyendoki Soklat.  Soklat memang tidak selemah tadi malam tapi tetap aja badannya lemes.

"Kubawa ke pabrik aja deh, nanti jam istirahat aku kasih susu lagi," ujar Wahyudi kemudian.

irma terbengong-bengong.  Nggak salah nih, bawa anak kucing ke tempat kerja ??  Kalau ibu pergi kerja bawa anaknya, itu sih biasa.  Beberapa teman kerja irma pernah bawa bayi mereka ke kantor karena di rumah nggak ada yang njagain.  Tapi bawa anak kucing ?? 

"Yah habis gimana, daripada nanti Soklat nggak selamat ?"

Hmm, iya juga sih.  irma lalu bantu Wahyudi menyiapkan keperluan Soklat.  Keranjang tempat ia tidur, alas tidur, susu, juga tissue untuk membersihkan dirinya setelah minum.  "Susunya harus disimpan dalam botol termos nggak, biar tetap hangat ?" tanya irma. 

"Nggak," jawab Wahyudi.  "Emangnya anak orang ??"

Huehehehe, kali-kali aja Wahyudi memperlakukan Soklat seperti anak orang.

Soklat ditidurkan dalam keranjang.  Kiri dan Leader memperhatikan saat kami membawa keranjang itu ke mobil.  Kedua anak kucing itu sempat berusaha melompat masuk ke dalam keranjang.  "Nggak boleh, kalian berdua kan nggak apa-apa.  Kali ini Soklat aja.  Kan Soklat lagi sakit," lembut Wahyudi mendorong mereka kembali ke teras belakang.

Sepanjang perjalanan Soklat mengeong-ngeong dari kursi belakang.  Mungkin ia merasa asing.  Atau mungkin juga ia turut menikmati lagu-lagunya Bon Jovi yang kami pasang.  "Bye Soklat," irma menjenguknya sebelum turun di jalan raya Cibubur - Cileungsi untuk menunggu bis.  "Cepat sembuh ya."

Lalu Wahyudi lanjut perjalanan ke pabrik di Pondok Ungu, Bekasi.

Satu jam kemudian irma dapat sms darinya.  "Udah di pabrik.  Soklat baik-baik aja.  Tadi dia minum susu lima sendok.  Sekarang dia di kolong mobil dalam keranjangnya.  Nanti waktu istirahat aku tengokin dan kasih susu lagi."

Pffff ... syukurlah.  Semoga Soklat makin membaik.

 

 

Tuesday, September 21, 2010

over weight


wuiiiii ... dah 7 bulan nih !  mulai memasuki trimester ketiga.

Kemarin irma cek kehamilan ke dokter kandungan.  Sempat harap-harap cemas ketika naik ke atas timbangan karena waktu pemeriksaan terakhir berat badan irma naik banyak sekali.  Makanya disuruh dokter diet karbohidrat dan gula.  Ibu hamil disuruh diet, hiks.

Alhamdulillah, berat badan irma stabil.  Yaaaa ... naik dikit sih tapi cuma 2 ons.  Masih bisa ditolerir, kata Bu Dokter.  Pfffff, leganya.

Tapi waktu di-USG, ternyata justru berat si adek bayi yang kelebihan.  Bu Dokter bilang beratnya lebih 200 gram dari berat normal untuk usia kandungan 7 bulan.

Hahaha, masih juga di dalam perut si adek udah obesitas.  Gimana nyuruh dietnya ???



Saturday, September 18, 2010

cooking day


"Ir, lebaran bikin ketupat dong ?"

Menjelang lebaran tahun lalu Wahyudi meminta irma bikin ketupat.  Tapi karena irma belum pede buat masaknya (kan nggak mungkin bikin ketupat aja, harus ada lauk pauknya juga !) jadi permintaannya itu nggak bisa irma penuhi.

Lebaran tahun ini, irma berniat bikin ketupat.  Dan teman makannya juga tentu.

Sehari sebelum lebaran irma baru cuti mengikuti cuti bersama aturan pemerintah.  Jadi baru hari itu irma bisa masak-masak buat lebaran.  Sebenarnya bisa aja sih nambah cuti.  Tapi karena minggu sebelumnya irma nggak masuk kerja selama 3 hari akibat disuruh dokter bedrest, jadi banyak kerjaan kantor yang tertunda.  Walhasil, nggak jadi deh nambah cuti.

Rabu malam sepulang kerja irma belanja di supermarket dekat rumah.  Alhamdulillah, belum terlalu rame yang belanja.  irma masih dapat daging sapi yang bagus dengan harga normal.  Kebayang kalau belanjanya besok pagi.  Pengalaman tahun kemarin, sehari sebelum lebaran supermarket rameeeee sekali.  Sampai serasa lagi jalan di gang senggol belanja di sana.

Rencananya hari Kamis itu mulai masak setelah Subuh.  Tapi karena leyeh-leyeh dulu di tempat tidur jadinya jam delapan pagi baru mulai kerja di dapur.  Nggiling cabe, ngulek bumbu, sambil merebus daging.  Setelah itu, mulai deh masak rendang.

Kebetulan Mama dan Adek Diella datang dari Bandung tadi malam.  Lumayan, jadi ada bantuan buat njagain santan.  Hahaha, dulu Mama yang nyuruh irma berdiri depan kompor buat ngaduk-ngaduk santan biar nggak pecah.  Sekarang gantian Mama bantuin irma masak rendang.  "Awas ya, jangan sampai santannya pecah," canda irma.  Tersenyum-senyum Mama bilang, "Aaah, ntar kan santannya jadi rabuk juga."  Nah, jawaban irma dulu tiap kali disuruh Mama njagain santan pun sekarang dicontek Mama, hahaha.

Ternyata masak dibantuin Mama malah mengundang perdebatan.  Rupanya ada perbedaan metoda bikin rendang antara Mama dengan irma.  Menurut Mama, seharusnya waktu ngerebus daging tuh sekalian sama bumbunya juga.  Dan selama ngerebus daging santannya juga mulai dimasak di kompor yang lain sambil diaduk-aduk.  Setelah rebusan daging habis airnya baru digabung dengan santan.  Kemudian lanjut ngaduk-ngaduk sampai santan kering.

irma menunjukkan contekan irma memasak (huehehehehe, irma kalau masak masih buka-buka buku resep).  irma tunjukkan kalau menurut resep itu, dagingnya direbus pakai air aja.  Setelah empuk baru dimasukkan ke dalam campuran santan dan bumbu-bumbu yang udah digiling halus.  Abis itu, mulai deh diaduk-aduk terus sampai santan mengering.

Baik Mama maupun irma sama-sama bersikukuh metoda masing-masinglah yang benar.  Akhirnya Wahyudi menengahi, "Udah, nanti kita bandingin aja di hasil akhirnya."  Dari Bandung memang Mama membawa rendang buatannya.  Tapi rendangnya belum kering benar.  Istilahnya, masih kalio belum jadi rendang.  Jadi kompor yang satu lagi dipakai buat menyelesaikan rendang Mama.

Di sela-sela memasak rendang irma menyiapkan bahan-bahan buat masakan berikutnya.  Ngupas kentang, goreng kentang, ngerebus telur puyuh, ngupas kulitnya, merajang labu, dan meracik bumbu.  Sementara itu Wahyudi irma pinta belanja kulit ketupat dan isi gas 3 kg buat cadangan.  "Hah, kau pakai gas 3 kg juga ??  Hiiii ... ngeri !  Awas meledak ah !" seru Mama ketakutan.

Menjelang Maghrib baru rendang selesai.  Whuih, 10 jam cuma buat bikin satu masakan !  Tebakan irma sih, kayaknya irma kebanyakan pake santan makanya sampai lama gitu masaknya biar santan benar-benar kering.  Beberapa kerat daging pun melebur dengan rabuk karena kelamaan masaknya.  Memang sewaktu masih kalio tadi Mama menyarankan disudahi aja masaknya daripada nanti dagingnya habis.  Tapi Wahyudi bilang kalau cuma kalio sih nanggung, kurang enak makannya nanti.  Jadi masak rendangnya diteruskan sampai santan benar-benar kering nggak ada minyak lagi. 

"Nah tuh kan, apa Mama bilang.  Jadi hancur dagingnya," kata Mama waktu melihat rendang hasil masakan irma.  irma jadi sedih.  Yah, gagal ya.  Tapi Wahyudi menghibur irma, "Nggak apa-apa kok.  Banyak rabuk gini kan malah jadi enak makannya."

Masak menu lebaran sempat disela dengan bikin ayam paprika buat makan malam.  Abis itu lanjut lagi dengan masak ketupat, bikin sambal goreng kentang, dan sayur labu.  Seharian itu irma nggak beranjak dari dapur.  Jam sebelas malam waktu Wahyudi akan pergi ke Detos untuk menjemput Bu Isna dan Abang Kiddie yang datang dari Bandung pake travel, irma mulai kepayahan. 

"Udah ir, istirahat dulu," kata Wahyudi khawatir.

Tapi irma memang orang yang keras kepala.  Kalau sudah memulai harus diakhiri dengan benar.  Jadi irma bersikukuh terus memasak sampai selesai.  irma menggeret kursi tinggi ke depan kompor.  Sambil duduk irma terus menyelesaikan masakan.  Pas jam dua belas malam semua masakan selesai.  irma lalu menata meja buat besok pagi.  Makanan yang udah siap dan nggak perlu dipanaskan langsung irma siapkan di meja.

Jam setengah satu Wahyudi, Bu Isna, dan Abang Kiddie tiba.  "Hah, masih kerja juga ??!" Wahyudi terkejut lihat irma masih di dapur.  "Udah selesai kok masaknya.  Tinggal beres-beres aja," irma bilang.  irma memang lagi ngebersihin kompor dan sekitarnya dari percikan santan dan kuah.  "Udah, biar aku aja yang bersihin.  Kamu tidur aja sana," Wahyudi mengambil lap dari tangan irma.  Menuruti kata-katanya irma pun masuk kamar tidur.  Langsung tepar nggeletak tanpa ganti baju.

Jam empat irma terbangun.  Wah, harus segera siap-siap nih.  Di rumah ini kamar mandi cuma satu.  Padahal sekarang selain irma dan Wahyudi ada Mama, Bu Isna, Abang Kiddie, dan Adek Diella.  Karena semalam kurang tidur maka irma putuskan mandi pakai air hangat biar badan nggak meriang. 

Selesai irma mandi gantian Mama yang masuk kamar mandi.  Berikutnya Adek Diella, Wahyudi, Abang Kiddie, dan Bu Isna.  Sementara irma menyiapkan teh manis hangat dan makanan untuk sarapan sebelum berangkat sholat Ied.  irma minta bantuan Adek Diella untuk memotong-motong ketupat.  Susahnya minta tolong sama Adek Diella, banyak banget tawar-tawarannya.  Mana pas kerja perhatiannya mudah teralih lagi.  Bwahhh !

Lima belas menit sebelum pukul tujuh pagi kami berangkat sholat Ied.  Saat mendengarkan khotbah usai sholat, irma mulai terkantuk-kantuk efek kurang tidur.  Untung khotbah Ied kali itu nggak terlalu panjang.  Nggak sampai satu jam kemudian kami sudah kembali ke rumah.

Sampai di rumah setelah bersalam-salaman mohon maaf lahir dan batin, kami mulai makan.  Pake ketupat, rendang, sambal goreng kentang, sayur labu, dan kerupuk udang.  Tapi irma nggak selera makan hidangan lebaran tersebut.  Kata Mama sih memang begitu, yang masak malah males makan hasil masakan sendiri.  Mungkin karena udah kenyang masaknya.  Jadi ingat Mama juga biasanya cuma sedikit aja makan hasil masakannya.  Nggak dikira ternyata irma pun mengalami itu.

Jadi irma makan apa ?

Terus terang sebenarnya saat itu irma pengeeeeeeeennn sekali makan spagheti carbonara.  Kebayang saus kejunya beserta irisan jamur.  Mmmmm ... yummy.  Tapi ya saat itu cuma bisa berharap aja.  Beruntung kemarin tetangga sebelah baru pulang dari Palembang dan kasih oleh-oleh pempek.  Jadi pagi itu irma bisa puas-puas makan pempek.  Nggak digoreng cuma dikukus aja.  Hmmm pempeknya enak !  Berasa sekali ikannya dan cukanya itu lho, puedeeeesssssss !  Mantap banget nghirupnya.  Hari itu irma serasa lebaran di Palembang karena menyantap pempek, hahaha.

Sementara yang lain menikmati ketupat dan aneka masakan bersantan itu.

"Wuih, rendangnya !  Bumbunya mantap banget.  Nendang !"
"He he, iya.  Banyak rabuknya lagi."
"Sayur labunya nih, enak."
"Sambal goreng kentangnya juga enak."
"Enak-enak kok semua.  Tante irma bisaan ya masaknya."
"Tambah aaaah, kalau udah di Bandung nanti belum tentu bisa makan enak kayak gini lagi."

irma terbengong-bengong dengar percakapan yang lagi pada makan ketupat dan kawan-kawannya itu.  Beneran nih, enak ???  Waktu irma menoleh ke meja makan, waks dah habis !  Tinggal sayur labu dan beberapa potong ketupat.  Juga beberapa kerat rendang Mama sementara rendang bikinan irma habis sampai ke rabuk-rabuknya.  Padahal hampir dari satu kilo daging tuh bikinnya.  Apa irma kurang banyak masaknya ya ???  Untung sebagian rendang dah diamankan.  Wahyudi minta untuk dibawa ke rumah orang tuanya saat kami berlebaran ke rumah mereka di Pisangan.

irma menunduk menatap kedua tangan irma.  Alhamdulillah, terima kasih ya Allah, kata irma dalam hati.  Kau berikan keterampilan padaku untuk membuat sesuatu yang berguna dan disukai orang-orang yang kucintai.

Tiba-tiba Mama datang menghampiri.  Beliau mencium kening irma.  "Selamat ya Nak, kau udah pintar masak sekarang.  Masakanmu enak !"

Waaaaaaaa ....... jadi hilang deh capek masak seharian kemarin !

Namun Wahyudi yang berdiri yang di belakang Mama nyeletuk, "Tapi masaknya masih lihat contekan tuh.  Lain kali nggak boleh open book ya."

Huahahahahahahahaha.



Monday, September 6, 2010

bikin rendang


irma paling males masak rendang.

Bukan cuma rendang sih.  Tapi juga masakan bersantan lainnya.  Gara-gara waktu kecil maleeeessss banget tiap kali disuruh Mama njagain dan ngaduk-ngaduk santan saat bantu Mama masak rendang.  Perasaan buang-buang waktu aja berjam-jam berdiri depan kompor buat ngaduk-ngaduk santan.  Mana panas lagi.

Tapi Wahyudi suka sekali makan rendang.

"Asiiiiikkk ... makan rendangnya Bu Wisda !" serunya kesenangan dalam perjalanan ke rumah Adep minggu lalu dalam rangka memenuhi undangan buka bersama Batmus sekalian merayakan ulang tahun Pak Amran yang ke 70.  Rendang buatan Bu Wisda memang terkenal enak ke seluruh penjuru komunitas Batmus.

Kasihan.  Wahyudi cuma bisa makan rendang kalau ;
  1. Ke rumah Bu Wisda (dengan catatan Bu Wisda nya nggak kecapekan jadi bisa masak rendang).
  2. Ke rumah Mama (itu pun kalau Mama lagi bikin rendang !)
  3. Ke rumah makan Padang (dan ini sangat jarang karena irma bukan penggemar masakan Padang)
Oleh karena itu Minggu sore kemarin seusai nyiapin hidangan berbuka puasa irma nyobain bikin rendang.  Ngulek bumbu, nggiling cabe.  Biar praktis irma pakai santan kemasan yang siap pakai.  Konon katanya justru santan segar yang baru diperas dari parutan kelapa yang bikin rendang jadi enak.  Tapi yah, kali ini pakai yang siap sedia dulu saja lah.

"Lama juga ya ?"

Begitu komentar Wahyudi tiap kali bolak-balik ke dapur melihat irma masak rendang.  Dih, emang bikin rendang tuh lama !  Ngabisin waktu dan energi.  Makanya biasanya Mama kalau bikin rendang sekalian banyak untuk persediaan lauk seminggu.

Akhirnya menjelang tengah malam jadi juga rendangnya.  irma langsung tepar tergeletak di tempat tidur.  Wuihh, capeknya masak rendang sejak selepas Maghrib tadi.

Walhasil, kesiangan bangun sahur.  Waks, tinggal 10 menit menjelang imsak !

Untung malamnya udah masak nasi dan nyiapin air panas.  Jadi dini hari itu Sutan Sati sahur nasi jo randang.  Plus teh manis hangat.

"Hmmm ... enak."

Itu komentarnya setelah suapan pertama.  Weitss, beneran nih ???  Jarang-jarang dia memuji masakan irma.

"Tapi ..."

Nah tuh kan, masih ada kelanjutannya.

"... kurang banyak !"

Hahahahaha, irma memang cuma dikit bikin rendangnya.  Dari seperempat kilo daging sapi saja.  Namanya juga baru nyobain.  Lagipula wajan di rumah kecil-kecil, nggak ada wajan besar yang bisa buat bikin rendang berkilo-kilo seperti Mama biasa pakai. 

"Jadi, (buat) lebaran nanti bikin rendang lagi ya ??" mata Wahyudi berkedip-kedip memohon.

Wah, bakalan tepar lagi deh !



Saturday, September 4, 2010

selimut


irma adalah penggemar Winnie the Pooh.

Tapi dari semua karakter dalam serial Winnie the Pooh, irma paling suka dengan Eeyore.  Nggak tau kenapa.  Padahal Eeyore selalu muram, jarang tersenyum, dan suka menyendiri.  Pernah sekali waktu Winnie, Piglet, dan Tigger berusaha menghiburnya.  Winnie mengajak makan madu, Piglet memasak untuknya, dan Tigger mengajaknya melompat-lompat.  Intinya mereka mengajak Eeyore melakukan hal-hal yang mereka sukai.  Justru kesukaan mereka itu tidak bisa dinikmati Eeyore.  Ternyata kesukaan Eeyore adalah duduk memandang langit, berimajinasi akan bentuk-bentuk awan yang ia lihat.  Memang kesukaan tiap individu beda-beda.  Yang asik buat seseorang bisa jadi menyebalkan buat orang lain.

Karena irma suka serial Winnie the Pooh maka Wahyudi jadi tau karakter-karakter dalam ceritanya.  Sekali waktu di kantornya ia melihat sekumpulan anak-anak PKL sedang mengunduh gambar-gambar kartun karakter Winnie the Pooh.  "Eh, ini kan Tigger, itu Winnie, Piglet, Roo, wah ada Eeyore juga," komentarnya. 

"Lho, Bapak kok tau ?" terheran-heran seorang anak PKL bertanya.
"Lha, saya kan di rumah tidur sama Eeyore," jawab Wahyudi.  Maksudnya dia tidur pakai selimut Eeyore punya irma.  Juga boneka Eeyore yang irma taruh di atas bantal.  Ternyata jawabannya itu mengundang reaksi tak terduga dari anak-anak PKL tersebut.

"Dih Bapak, amit-amit deh !"

Huahahahahahahaha.

Beberapa hari yang lalu waktu lagi jalan-jalan di plaza Cibubur sambil nunggu dijemput Wahyudi sepulang kerja, irma ketemu selimut bayi bergambar baby Pooh dengan baby Piglet, baby Tigger dan baby Eeyore.  Lucu sekali.  Kebetulan juga belum punya selimut bayi.  irma emang gitu, kalau nyengajain belanja malah nggak ketemu yang cocok.  Tapi kalau nggak niat, lagi iseng jalan-jalan, tau-tau aja dapat.  Jadi selimut bayi bergambar baby Pooh dan kawan-kawan itu pun irma beli.

Sampai rumah irma tunjukkan selimut itu ke Wahyudi.  "Niiih, aku dah dapat simbut buat si adek."

irma selalu bilang selimut dengan 'simbut', terpengaruh pembantu di rumah Mama dulu yang berasal dari Ciamis (apa emang itu istilah orang Sunda untuk selimut ya ???)

Wahyudi menatap selimut itu dengan pandangan cemburu.  "Aku kan, pengen dibeliin selimut juga," katanya.

irma tercengang.  Nggak nyangka ia bakalan bilang begitu.

"Yudi mau selimut Pooh juga ?" tanya irma.
"Nggak.  Aku mau selimut gambar Fernando Torres !"

GLOTAKKKK.   Perasaan demam Piala Dunia udah lama lewat.  Kok ya masih juga dia tergila-gila dengan pemain bola asal Spanyol itu ???

Hmmm ... baiklah.  Tapi di mana ya ada yang jual selimut gambar Fernando Torres ???




Thursday, September 2, 2010

melepaskanmu


irma, Mama, dan almarhum Papa adalah penyayang hewan.  Seringkali kami tak tega melihat kucing dan anjing yang terlantar.  Mama dan Papa sering merawat anak kucing dan anak anjing yang dibuang ke rumah kami.  Kalau irma, sering sekali bawa pulang anak kucing dan anak anjing yang ditemukan merana dalam perjalanan.  Anak kucing yang belekan matanya, anak anjing yang diikat batu di lehernya lalu dicemplungkan ke aliran air, anak kucing yang tercekik kantong plastik dan karet gelang, dan anak-anak kucing atau anjing yang disakiti lainnya. 

Pernah irma bertemu sekumpulan anak laki yang tertawa-tawa melihat anak anjing mendengking-dengking berusaha menyelamatkan diri dari tenggelam di kali kecil dekat rumah.  Di lehernya terpasang tali diberati batu.  Tiap kali anak anjing itu berusaha menepi, anak-anak lelaki itu malah mendorongnya ke tengah.  Waktu irma berteriak memarahi mereka, mereka malah balas berkata, "Teh, anjing itu haram !"  Trus, karena jilatan hidungnya dan bulunya yang basah itu merupakan najis maka jadi alasan untuk menyakitinya, begitu ???  Nggak baca Al Qur'an dengan benar ya ??  Anjing pernah menyelamatkan nabi kita.  Anjing pun bisa masuk surga.  Malah mungkin manusia yang suka menyakitinya justru akan masuk neraka.

Di rumah, anak kucing dan anak anjing yang disakiti itu kami rawat.  Dibersihkan badannya, diberi makan, susu, diobati lukanya, bahkan jika perlu dibawa ke dokter hewan.  Kami punya dokter hewan langganan dekat rumah.  Dari dia irma tau ciri-ciri hewan yang cacingan dan cara mengobatinya.  Umumnya anjing dan kucing yang berkeliaran liar di jalan mengidap cacingan.

Kadang luka yang diderita anak kucing atau anak anjing yang kami bawa pulang begitu parah hingga tak tertolong meski telah diobati dokter hewan.  Sedih rasanya.  Tapi lebih sedih lagi ketika anak kucing atau anak anjing itu telah sehat, gemuk, dan lucu, eeeehhhh diambil orang tanpa seizin kami.  Enak saja.  Dia tidak mau mengurusnya saat dekil dan sakit.  Mau enaknya saja saat sudah bersih dan cantik.

Ketika irma sedih kehilangan anak kucing atau anak anjing yang sudah lama kami pelihara, Papa biasanya menghibur dengan bilang, "Tugas kita merawat dia ketika sakit dan menyembuhkannya.  Sekarang dia udah sembuh.  Tugas kita udah selesai.  Sudah waktunya dia pergi.  Anggap aja kita perawat seperti Florence Nightingale."  Papa tau irma sangat terkesan dengan Florence Nightingale, the lady with the lamp.

Dan sekarang setelah bertahun-tahun tidak merasakan kehilangan seperti itu, irma mengalami lagi.

irma kehilangan Ucil. 

Dari tiga bersaudara - Ucil, Bellek, dan SongPut - tinggal dia yang bertahan.  Bellek mati kelindes.  SongPut hilang.  Tinggal Ucil sendirian.  Tebakan Wahyudi, SongPut diambil orang.  Karena dia putih, cantik, dan lucu.  Sedangkan Ucil loreng, dekil, dan matanya belekan.  Malah pernah matanya luka berdarah-darah seperti kena tusuk benda tajam.  Kayaknya dia abis diserang oleh kucing yang lebih besar.  Setiap hari irma dan Wahyudi membersihkan dan mengobati lukanya hingga matanya benar-benar sembuh.  Di hari Minggu yang cerah kami mandikan dia.  Setelah itu diberi tambahan susu.  Kalau sehari-hari ia cuma makan makanan kucing dan minum air keran.  Kami tidak pernah memberinya makanan sisa karena memang kami tidak pernah masak atau beli makanan berlebihan.

Lama kelamaan Ucil jadi makin sehat, gemuk, dan lucu menggemaskan.  Kaki-kakinya pendek berkaus kaki.  Bukan berarti dia pakai kaus kaki beneran sih.  Tapi karena keempat ujung kakinya berbulu putih jadi ia seperti pakai kaus kaki.  irma paling suka melihatnya jalan mengendap-endap di halaman depan.  Lalu tiba-tiba ia menerkam rumpun tanaman.  Kasihan, nggak ada SongPut lagi jadi dia main sendirian.  Kadang-kadang irma ajak dia main, becanda dengan tali yang diputar-putar di atas kepalanya.  Memanggil-manggilnya dengan panggilan berima, "Ucil kecil mungil dekil tengil."

Lalu Wahyudi akan menyambung, "Bangil, ekornya kayak buntil."
Hahaha, ekornya Ucil memang lucu.  Pendek bulat seperti ekor kelinci.

Udah beberapa hari ini Ucil nggak kelihatan.  Padahal tiap kali waktunya makan ia selalu berdiri di depan pintu di barisan paling depan.  Kadang-kadang ia meringkuk, merapat ke lantai untuk menghindari serangan kucing-kucing yang lebih besar.  Tapi udah beberapa hari ini tiap kali kasih makan kucing-kucing baik pagi maupun malam, Ucil nggak pernah ada.  Siang pun ia tak terlihat.  Padahal biasanya kalau hari panas begitu ia berteduh di teras atau carport.

Hingga tadi pagi saat melepas Wahyudi berangkat kerja, irma lihat Ucil berjalan di belakang seorang tetangga yang sedang berjalan-jalan pagi.  Ibu itu tinggal selang beberapa rumah dari rumah kami.

"Ucil, Ucil," panggil irma.

Ucil bergeming.  Ia tetap mengikuti ibu tetangga itu.  Lupakah ia pada irma ??

Ibu tetangga itu membungkuk.  Membelai Ucil, menggendongnya, lalu berjalan pulang ke rumahnya.  irma terperangah.  Setahu irma ibu itu bukan penggemar kucing.  Malah ia seringkali melarang anaknya main-main dengan kucing di rumah kami.  Tapi kok, sekarang malah kebalikannya ???

Air mata mengambang di pelupuk mata irma.  Ada rasa tidak rela dalam hati.  Teringat bagaimana kami merawatnya saat matanya sakit.  Memandikannya, memberinya makan.  Dulu sewaktu ia kotor dan dekil, nggak ada satupun tetangga yang mempedulikannya.  Sekarang setelah ia bersih dan sehat begitu, mereka mengambilnya dari kami.

Dan kata-kata Papa pun terngiang di telinga, "Tugas kita merawat dia ketika sakit dan menyembuhkannya.  Sekarang dia udah sembuh.  Tugas kita udah selesai.  Sudah waktunya dia pergi."

Kami ibarat orang tua dan kucing-kucing yang kami rawat tak ubahnya anak-anak.  Suatu saat anak-anak itu akan menjadi dewasa dan menentukan jalan hidupnya sendiri.  Tapi tetap saja irma merindukan saat membelai bulu-bulu halus sepanjang kepala dan punggungnya.

Ucil, aku kehilangan kamu.  Kuharap kamu baik-baik saja, sehat dan senang selalu di rumah yang baru.










my blessing


"Ugh ..."

irma naik ke atas panthernya Wahyudi dengan susah payah.  Mobilnya Wahyudi ini nggak ada foot step atau pijakan kaki.  Padahal posisi tempat duduk lumayan tinggi, nggak kayak mobil sedan.  Jadi untuk naik ke dalam mobil harus agak-agak manjat.  Dengan kondisi perut membuncit dan beban makin berat, bikin irma agak kepayahan tiap kali naik dan turun mobil.

irma menghembuskan napas lega saat berhasil duduk nyaman di sebelah kursi pengemudi.  "Duh, masih lama ya (lahirannya).  Masih jauh perjalanan," irma mengelus-elus perut.

Wahyudi terkekeh geli melihat kelakuan irma.  "Tau nggak, aku justru iri sama kamu lho," katanya.

Iri ?  Kenapa iri ?

"Karena," ia memindahkan kopling ke gigi untuk kecepatan lebih kencang, "kamu selalu bersama-sama si adek."

irma memandangnya dengan pandangan nggak ngerti.

"Kamu, ke mana-mana sama dia.  Kamu bisa melindungi dia.  Bisa berkomunikasi dengan dia.  Dia tumbuh bersama kamu.  Aku ?  Aku cuma bisa dapat ceritanya aja dari kamu.  Dia lagi nendang, dia nggelitikin kamu, dia jungkir balik di dalam perut kamu, aku nggak ngerasain semua itu.  Bahkan kadang kalau aku elus-elus perut kamu dia nggak bereaksi apa-apa."

irma tercenung dengar curhatnya Wahyudi.  Nggak disangka, ternyata dia ngiri dengan kondisi irma sekarang.

Seharusnya irma bersyukur ya, bukan mengeluh.  Setiap letih yang dirasa ini, setiap nyeri yang terjadi, itu menunjukkan dia ada bersama irma.  Begitu banyak perempuan yang mengidam-idamkan bisa seperti irma.  Banyak sekali perempuan yang meratap, bersedia menukarkan apaaaa saja miliknya asalkan ia diberi kesempatan untuk mempunyai anak.  Nggak usah jauh-jauh, saat arisan keluarga kemarin beberapa sepupu irma memandang perut buncit irma dengan iri karena telah bertahun-tahun menikah tapi mereka belum punya anak juga.  Ada yang mengikuti program bayi tabung hingga ratusan juta rupiah tapi ternyata benih yang ditanam di rahimnya nggak berkembang.  Kasihan, mana ibu mertuanya seringkali menyarankan suaminya untuk menikah lagi biar bisa punya anak.  Hei, yang menentukan bisa punya keturunan kan kedua pasangan suami-istri, bukan cuma istrinya saja !

Bahkan lelaki seperti Wahyudi pun iri terhadap irma.  Iri karena ia tidak bisa merasakan kehadiran si bayi sejak awal.  Iri tidak bisa berkomunikasi dengannya seiring pertumbuhan.  Iri tidak bisa selalu bersamanya, selalu melindunginya.

Adek bayi dalam perut irma bergerak menggelitik.  Seolah ia bercanda mengajak irma bermain dengannya.  Tersenyum irma mengelus perut.  Ya, ya, ya, tidak seharusnya irma mengeluh.  Karena justru irma diberi berkah, bukan musibah.

My baby is my blessing. 



Wednesday, September 1, 2010

istirahat lagi ...


Udah beberapa minggu ini Wahyudi jemput irma pulang kerja di halte busway DepTan di depan kantor Departemen Pertanian, Ragunan.  Awalnya karena waktu Senin sore tanggal 16 Agustus 2010 lalu lintas seputar persimpangan Kuningan - Gatot Subroto maceeeeeeetttt bangett.  Bis P6 yang biasa irma pake ke UKI nggak ada aja.  Biasanya bis itu mangkal di bawah fly over.  Kecuali kalau lagi dijaga polisi. 

Udah lebih dari setengah jam menunggu akhirnya irma berjalan ke halte busway KunTim.  Ini sebutan para petugas penjaga bis Transjakarta untuk halte Kuningan Timur.  Di sana irma telpon Wahyudi, minta ia jemput irma di halte DepTan.  Nggak berapa lama ngantri kemudian bis Transjakarta datang.  Alhamdulillah, nggak terlalu berdesak-desakan.  Meski nggak dapat tempat duduk tapi irma masih bisa nyaman berdiri bersandar ke pintu bis sebelah kiri yang tertutup.  He eh, kalau lagi di jam padat begini sih nggak usah berharap bakalan ada yang ngasih kursi buat ibu hamil.  Meski di kursi yang dekat pintu jelas tertulis, "Utamakan kursi untuk ibu hamil, perempuan dengan anak kecil, lansia, dan penyandang cacat".  Tapi yang duduk di kursi itu bukanlah keempat kategori tersebut.  Pada tidur lagi.

Sejak hari itu Wahyudi selalu jemput irma di halte DepTan.  Dari pabrik tempatnya bekerja cuma 1 jam karena dia lewat jalan tol JORR.  Keluar di persimpangan ke Ragunan, abis jemput irma langsung putar balik dan masuk tol lagi di depan kantor Aneka Tambang.  irma pun nggak susah ke halte DepTan, tinggal naik bis Transjakarta aja.  Baik irma maupun Wahyudi sama-sama nggak kena macet.  Kendala irma cuma lama aja nunggu bisnya.  Tapi selama ini kami selalu sampai di halte DepTan dengan selisih waktu tidak terlalu lama.

Kemarin irma baru keluar kantor menjelang jam lima sore.  Di halte Patra Kuningan antrian penumpang dah panjaaaaaaang sekali.  Karena malas ngantri lama akhirnya irma memutuskan naik Kopaja 20 yang ke Lebak Bulus aja.  Pas banget di bawah jembatan penyeberangan ada Kopaja 20 yang lagi ngetem.  Masih banyak bangku kosong di dalamnya.  irma pikir, daripada berdiri lama di antrian bis, trus juga di dalam bis berdiri lagi, mendingan irma duduk naik Kopaja.  Kopaja memang kena macet karena ia jalan di jalur biasa.  Tapi irma bawa buku untuk mengusir bosan.  Hitungan irma, naik kopaja dan kena macet sama waktunya dengan ngantri menunggu dan naik bis Transjakarta.

Betul, di Kopaja bisa duduk.  Tapi yang namanya Kopaja ya jalannya ajrut-ajrutan.  Mana bangkunya keras lagi.  Sepanjang jalan Mampang - Warung Buncit irma terguncang-guncang.  Nyeri terasa di perut sebelah kiri.  Pada saat bersamaan irma pun merasa ingin buang air kecil.

irma turun di persimpangan Warung Buncit - TB Simatupang.  Dari situ berjalan ke kios penjual tanaman tempat Wahyudi biasa menunggu.  Wahyudi suka menunggu di situ karena dia bisa sambil lihat-lihat tanaman.  Beberapa kali malah dia pulang bawa bibit pohon untuk ditanam di rumah.  Sekarang halaman depan dan belakang rumah kami jadi lebih asri karena banyak tanaman.

Sepuluh menit kemudian Wahyudi datang.  Sebelum memasuki jalan tol irma pinta singgah dulu ke SPBU karena irma mau numpang ke toilet.  Kami singgah ke SPBU dekat Graha Simatupang.  Pas banget lagi azan Maghrib.  Wahyudi pun membatalkan puasanya dengan kolak yang ia bawa dari pabrik.

Di toilet sewaktu irma berkemih, oh darah !!!  Banyak sekali seperti kalau sedang menstruasi.  irma bergegas keluar toilet dan bilang ke Wahyudi.  "Ya udah, kita ke rumah sakit aja sekarang !" ia menyalakan mesin mobil.  Kami menuju RSIA Hermina Depok tempat irma biasa periksa kandungan.

Setengah jam kemudian kami tiba di rumah sakit.  irma langsung ke bagian pendaftaran, kasih tau kalau irma ada perdarahan.  Dokternya irma pernah berpesan kalau ada apa-apa langsung aja ke bagian pendaftaran bukan UGD.  Dengan duduk di atas kursi roda dari sana irma diantar ke ruang observasi kamar bersalin.

Pas banget dokternya irma lagi ada di ruang observasi, habis bantu salah satu pasiennya melahirkan.  Padahal hari itu bukan jadwalnya ia praktek.  Dengan mesin USG ia segera memeriksa irma.  Juga dilakukan pemeriksaan dalam untuk mengecek apakah ada bukaan rahim.

Alhamdulillah, adek bayi nggak apa-apa.  Ia masih aman terlindung di dalam rahim.  Di layar monitor USG terlihat kepala, kaki dan tangannya bergerak-gerak seolah-olah ia sedang menari.  Sesekali kakinya menendang plasenta.  Oh, itu rupanya yang bikin perut irma nyeri.  Posisi plasenta yang di bawah memang riskan.  Setiap kali kontraksi atau terguncang berpotensi mengakibatkan luka.  Makanya tadi terjadi perdarahan.  Ditambah lagi ajrut-ajrutan sepanjang perjalanan dengan Kopaja.

Dokter memberi obat untuk menguatkan kandungan dan mencegah kelahiran prematur.  Ia berpesan irma untuk banyak-banyak istirahat agar tidak terlalu capek.  "Masih tugas ke lapangan ?" tanyanya.  Ia tau irma seorang auditor.  irma bilang nggak lagi.  Dokter juga memberi surat keterangan istirahat untuk diberikan ke kantor.

Jadi hari ini sampai Jumat nanti irma nggak ngantor.  Di rumah aja tapi nggak harus terus-terusan berbaring di tempat tidur.  irma pikir, bagus juga nih jadi ada kesempatan untuk menulis yang udah lama tertunda.  Kalau di kantor kan mana sempat nulis.  Ngecek email aja susah karena banyak kerjaan yang harus didahulukan.

Eh tapi, pikiran irma malah melayang ke kantor aja.  Ingat ada client yang berharap segera mendapat sertifikatnya untuk keperluan ekspor.  Juga analisa kinerja auditor yang harus irma laporkan ke Auditing Office di awal bulan September ini.  Kalau di rumah begini, mana bisa dikerjain ?  Seluruh data ada di kantor.

Gimana sih, waktu di kantor pengennya ke rumah.
Lagi di rumah pengennya ke kantor.
Apa kantornya pindahin aja ke rumah ya ???



Friday, August 20, 2010

makan tom yam


irma sukaaaaa sekali makan sup tom yam.  Tapi akhir-akhir ini lidah irma lagi kacau.  Tiap kali abis makan yang berbumbu keras atau berasa gurih, pasti aja ngerasa eneg.  Jadinya pengen minum teh manis hangat mulu.  Ujung-ujungnya jadi males makan deh.  Tapi lapar.  Bingung kan.

Beberapa hari yang lalu dari internet irma dapat resep tom yam.  Kayaknya gampang deh.  Cuma dicemplung-cemplungin aja.  Sereh, lengkuas, jahe, akar daun ketumbar, bawang putih, cabe merah, daun jeruk, kecap ikan, garam, minyak cabai, semua direbus dalam sepanci air.  Aduk, aduk, aduk, aduk, aduk, setelah mendidih masukkan udang, jamur dan cabe rawit.  Kalau mau bisa ditambah ikan, cumi dan kerang.  Masak hingga matang.  Sesaat sebelum dihidangkan beri air jeruk nipis.

Pulang kerja irma mampir ke supermarket dekat rumah buat belanja bahan-bahan tom yam tersebut.  Cuma akar daun ketumbar dan minyak cabai aja yang irma nggak dapat.  Minyak cabai bisa sih dibuat dari cabai kering yang digoreng lalu diambil minyaknya.  Tapi kayaknya tanpa kedua bahan itu masih oke juga deh.

Sampai rumah irma langsung main masak-masakan bikin tom yam.  Nggak berapa lama aroma sereh menguar ke penjuru rumah.  "Dooohh ... wanginya enak banget," komentar Wahyudi.  Cuping hidungnya kembang kempis mengendus-endus aroma enak tersebut.  irma kira dia akan mencicipi tom yam yang siap setengah jam kemudian.  Kebetulan di luar hujan deras.  Dingin dingin gini enak banget makan yang hangat-hangat seperti sup tom yam.  Tapi ternyata Wahyudi malah tidur.  Ya udah tom yam nya irma simpan buat sahur aja.

Menurut Wahyudi agak aneh sahur pake lauk tom yam.  Alasannya, tom yam itu rasanya pedas dan asam, kurang cocok untuk perut yang masih kosong.  Mempertimbangkan hal itu irma akhirnya memutuskan nggak kasih air jeruk nipis ke dalam tom yam yang dihidangkan.

Dini hari itu kami makan laksana raja dan ratu.  Tom yam nya enak banget (menurut irma), cocok di lidah irma dan nggak bikin eneg.  Karena tom yam nya banyak banget jadi sebagian irma sisihkan untuk makan siang.  irma nggak puasa karena dokter nggak merekomendasikan.

Siang di kantor irma panaskan sup tom yam pake microwave di pantry.  Sempat cemas juga jangan-jangan nanti aroma serehnya akan menguar ke penjuru kantor.  Ternyata kalau dipanasin jadi nggak gitu enak tom yamnya.  Nggak sesegar waktu baru selesai dimasak.  Aroma serehnya pun tak ada lagi.  Tapi lumayan lah buat ngeganjel perut yang kelaparan.




DITOLAK !


Dulu yah, pernah irma mengirim tulisan irma tentang catatan perjalanan ke salah satu penerbit.  Kebetulan waktu itu penerbit tersebut mengadakan lomba penulisan bertema traveling.  Agak berbeda dari biasanya karena penerbit tersebut lebih sering menerbitkan buku-buku bergenre novel pop.

Lamaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa ...... nggak ada kabar dari penerbit itu.  irma sampai lupa kalau irma pernah ngirim naskah ke sana.  Kemarin sore resepsionis di kantor ngantar satu amplop tebal ke meja irma.  Apaan nih ?  Oh, tulisan irma dikembalikan.

Weh, setelah hampir 2 tahun baru ada tanggapan.  Editor-in-chief nya bilang dalam surat pengantar bahwa tulisan irma belum layak untuk diterbitkan.  Tulisan irma nggak memenuhi 10 dari 13 kriteria penilaian kelayakan terbit.  Sebagai auditor irma bertanya-tanya (dalam hati), sebenarnya berapa kriteria sih yang minimal harus dipenuhi ??

Sedih sih.  Dan juga kecewa.  Tapi yah, mau diapain ?  Masih bagus tulisan irma ditanggapi dan kemudian dikembalikan meskipun lama, daripada dibuang ke tempat sampah tanpa kabar apa-apa.  Sakit hati banget kalau suatu saat irma menemukan tulisan itu menjadi bungkus kacang atau gorengan, hiks.

Yang lucu komentarnya Wahyudi sewaktu irma cerita kepadanya.  "Mungkin tulisan kamu terlalu bagus," katanya menghibur.  Terlalu bagus apaan ??  Lha dibilangnya ada 10 point minus begitu.  Tapi emang iya sih, irma merasa ini bukan tulisan terbaik irma.  Mungkin karena bikinnya terburu-buru mengejar batas waktu pengiriman naskah.  Pengalaman irma, kalau dikejar-kejar target malah kerja irma nggak gitu bagus. 

The truth is, my style (of writing) is not the one they like to read.

Karena kalau tulisan irma nggak asik buat dibaca, kenapa juga sampai sekarang irma sering sekali ditanyain, "irma, kok nggak nulis (kayak dulu) lagi ??"  Iya ya, kenapa ya ??? 

Menulis itu dari hati. 

Pertanyaannya sekarang, apa yang terjadi dengan hati irma ???





Tuesday, August 17, 2010

kolak biji salak


Di bulan puasa seperti ini hidangan berbuka yang paling irma suka adalah kolak biji salak.  Dulu waktu tinggal di Bandung, irma nggak terlalu suka dengan ta'jil.  Kalau buka puasa cukup minum teh manis aja.  Abisnya irma nggak gitu suka dengan makanan bersantan.  Kecuali es cendol (ah, jadi ingat cendol elizabeth.  enaaaaakkk banget).

Sejak tinggal di Jakarta irma jadi kenal kolak biji salak.  Perasaan dulu waktu di Bandung nggak pernah ketemu kolak ini.  Makanya irma mengira kolak ini makanan berbuka khas Betawi.  Sekali nyobain, langsung suka deh.  Walhasil hampir tiap hari di bulan puasa irma beli kolak ini untuk berbuka.

Beberapa hari yang lalu sewaktu pulang kerja di tangga naik jembatan penyeberangan orang di depan kantor irma lihat penjual ta'jil.  Kolak biji salak ada di antaranya.  Pengeeeeennn banget beli.  Tapi ingat gelas plastik pembungkusnya nanti bakalan jadi sampah nggak terurai.  irma jadi males beli.  Sejak lihat pulau-pulau di Kepulauan Seribu jadi tempat penimbunan sampah yang terbawa arus dari Teluk Jakarta, irma janji sama diri sendiri untuk sesedikit mungkin pakai kemasan plastik.  Styrofoam apalagi !  Makanya irma nggak mau beli makanan yang dibungkus styrofoam.  irma selalu bawa tempat sendiri tiap kali belanja bubur ayam buat sarapan.

Balik ke kolak biji salak.  Karena pengeeeennn banget makan kolak itu irma pun nyari-nyari resepnya.  Pas banget dapat di internet.  Nih bahan-bahannya ;

Biji salak
600 gram ubi jalar kuning, dikupas, kukus, lalu haluskan
100 gram tepung kanji
1 sendok teh garam halus
1/2 sendok teh bubuk vanili
2 tetes pewarna makanan warna kuning (kalau mau.  irma sih nggak pake beginian)

Kuah
100 gram gula merah, iris halus
100 gram gula pasir
1500 ml air
1 lembar daun pandan, potong-potong
1/2 sendok teh garam halus
2 sendok makan tepung kanji
3 cm kayu manis

Pelengkap
200 ml santan kental
potongan nangka

Cara bikinnya :

Biji salak
Campur ubi jalar yang telah dihaluskan dengan tepung kanji, vanili, pewarna makanan, dan garam.  Aduk rata.  Ambil satu sendok teh adonan, bentuk menjadi bulat-bulatan.  Panaskan air, rebus biji salak hingga matang dan terapung.  Angkat.  Masukkan dalam air dingin matang.  Tiriskan.

Kuah
Didihkan air, masukkan gula pasir, gula merah, kayu manis, potongan daun pandan, larutan tepung kanji dan garam.  Aduk rata.  Masak sambil diaduk-aduk hingga mendidih dan matang.  Sesaat sebelum diangkat masukkan biji salak.  Aduk rata.  Angkat.

Penyajian
Tuang kuah biji salak beserta isinya ke dalam mangkuk saji.  Tambahkan potongan nangka dan santan kental.  Hidangkan selagi hangat (atau setelah didinginkan dalam kulkas juga enak).

Kayaknya nggak susah. 

Hari Minggu lalu irma coba bikinnya.  Sekalian nyobain kukusan baru beli dari teman kantor.  Karena irma nggak tau ubi jalar itu seperti apa, jadi irma minta tolong Wahyudi yang beliin (hihihi, sampai sekarang irma masih bingung apa itu singkong, ubi jalar, ketela rambat, roti sumbu.  perasaan sama-sama umbi-umbian juga, hahaha).  Sewaktu Wahyudi pulang belanja irma perhatiin nama yang tertulis di kemasan adalah "Ubi Putih".  Jadi ubi jalar = ubi putih, gitu ???

Jam setengah lima sore irma mulai main masak-masakan bikin kolak biji salak.  irma bilang main masak-masakan karena kalau seandainya nanti gagal kan bisa ngeles, ini main masak-masakan kok.  Bukan beneran.  Kalaupun seandainya nanti bisa kemakan, ya syukur alhamdulillah.  hihihi

Berhubung di rumah nggak ada timbangan jadi irma menakar bahan pakai perkiraan aja.  Ubi dengan tepung kanji, kira-kira 6:1.  Air buat bikin kuah, secukupnya.  Gula, ya diicipin aja waktu bikin kuah.  Kalau udah cukup manis berarti ya udah. 

Justru yang irma khawatirkan adalah biji salaknya.  Seorang teman kantor cerita dia nggak pernah berhasil, selaluuu aja biji salaknya pecah.  Jadi nggak berbentuk bulatan.  Alhamdulillah biji salak yang irma buat nggak ada satupun yang meletus saat direbus.  Demikian juga waktu diquenching (didinginkan mendadak dalam temperatur ekstrim dari panas langsung ke dingin).  Jadi ingat proses hardening atau pemanasan dalam ilmu logam, hehehe.

Pas banget menjelang Maghrib kolaknya jadi.  Dengan bangga irma menghidangkan semangkuk buat Wahyudi.  Komentarnya, "Kayaknya biji salaknya kurang kanji deh.  Kurang kenyal nih."

Ok deh.  Kurang kenyal tapi sepulang tarawih dia minta semangkuk lagi, hahaha.

Di hari kemerdekaan ini irma bikin kolak biji salak lagi.  Cuma bikin biji salaknya aja karena kuah gulanya yang hari Minggu masih banyak.  irma simpan di kulkas jadi nggak rusak.

Komentar Wahyudi kali ini, "Nah, ini baru pas !"

irma pun melompat-lompat gaya Dora the explorer.  Berhasil !  Berhasil !  Hore !  Hore !

... nah, jadi nggak perlu beli kolak biji salak lagi kan ...




Sunday, August 15, 2010

di pusara Papa


Minggu lalu irma dan Mama ke makam Papa.  Kapan ya terakhir irma ziarah ke sana ?  Kayaknya dah lama banget deh.  Dulu waktu masih tinggal di Bandung irma ke makam Papa menjelang puasa, lebaran, di hari ulang tahun Papa, dan di hari Papa meninggal.  Tapi sejak tinggal di Jakarta irma jarang sekali ke makam Papa.

Papa dimakamkan di TPU Sirnaraga di jalan Pajajaran.  Satu tempat pemakaman yang padat.  Antara satu makam dengan makam lain nyaris tak berjarak.  Seringkali peziarah kesulitan mencari tempat pijakan.  Kan katanya nggak boleh melangkah di atas atau melalui makam ??

Meski jarang ke makam Papa tapi irma masih ingat lokasinya.  Makam Papa terletak di antara dua makam kembar.  Yang sebelah kanan dua makam kanak-kanak dilapisi keramik biru.  Sebelah kirinya dua makam seperti di komplek pemakaman kerajaan Mataram, dengan pusara ditinggikan terbuat dari batu andesit.  Di kaki ketiga jajaran makam tersebut menjulang pohon kemboja dan sukun.  Teduh menaungi.

Pusara Papa sendiri sederhana aja.  Model standar dengan batu nisan yang udah memudar tulisannya.  Tiap kali ke sana irma dan Mama selalu saling mengingatkan untuk mencat kembali tulisan tersebut.   Tapi selaluuuuu saja hanya tinggal rencana.  Abisnya Mama keukeuh maunya Kang Ayat - tetangga yang suka bantu-bantu Mama dalam urusan pertukangan - yang ngerjain.  Padahal kalau minta tolong Kang Ayat tuh, looooaaammmaaaaaa sekali baru dia ada waktu untuk bantuin.  Ya kan dia juga punya majikan yang harus dia penuhi tugas-tugasnya.

Pagi itu TPU Sirnaraga sepi.  Tapi tumben bersih.  Mungkin karena menjelang puasa jadi dirapikan demi menyambut para peziarah.  Bahkan rumput-rumput liar yang biasa irma temui menutupi tanah di pusara Papa kini nggak ada lagi.  Yang ada adalah rumpun berdaun kecil-kecil seperti daun semanggi. 

Mama duduk bersimpuh di dekat bagian kepala.  irma di seberangnya.  Mama membaca doa dan beberapa ayat suci Al Qur'an.  irma duduk terdiam.

irma nggak pernah berdoa atau mengaji di makam Papa.  Bagi irma, mendoakan Papa tidaklah harus di makamnya.  Mendoakan Papa bisa di mana saja, kapan saja.  Usai sholat, waktu kangen Papa, kapanpun saat teringat Papa, irma akan berdoa untuknya.

Jadi yang irma lakukan di makam Papa adalah, bercerita.  Seolah-olah irma sedang berdialognya.  Cerita apaaaa saja.  Tapi tentunya hanya dalam hati irma ceritanya.

Kali itu irma cerita tentang kandungan irma yang diperkirakan lahir Desember nanti.  Belum diketahui jenis kelaminnya.  Tapi irma harap ia sehat-sehat saja, baik laki maupun perempuan.  Dan irma nggak berharap ia jadi anak yang pintar.  irma ingin ia menjadi anak yang baik budi, seperti yang selalu Papa dan Mama ajarkan. 

Mama masih mengaji.  irma menengadah.  Langit pagi itu cerah sekali.  Warna birunya begitu indah.  Tepat di atas makam Papa, dua buah sukun menggantung.  Angin berhembus pelan, jatuhkan beberapa kuntum bunga kemboja putih ke tepian makam.  Suasana begitu hening dan damai.  Baru kali itu irma melihat keindahan di pemakaman.  Ternyata nggak harus ke San Diego Hills untuk melihat makam yang asri.

Sempat terlintas di benak irma kayaknya asik juga duduk membaca di sini.  Sayangnya ketenangan itu diusik oleh orang-orang yang datang menghampiri, berpura-pura bersihkan makam padahal sebenarnya harapkan uang.


Monday, August 9, 2010

maaf


Senin pagi - atau hari kerja pertama di awal minggu - adalah waktu yang paling sibuk.  Semua serba terburu-buru karena harus berangkat lebih pagi.  Karena, jalan lebih padat dan macet daripada biasa.

Pagi ini pun irma pontang-panting bersiap-siap berangkat kerja.  Tadi malam baru tidur jam sebelas karena banyak setrikaan yang tertunda.  Abisnya kemarin siang perut irma nyeri lagi jadi seharian itu tiduuuuuurrr aja.  Malam baru nyetrika baju-baju kerja buat seminggu.

Entah mungkin karena kecapekan atau mungkin juga badannya emang lagi nggak fit, irma nggak bisa tidur nyenyak.  Bentar-bentar kebangun.  Dooohhh ... mimpi-mimpi nggak enak itu masih tetap menghantui.  Walhasil paginya irma kesiangan bangun.  Seharusnya bangun jam empat, irma malah baru bangkit dari tempat tidur menjelang jam lima.

Jelas berikutnya irma harus bergegas.  Jam setengah enam baru siap berangkat.  Oh ya, sebelum pergi harus periksa-periksa dulu, pastikan pintu-pintu terkunci, listrik dan air mati, demikian juga dengan kompor gas, dan lampu teras stand-by menyala.  Setelah ok semua baru berangkat.

Wahyudi menekan klakson mobil berkali-kali.  Doooh ... nggak sabaran banget sihh ??  Kalau diuber-uber begini irma malah jadi makin panik.

"Ada apa, kok nglakson-nglakson gitu ?" tanya irma seraya naik ke atas mobil.
"Cepetan !  Aku kan telat !" ujarnya kesal.

irma pun tersinggung.
"Kamu nggak lihat, aku juga udah terburu-buru begini ??  Memang kamu pikir, aku nggak berusaha untuk lebih cepat ??!  Kalau memang aku bikin kamu telat, ya udah tinggal aja !  Biar nanti aku pake taksi."

Air mata irma menggenang di pelupuk mata.  Nyeri di perut bagian bawah makin terasa.

Pagi itu kami duduk berdampingan dalam diam.  Hanya mengucapkan salam saat berpisah di tempat irma biasa menunggu bis. 

Di perjalanan menuju kantor irma kirim sms sama Wahyudi.

"Besok-besok kalau aku bikin telat, tinggal aja.  Aku nggak mau pergi dengan orang yang hatinya lagi mangkel atau marah, bawa mobil ajrut-ajrutan begitu mengejar waktu.  Kamu tuh nggak ngerasain hamil itu seperti apa ; sakit, nyeri, lelah, nggak bisa tidur, takut, khawatir, tiap tindakan sekecil apalun bisa berakibat buruk pada kandungan.  Kalau ada apa-apa sama bayi kan aku yang disalahin.  Bukan kamu.  Aku yang dibilang nggak bisa menjaganya, nggak bisa melindunginya."

Sore menjelang pulang baru masuk balasan dari Wahyudi.

"Istriku, maafkan aku, suamimu yang nggak sabaran nunggu.  Menganggap kondisi kamu sama dengan aku.  Seharusnya aku daripada nekan klakson, jauh lebih mulia kalau aku membantu kamu, membawakan tas atau bawaan lain, bantu menutup dan mengunci pintu, periksa listrik, dll.  irma, istriku tercinta, maafkan suamimu yang banyak khilaf ini."

Air mata irma pun bercucuran bacanya.

Huhuhu, aku juga banyak salah dan khilaf.  Maafkan aku juga ya ???


maaf, maafkan diriku
yang telah membuat hatimu terluka
hanya kau cintaku
ku tak pernah pikir tuk pergi darimu
walau hanya sekejap saja ...
(dari lagunya Rio Febrian)





Sunday, August 1, 2010

Adek Diella dah SMP


Kemarin irma telpon ke rumah Mama di Bandung.  Yang ngangkat Adek Diella.  Jadi irma ngobrol dulu dengannya sebelum bicara dengan Mama.

"Dek, gimana rasanya sekolah di SMP ?" tanya irma.
"Dooh, susah," jawabnya.

Susah apa ?  Pelajarannya ?  Teman-temannya ?  Atau suasana sekolahnya ?

"Susah abisnya aku kan jadi KM.  Mana murid-muridnya bararandel deui.  Susah diatur," ujar Diella.

KM ?  Ketua Murid ?  Kok bisa ?

Adek Diella cerita, waktu MOS (Masa Orientasi Studi) di hari-hari pertama masuk SMP, ia dipilih kakak kelas untuk jadi KM sementara.  Setelah selesai MOS masa tugasnya sebagai KM sementara berakhir.  Kakak kelasnya mengadakan voting pemilihan KM.  Yang terpilih Diella lagi.

Minggu depannya wali kelas ngadain pemilihan KM.  Lagi-lagi Diella yang terpilih.  Hihihi, emang dah nasibnya Diella.  Tiga kali kepilih jadi KM.  Padahal selama ini dia paling susah diatur.  Kali ini dia harus ngatur teman-temannya.

"Sekolahnya masuk pagi atau siang, Dek ?" tanya irma lagi.
"Pagi.  Jam 7."
"Kamu berangkat jam berapa dari rumah ?"
"Jam 6."
"Wah, pagi banget.  Ke sekolah naik angkot atau jalan kaki ?"
"Jalan kaki."

Sekolah Diella nggak jauh dari rumah.  Paling cuma 1 km.  Kalau pergi sih enak, tinggal ngglundung.  Tapi baliknya nanjak abizzzz.

"Pergi pulang jalan kaki ?"
"Iya."
"Wah, bisa kurus kamu nanti," irma terkekeh.  "Jadi karena jalan kaki itu kamu harus berangkat jam 6 pagi dari rumah ?"
"Nggak sih, sengaja datang pagi-pagi biar aku bisa nyalin pe-er dari teman kalau aku nggak sempat bikin."

GUBRAKSSS.  Ternyata itu keuntungannya dia jadi KM.

Karena hari itu hari Sabtu jadi irma tanya kenapa dia nggak sekolah.

"Kan Sabtu libur," jawabnya.
"Bukannya Sabtu waktunya ekstra kurikuler ?  Kamu nggak ikutan ekskul ?"
"Ikut.  Tapi belum mulai kegiatannya."
"Ikut apa, Dek ?"
"Mading."
"Kok kamu pilih mading ?  Eh emang ekskulnya ada apa aja sih ?  Pramuka, PMR, ... ?"
"Ada Pramuka, Paskara, ..."
"Paskara ?  Apaan tuh ?"
"Itu yang tugasnya ngibarin bendera tiap kali upacara."

Baru dengar yang namanya Paskara.  Selama ini irma taunya Paskibra.

"Ooohh ... eh trus apalagi ekskulnya ?  PKS ada nggak ?  Patroli Keamanan Sekolah ?"
"Kayaknya nggak ada.  Adanya basket, football, KIR, banyak lah pokoknya."
"Trus kenapa kamu pilih Mading ?"
"Karena aku ingin jadi novelis.  Eh bukan deng, aku ingin jadi jurnalis.  Aku ingin bisa nulis kayak Tante irma."

Waks, dia menjadikan aku panutannya.  Padahal tulisanku belum dapat pengakuan apa-apa.  Bikin buku nggak pernah, dapat hadiah apalagi.  Cuma sekelas blogger sampingan.  Itupun nggak rutin nulisnya.

Dooohhh ... harus rajin nulis lagi nihh.  Tapi kapan ya ?  Kayaknya susah sekali meluangkan waktu untuk nulis.




L

Thursday, July 29, 2010

menggunting kuku kaki

 

Pernah baca graphic diary Curhat Tita ?

Di sana ada gambar bercerita tentang kesulitan Tita menggunting kuku kaki saat ia hamil anak kedua yang kemudian diberi nama Lindri.  Lucu banget.  Nggak disangka sekarang irma alami sendiri kesulitan yang sama.

Gara-gara ini nih, perut dah makin melendung.  Jadi susah nekuk kaki narik paha hingga ke dada.  Kalaupun berhasil, nggak bisa lihat ujung kaki yang mau dipotong kukunya.  Sekali waktu pernah nyaris terguling.  Untungnya lagi duduk di tempat tidur.  Tergulingnya pun ke atas kasur.  Pffff ... untung nggak sampai jatuh ke lantai.

Nanya sama teman-teman yang pernah hamil, jawab mereka, "Manicure pedicure aja di salon.  Sekalian nyantai."

Waks, meni pedi di salon ???

Nggg ... kayaknya sayang uangnya deh.  Ongkos meni pedi di salon bisa untuk beli buku (huehehehehehe ... dasar penggemar buku.  apa-apa dikonversi ke buku !).  Lagipula irma bukan penggemar nongkrong di salon.  irma ke salon cuma buat creambath aja.  Itu pun dibarengin sama potong rambut yang jaraaaaaaaaang sekali.  Kayaknya terakhir potong rambut tahun kemarin deh !

Trus, gimana dong ??  Kuku kaki panjang kan bikin nyeri saat pake sepatu.  Tempat kotoran nempel lagi.  Hiiiihhh ...

Gampang.  Minta tolong Wahyudi aja.  Yudiiiiii ... tolong guntingin kuku doooong ???  irma nglendot di lengannya.  Ya udah, mana kukunya ?  dia bilang.  Niiiihhh ... irma langsung duduk selonjoran di pinggir tempat tidur.  Lalu, tik tik tik, sret sret sret.  Nah udah.  Beres deh.  Gratisan lagi.  Hehehehe, untung banget punya suami nggak pernah nolak dimintain tolong.

 

 

Tuesday, July 27, 2010

aku ingin membaca (dan menulis) lagi

 

Waktu di awal-awal kehamilan ya, irma malesssss banget membaca.  Padahal biasanya suka sekali.  Nggak tau kenapa.  Males aja.  Perasaan mata ini jadi berkunang-kunang tiap kali lihat huruf-huruf berderet.  Mungkin juga karena dah kecapekan kerja di depan layar komputer mulu.  Walhasil perjalanan pulang kerja yang biasanya diisi dengan baca buku sekarang jadi bengong.  Mau tidur juga nggak bisa abis di kendaraan umum sempit berdesak-desakan.

But now, my passion of reading is back.  Yihhhaaaa !!!!!!!!!!

Sekarang mulai aktif baca lagi.  Tas yang selalu kosong diisi buku kembali.  Nggak banyak sih, cuma satu.  Asalkan ada bacaan untuk merintang waktu.  Plus lampu baca kecil yang bisa dipasang di buku.  Abisnya lampu di kendaraan umum itu kan nggak terang.  Nggak enak buat baca.  Nggak bagus juga buat mata.

Awal-awal baca di angkot pake lampu kecil itu, irma risi karena dilihatin orang-orang.  Tapi lama-lama ya cuek aja.  Toh irma nggak ngganggu mereka, kan ??  Yang di kiri kanan juga pada sibuk chatting dan fesbukan pake blackberry atau handphone yang blackberry-blackberryan.  Jadi kenapa nggak irma mengisi waktu dengan aktifitas yang irma sukai.  Daripada bengong di angkot.

Sekarang, aku kangen ke toko buku lagi.

Waktu masih lajang dulu hampir tiap bulan ke toko buku.  Sejak nikah dan tinggal di Cibubur jadi agak jarang.  Abis toko bukunya jauuuuuuhhh.  Kudu berjuang lewat kemacetan dulu.  Toko buku dekat rumah nggak gitu banyak koleksinya.  Biasanya kalau sekalian pergi jauh disempatkan mampir ke toko buku.  Satu toko buku yang suka dikunjungi adalah toko buku diskon di Detos.  Buku-buku di sana dapat potongan harga.  Trus kalau beli bukunya banyak bakalan disampulin gratis.  Eh, masih ada nggak ya toko bukunya ?  Abis dah lama nggak ke sana.

Satu lagi gairah yang kembali adalah : menulis.

Dooohh ... mulai banyak lagi ide untuk ditulis.  Tapi alangkah sempitnya waktu.  Di kantor jelas nggak sempat.  Di rumah, baruuuu aja buka notebook, eh adaaaaaa aja yang harus dikerjain.  Mau nulis, duh itu ruang tamu belum diberesin.  Mau nulis, duh itu setrikaan dah numpuk, bisa-bisa besok Wahyudi pakai baju kerja kusut ke pabrik.  Mau nulis, aduuuuuhhh itu kamar mandi udah waktunya disikat.  Walhasil tertunda lagi, lagi, dan lagi. 

Jadi, kapan dong aku menulis (lagi) ???

Nggggg ................ kayaknya kudu ambil cuti dan kabur dulu dari rumah deh !

 

 

 

sama cerita, beda cetakan, beda sensasi

 

Salah satu buku kesukaan irma adalah serial komik wayang karya RA Kosasih.  Wuiiii ... seneng banget bacanya.  Nggak bosan-bosan.  Dulu buku ini diterbitkan oleh penerbit Maranatha di jalan Ciateul, Bandung.  Masih ada nggak ya ??

Sebenarnya dulu kami punya lengkap.  Tapi karena nggak telaten nyimpannya jadi pada hilang deh entah ke mana.  Kami beberapa kali pindah rumah.  Kayaknya saat pindahan itu ada barang yang berceceran, hilang, atau tertinggal.  Salah satunya adalah koleksi komik wayang tersebut.

Beberapa tahun yang lalu seorang teman di tempat kerja yang lama meminjamkan irma koleksi komik wayang yang sama.  Mulai dari Wayang Purwa, Mahabharata, Bharatayudha, sampai Pandawa Seda.  Cuma Parikesit yang dia nggak punya.  Duh senangnya.  Dibaca lagi, lagi, dan lagi berulang-ulang.  Nggak ada bosan-bosannya.  Tapi namanya juga pinjaman ya, jadi harus dikembalikan setelah usai.  Apalagi teman yang satu ini termasuk rajin menagih.  Nggak enak pinjam lama-lama.

Kemudian di satu toko buku yang khusus menjual komik karya anak negeri (bukan komik Jepang atau manga) irma ketemu koleksi komik wayang karya RA Kosasih ini lagi.  Waaaa ... rupanya dicetak ulang.  Tapi bukan oleh penerbit Maranatha lagi.  Cetakan kali ini ukurannya lebih kecil.  Kertasnya juga lebih bagus pakai HVS putih.  Tapi gambar dan ceritanya tetap sama.  Ya iya lah, karya yang sama dari RA Kosasih.

irma beli satu set.  Pas baca di rumah, kok lain rasanya.  Buku yang sekarang memang lebih bagus.  Namun lebih asik baca buku yang lama meski berbau apak karena dah tua.  Kertasnya juga beda, kertas koran tipis warna kecoklatan.  Tapi sensasi yang dirasakan waktu bacanya, beda banget.  Baca buku baru, irma ngerasa biasa aja.  Baca buku lama, irma serasa hanyut dalam kejadiannya.

Hhhh ... nyesel banget dulu nggak jaga koleksi buku baik-baik.

 

 

 

jadi begini caranya bikin kami suka membaca

 

Mama dan Papa (alm) punya tiga anak perempuan ; Teteh, Bu Isna, dan irma.  Dulu kami tinggal di jalan Buah Batu, Bandung.  Sekarang rumahnya dah nggak ada, dah jadi parkirannya toko Yogya yang selalu ramai.  Zaman kita tinggal di Buah Batu dulu di sekitar rumah masih banyak sawah dan tanah lapang tempat anak-anak bermain layangan.  Meski kami bertiga perempuan semua tapi sering juga ikutan main layangan.  Bu Isna yang jago main layangannya.  irma sih cuma bisa nonton aja.

Sebulan sekali Papa mengajak ketiga putrinya ke toko buku Singgalang di jalan Karapitan.  Di sana masing-masing dari kami memilih tiga buku cerita.  Karena irma masih kecil, belum bisa baca (irma baru bisa baca menjelang naik kelas 2 SD.  he eh, lambat banget ya), biasanya irma pilih buku cerita yang banyak gambar-gambarnya seperti komik cerita klasik karangan HC Andersen.  Itu lho, yang ceritanya selalu berkisar tentang putri malang yang kemudian diselamatkan pangeran, lalu mereka hidup bahagia selamanya.  Sedangkan Teteh dan Bu Isna biasanya pilih buku yang mereka bisa saling tukar. 

Sekali waktu di toko buku Singgalang Papa menunjuk satu set komik.  "Ini buku bagus nih," beliau bilang pada Teteh dan Bu Isna.  Itu adalah komik wayang karya RA Kosasih.  Sekali membaca, Teteh dan Bu Isna nggak bisa berhenti sampai tamat.  Beneran, itu buku bagus banget.  irma yang belum bisa baca aja suka lihat gambar-gambarnya.  Sejak itu tiap kali ke toko buku Singgalang selalu kami mencari kelanjutan komik serial wayang tersebut.  Sampai lengkap semua kami punya.  Sampai "Pandawa Seda" mengenai perjalanan Yudistira ke nirwana didampingi seekor anjing.  Di sana ia bertemu dengan keempat ksatria Pandawa lainnya.  Juga Adipati Karna dan Dewi Kunti, ibu mereka.

Khusus komik serial wayang tersebut, itu tidak termasuk dalam jatah tiga buku per bulan kami.  Karena Papa juga suka bacanya jadi komik itu Papa beli sebagai jatah bacaan kami berempat.  Selain komik serial wayang Papa juga suka baca serial Deni Manusia Ikan di majalah Bobo langganan irma.

Waktu irma naik ke kelas 2 SD kami pindah ke Dago.  Sejak itu toko buku yang kerap kami kunjungi adalah Gramedia di jalan Merdeka.  Di sana lebih banyak lagi pilihan bukunya.  Tapi tetap aja jatahnya cuma tiga buku per bulan per anak.

Kadang-kadang kami merasa jatah tiga buku itu terlalu sedikit.  Sering malah belum juga sebulan ketiga buku tersebut sudah habis dibaca.  Kami berharap jadwal berikutnya ke toko buku segera tiba.  Sering juga kami merayu Papa, minta dibelikan buku lebih dari tiga.  Tapi Papa bilang anggarannya memang cuma segitu.  Kalau mau nambah lagi beli aja pakai uang jajan kalian, begitu Papa bilang.  Sejak itu kalau ada buku yang ingiiiiiinnn sekali dibeli anak-anak Papa akan menyisihkan uang jajannya untuk ditabung buat beli buku itu.  Seingat irma pernah juga Bu Isna membujuk irma untuk meminjamkannya sisihan uang jajan irma karena tabungannya belum cukup untuk membeli buku yang diidam-idamkannya.  Di antara kami bertiga irma terkenal yang paling irit jajannya jadi tabungan irma lumayan banyak.

irma pikir, kebiasaan Papa membawa ketiga putrinya ke toko buku dan belikan buku seperti ini yang membuat kami suka membaca.  Sampai sekarang kami tetap rajin membaca meski minatnya beda-beda.  Teteh sukanya baca novel roman, irma tentang perjalanan dan petualangan sedangkan Bu Isna apa aja dia baca.  Bu Isna sering nongkrong di taman bacaan, irma suka ke toko buku, Teteh mengelola taman bacaan.  Jadi sering buku yang udah irma baca, ditransfer ke Bu Isna untuk dia baca, abis gitu ngendon di taman bacaannya Teteh untuk disewakan.  Hehehehe, satu buku melayani banyak orang.  Alangkah banyak pahalanya.

Sekarang kesukaan membaca ini turun ke cucu-cucunya Mama dan Papa.  Anak-anaknya Teteh dan Bu Isna juga suka baca.  Sukaaaaaaa sekali sampai neneknya ngomel-ngomel tiap kali lihat mereka baca melulu.  Yah, kalau menurut neneknya sih bacaan yang bagus cuma buku-buku agama.  Pemikiran yang menurut irma sempit banget.  Yang namanya ilmu dan pengetahuan kan bisa dari mana aja.  Buku komik yang sepintas kelihatannya remeh pun sebenarnya bisa membuka pikiran dan memperluas wawasan.

 

 

keuntungan menikah

 

... dikutip dari Yahoo News Indonesia , tapi kenapa 4 dari 6 keuntungannya cuma untuk laki-laki aja ya ???

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

KOMPAS.com — Ada mitos, kalau menikah, maka kebebasan akan berkurang. Tak heran, bila memasuki gerbang pernikahan, maka banyak orang yang dilanda rasa takut, bahkan diserang rasa ragu pada keputusannya. Padahal, menurut survei, menikah itu lebih banyak enaknya, lho. Apa saja keuntungan menikah? Ini dia jawabannya:

1. Pendapatan meningkat Studi yang dilakukan tim dari Virginia Commonwealth University menunjukkan, penghasilan pria yang sudah menikah rata-rata meningkat 22 persen dibanding ketika masa lajang. Peningkatan ini bisa berasal dari gabungan dengan gaji istri atau sumber tunjangan keluarga yang dikeluarkan perusahaan.

2. Mempercepat promosi Pria yang sudah menikah mendapatkan kenaikan level dan juga promosi yang lebih cepat dibanding rekan kerja mereka yang masih lajang. Hal tersebut menurut survei yang dilakukan di Amerika tahun 2005 terhadap para pekerja di sana.

3. Jauh dari masalah Menurut data Departemen Hukum AS, para pelaku kriminal atau kekerasan di sana mayoritas adalah pria lajang.

4. Bercinta lebih sering Survei yang dilakukan peneliti di Inggris tahun 2006 terhadap responden pria dan wanita di 38 negara menunjukkan, orang yang menikah lebih sering bercinta dan juga lebih puas.

5. Memperkecil risiko kanker Dalam survei yang dilakukan di Norwegia, pria yang bercerai atau belum pernah menikah memiliki risiko kematian lebih tinggi, hingga 16 persen dibanding rekan yang menikah.

6. Panjang umur Studi para peneliti dari UCLA menunjukkan, orang yang memiliki tingkat kesehatan prima relatif lebih panjang usia selama 8 tahun periode studi dibanding yang masih lajang.

 

bukan jalan-jalan biasa

 

"Mas, bojomu hobby ne opo, selain kucing ??"

Selang dua rumah di sebelah kiri kami ada tetangga baru pindah.  Satu keluarga kecil terdiri dari ayah, ibu, dan putranya yang berusia satu tahun.  Sejak awal pindah sang suami cepat akrab dengan para penghuni lain.  Termasuk dengan Wahyudi.  Mungkin karena mereka sama-sama ketiban tugas dari pengurus RW untuk memverifikasi laporan keuangan.

Sekali waktu sang suami bertanya pada Wahyudi, "Mas, Mbak Irma ikut arisan nggak ?"

Jawab Wahyudi, "Nggak."

Sang suami terkekeh.  "Hehehe, sama.  Bojoku juga ndak ikutan.  Nggak mau dia."

Sejak awal pindah ke sini tetangga rumah sebelah kanan emang seriiiiiing banget ngajakin irma ikutan arisan RT.  irma nggak ikut karena pernah sekali waktu ikut kumpul-kumpul dengan para ibu-ibu itu, nggak nyambung kesukaan irma dengan mereka.  Tiap kali ngumpul-ngumpul selalu mereka nyanyi-nyanyi karaokean.  Malah sampai nyewa organ tunggal segala.  Males banget.  irma nggak suka kumpul-kumpul berisik gitu (eh tapi kalau berisik kelas reguler sih, lain.  hihihi).

Pernah irma bertemu tetangga baru itu dan dikenalkan dengan sang istri.  Orangnya ramah dan nggak banyak ngomong.  Kalau nggak salah, sang istri berprofesi sebagai arsitek free-lance.  Rumah yang mereka tempati merupakan hasil desainnya. 

Sepintas irma lihat, ada kesamaan antara irma dengan sang istri tersebut.  Sama-sama nggak suka ngumpul rame-rame.  Lebih senang kerja solitaire di tempat yang tenang.  Kita juga sama-sama nggak mau ngusilin urusan orang lain.

Mungkin karena itu sang suami pengen istrinya bergaul sama irma.  Makanya dia nanya kepada Wahyudi apakah irma punya kegemaran lain selain kucing.

Jawab Wahyudi, "irma suka jalan-jalan."

"Wah, itu sih kesukaan semua perempuan," gitu komentar sang suami.

"Eits, jangan salah.  Jalannya ke mana dulu," ujar Wahyudi.  Mungkin dikiranya irma jalan-jalan dari mall ke mall sebagaimana layaknya perempuan lain suka.  Lalu Wahyudi cerita tentang tempat-tempat yang pernah irma kunjungi, plus photo-photo dan tulisan yang irma buat.  Yang paling seru, tentunya waktu nyepedah dari Ujung Genteng ke Cikepuh itu dong.

Sang suami ternganga-nganga dengar penjelasan Wahyudi.  Sebelum pamit pulang ke rumahnya ia berujar, "Wah bukan jalan-jalan biasa."

Huehehehehe, entah apa yang akan ia ceritakan ke istrinya.

 

 

 

Monday, July 26, 2010

back on saddle again

 

"ir, aku pergi dulu ya.  Janjian mau nyepedah sama Om Wisnu dan temen-temen di komplek."

Abis bilang begitu Wahyudi menutup pintu dan pergi.

Wheeeeiiiii ... lupa dia sama istrinya !

irma duduk di pinggir tempat tidur mengucek-ngucek mata.  Hah, beneran tuh dia pergi ??  Trus aku gimanaaaaaa ... ditinggal sendirian begini di rumah ????  Arrrggghhhhhhh ................

Minggu pagi biasanya kita bareng-bareng beresin rumah.  Dia nyuci, aku nyetrika.  Dia nyapu-ngepel, aku masak.  Tapi sejak hamil dan irma nggak bisa berdiri lama-lama, kita jadi lebih sering beli makan di luar.  Biasanya kalau hari Minggu begini kita beli gado-gado di dekat terminal Leuwinanggung.  Gado-gadonya enak dan tempat makannya pun nyaman.  Teduh di antara rindang pepohonan.

Sebenarnya nggak masalah sih Wahyudi mau pergi nyepedah gitu.  irma juga suka nyepedah kok.  Tapi ya jangan mendadak beginiiiiiiii !  Baru juga bangun tidur mau siap-siap sholat Subuh, lha Wahyudinya udah ngacir duluan.  Dia baru bilang mo nyepedah saat pergi, bukannya dari semalam.  Gimana irma nggak sebel ???!!!!

HUH !

Kalau udah kesel begini irma akan membandel lakukan sesuatu yang Wahyudi larang.  Main ama mpus !  Hahahaha.  Pas banget lagi ada Songput dan Ucil.  Abis kasih mereka makan dan minum susu irma lalu mandiin mereka.  Juga bersihin matanya yang masih suka belekan.  Mata kiri Ucil yang kemarin-kemarin bengkak dah mulai membaik.  Setelah itu mereka irma jemur di halaman rumah kosong di seberang sambil menarik-narik bulunya.  Seperti kapster di salon kalau lagi ngeringin rambut irma setelah dicream bath. 

Tetangga sebelah berseru, "Mbak Irma, jangan main-main kuciiiiinggggg !!!!"

Masa bodoh !  Urus sendiri urusan dia, kenapa sihh ???  Nggak lihat dia irma pake apron, sarung tangan karet panjang, masker dan topi saat mandiin si mpus ??  Dan tiap kali abis megang kucing irma selalu mandi bersihin badan dari ujung rambut sampai ujung kaki bukan cuma nyuci tangan.  Mandinya pake cairan antiseptik lho !  Bukan sabun biasa.  irma merasa lebih care sama kebersihan badan (dan rumah) sejak ada kucing di rumah.  Waktu nggak ada kucing kan, sering banget males buat bersih-bersih rumah.  Karena ada kucing jadi lebih rajin bersih-bersih untuk menghilangkan bulu kucing.

Jam sembilan.  Wahyudi belum pulang.

Jam setengah sepuluh, masuk smsnya.  Lagi nyasar di Cikeas, menuju Jati Asih, begitu katanya.

Arrrgggghhhhh ... ini sih bakalan lama !  Bisa lewat tengah hari dia baru pulang.  Trus makanku gimana ???

Di rumah cuma ada beras.  Nggak ada lauk.  Tukang sayur udah lewat dari tadi.  Paling masak mi instan.  Beeeuuuhhhh ... bau bumbunya malah bikin irma enek.

Ya udah, emang harus pergi cari makan sendiri.  Pilihannya : jalan kaki, naik ojek, atau pake sepeda.

Jalan kaki, nggak mungkin.  Lokasi tukang gado-gado lumayan jauh.  Lebih dari 1 km.  Mana matahari mulai panas lagi.

Naik ojek ?  Nggak ah.  Ojek di sini suka kebut-kebutan.  Dan pada dasarnya irma emang paling males dibonceng orang lain.

Jadi pilihannya tinggal naik sepeda. 

irma keluarkan Tom dari dalam tasnya.  Hih, kedua bannya kempes abiiiiiisssss.  Dan rem belakangnya agak-agak ngeloss.  irma makin kesal aja sama Wahyudi.  Dah lama irma minta tolong dia tuk betulkan rem belakang Tom.  Tapi selaluuuuuuu aja dia tunda-tunda.  Pas mo dipake gini kan jadinya ribet.  Harus dibetulin dulu kecuali kalau irma mau ngorbanin sandal buat ngerem.  Ini nih bedanya irma sama Wahyudi.  Kalau ada yang rusak, prinsip irma harus segera dibetulin biar siap sedia tiap kali mau dipake.  Kalau Wahyudi, dia lebih mentingin yang urgent untuk dibetulin.  "Kan nggak mungkin nganter istri mo melahirkan pake sepeda ??  Mending mobil yang selalu dijaga kondisinya selalu siap sedia," gitu alasannya tiap kali irma tanya kok lebih mentingin mobil daripada sepeda.  arrrrgghhhh ....

irma mompa kedua ban Tom.  Wuih, dah lama nggak mompa jadi ngos-ngosan begini.  Abis gitu betulin rem belakangnya.  Beruntung banget dulu pernah diajarin Om Tekad dan Aki Supri caranya nyetel rem jadi sekarang irma bisa betulin sendiri.  Tapi karena dah lama nggak pake kunci L dan tang dengan kedua tangan jadi agak-agak kagok.  Namun akhirnya berhasil juga tho.  Horeeeeee .... !!!

Tom siap beraksi.  irma pake helm, pake sarung tangan, lalu ... SLUUUUUUURRRRRR  kami pun meluncur meninggalkan rumah.  Wuih, asik banget. 

Me and Tom.  Back on saddle again.

Jadi ingat masa-masa dulu kita berdua tiap hari nyusurin Warung Buncit - Mampang - Kuningan.  Ooooh ... I feel so excited.  Emang bersepeda tuh bikin happy.  irma mencatat dalam hati untuk nanti cari gendongan bayi model digemblok di punggung seperti yang Kang Hanafi Mahanagari pake waktu ke Gua Pawon.  Pake yang kayak gituan kan nanti bisa nyepedah sambil bawa baby.  Yihhhhaaaaa.

Sampai di tempat gado-gado.  Pesan satu porsi.  Gado-gado aja.  Nggak pake lontong.  Pedesnya sedeng.  Tambah kerupuk putih.  Minumnya es jeruk.  Sedaaaaapppp.  Nikmatnya hidup.  Abis makan leyeh-leyeh di bale-bale ibu penjual gado-gado sambil baca koran minggu.  Trus pulang.  Kali ini sama Tom menyusuri jalan tanah dalam kampung hingga muncul di belakang komplek.  Enak, jalannya sepi.  Nggak ada mobil motor.  Dan banyak pohon jadi teduh.  Oh, senangnya.

Besoknya irma masuk rumah sakit.  Diobservasi ibu bidan karena seharian keluar cairan mulu dan ada flek (lagi).