Thursday, March 25, 2010

Yudi's little girls

 

Sejak sebulan yang lalu the Girls – sebutan irma untuk keempat anak si Mpus yang lebih besar yaitu Maggie, Charlie, Obie, dan Kelly – dibiasakan tinggal di halaman depan saat siang.  Wahyudi bilang biar mereka nggak kuper.  Lebih dari empat bulan mereka berdiam di halaman belakang aja.  Nggak ada kucing lain yang mereka kenal selain ibunya.

 

Pertama kali dikeluarkan mereka panik.  Berulang kali mereka berlari ke pintu berusaha masuk.  Obie malah memanjat pintu teralis.  Heeee … percuma.  Di atas pintu samping ini nggak ada lubang ventilasi seperti di pintu belakang.  Jadi dia nggak bisa masuk ke dalam rumah.  Putus asa Obie turun lagi.

 

Lebih panik lagi saat datang kucing lain.  Mereka pada ketakutan.  Waktu Loreng – salah satu kucing jantan yang suka ke rumah – datang dan mengendus-endus, mereka berempat langsung melompat ke atas motor.  Sempit-sempitan berempat duduk di atas jok.

 

Celakanya, Loreng justru tertarik pada mereka.  Ya namanya juga pejantan.  Nggak bisa lihat betina dianggurin.  Apalagi yang ini masih pada polos belum kenal laki-laki.  Berulang kali Loreng berusaha mendekati mereka. 

 

“Shuh !  Shuh !” Yudi mengibaskan tangan mengusir Loreng.

 

Loreng pergi.  Tapi cuma sebentar.  Nggak berapa lama dia balik lagi.  Mengendap-endap mendekati teras.  Wahyudi mengusirnya lagi.  Loreng pergi lagi.  Terus kembali lagi.  Wahyudi usir lagi.  Terus seperti itu berulang-ulang.

 

Sekali waktu Loreng berhasil menangkap Obie.  Tengkuk Obie digigitnya.  Ia bersiap menaiki Obie.

 

“Whoiii … !  Sana !” Wahyudi yang sedang memotong rumput halaman depan berlari-lari ke carport.  Karena Loreng tidak juga mau melepas Obie Wahyudi lalu melemparinya dengan sandal.  Baru Loreng pergi terbirit-birit.

 

“Dasar, pemangsa ABG !” Wahyudi meneriaki Loreng.  Loreng balas menatapnya dengan wajah cemberut.

 

Eh, ternyata justru kemudian Obie yang mendekati Loreng.  irma dan Wahyudi sempat kehilangan dia.  Waktu kita cari-cari ternyata dia sedang duduk berdua dengan Loreng di kolong mobil tetangga rumah sebelah. 

 

“Obie, sini !  Nanti kamu dikawinin Loreng lho,” Wahyudi memanggil.

 

Yang terjadi adalah Loreng pergi (kayaknya dia takut dilemparin sandal lagi oleh Wahyudi) diikuti Obie.  Hwaduh, gawat nih.  Obie malah terpikat padanya.  Wahyudi lalu mengejar Obie.  Setelah dapat ia gendong Obie ke rumah.

 

“Kok kamu maunya sama Loreng sihh ?  Babe-babe begitu.  Nihh, kamu sama Bonto aja.  Umurnya nggak jauh beda sama kamu,” Wahyudi membelai-belai Obie.  Bonto adalah kucing rumah tetangga yang paling ujung.  Warnanya putih belang kuning.  Ekornya pendek bulat seperti kelinci.  Anaknya si Mpus juga sih.  Jadi abangnya the Girls gitu. 

 

Irma geli melihat kelakukan Wahyudi.  “Kamu serasa punya anak perempuan aja.  Milih-milih calon suaminya.”

 

Jawab Wahyudi, “He eh, ini kali ya rasanya jadi orang tua dari anak perempuan.”

 

Karena hari mulai gelap the girls kami masukkan lagi ke halaman belakang.  Di sana sudah kami siapkan makanannya.  Tapi Obie tidak selera makan.  Dia bolak-balik ke depan pintu dengan gelisah.  Tiap kali terdengar pintu ke halaman depan terbuka ia berusaha mencari celah keluar.  Beberapa kali Wahyudi mengejar-ngejarnya. 

 

Setelah berulang-ulang mengejar, tangkap dan menyelamatkan Obie dari Loreng, Wahyudi pun kesal.  “Irmaaaa … kucing-kucing itu disterilisasi aja deh.  Kayaknya mereka mulai tertarik cowok.  Gawat kalau nanti mereka kawin dan punya anak.  Makin banyak aja kucing di rumah kita.”

 

Hahahahaha, akhirnya ia menyerah juga.  Padahal dulu ia paling anti sterilisasi kucing.

 

 

 

(little) cat rescue

 

Tadi malam hujan dalam perjalanan pulang kerja tiba-tiba turun menderas saat irma tinggal beberapa langkah lagi dari rumah.  Irma segera berlari.  Si Mpus menyambut irma di teras depan.  Ia mengeong-ngeong gelisah.  Baru irma perhatikan anaknya cuma ada dua yang bersamanya.  Ke mana Hachi yang satu lagi ?

 

Baru kemudian irma dengar suara kucing kecil mengeong panik.  Arahnya dari saluran air depan rumah.  Irma pun berjalan ke sana.

 

“Meong !  Meong !”

 

Sepasang kaki depan Hachi bertumpu pada dinding saluran air.  Ia berusaha memanjat keluar tapi dinding itu terlalu tinggi.  Kaki-kaki belakangnya belepotan lumpur.  Badannya mulai basah.  Sepertinya ia baru saja kecebur masuk saluran air tersebut.

 

Irma melompat masuk ke dalam saluran air.  Hachi yang ini tidak melawan ataupun hachi-hachi saat irma memegangnya.  Ia lalu irma bawa masuk ke dalam rumah.  Si Mpus berlari mengekor di belakang irma.  Di dalam rumah si Hachi irma keringkan dengan keset handuk.

 

Kemudian irma berlari keluar rumah lagi untuk mengambil kedua Hachi yang lain.  Hujan deras sekali.  Mereka bisa basah kuyup.  Tapi irma hanya temukan satu Hachi di teras depan.  Ia merapat ke dinding berusaha menghindari percikan air hujan.  Hei, percuma Bung !  Hujan ini deras kali !  irma lalu membawa Hachi ini ke dalam dan bergabung dengan si Mpus dan Hachi yang abis kecebur got.  Seperti biasa ia hachi-hachi saat irma akan memegangnya.  Tapi saat irma menenteng tengkuknya ia pun tak bisa apa-apa.

 

Mana Hachi satu lagi ?

 

Irma mencari-cari ke sudut halaman di bawah jendela kamar depan.  Tadi malam satu Hachi tidur di sana sementara yang dua lagi tidur dengan si Mpus di teras depan.  Sudut di bawah jendela ini memang lebih terlindungi dari hujan dan panas.  Tapi terlalu dekat dengan rumah sebelah makanya dulu kami pernah diprotes tetangga karena si Mpus dan anak-anaknya berdiam disana.

 

Tidak ada Hachi di sudut itu.  Irma cari-cari ke penjuru halaman lain.  Tadi dia ada kok.  Apa dia juga jatuh ke saluran air ?  irma menyibak rumpun tanaman di tepi teras depan.  Kemarin irma lihat ketiga Hachi ini bersembunyi di sana saat ibu mereka tidak ada.

 

Nggak ada.

 

Bingung irma berdiri di tengah halaman.  Curah hujan irma abaikan.  Padahal irma nggak pakai payung, topi atau pelindung air lainnya.  Badan irma pun basah.  Sama seperti Hachi yang kecebur got tadi.

 

Baru kemudian irma lihat si Hachi yang irma cari-cari itu.  Ia mengintip dari rumpun tanaman warna ungu di tepian carport.  Dalam hati irma kagum akan kepintarannya mencari tempat persembunyian.  Rumpun ungu ini memang lebih rapat dan rimbun daripada rumpun hijau bunga-bunga putih di sepanjang teras.  Tapi di tengah hujan deras ini tetap saja tidak bisa melindungi ia dari basah.

 

Ketiga Hachi dan ibunya sudah di dalam rumah.  Irma membuka pintu belakang.  Keempat anak si Mpus yang lebih tua menyerbu masuk.  Badan mereka juga basah kena air hujan.  Begitu sampai di dalam rumah badan mereka menegang dan bulu-bulunya berdiri.

 

Mereka masih belum bisa menerima kehadiran Hachi pangkat tiga.

 

Oh sudahlah, kata irma dalam hati.  Aku sedang tidak mau membujuk-bujuk mereka agar bersikap manis pada adik-adiknya.  Irma lalu menyiapkan makanan untuk si Mpus dan keempat anaknya yang lebih besar.

 

Entah merajuk atau protes akan kehadiran Hachi bertiga, keempat anak si Mpus itu tidak mau menyentuh makanan dan susu yang irma sediakan.  Walhasil jadilah si Mpus puas-puas makan dan minum susu.  Jatah untuk lima ekor kucing dia nikmati sendiri.

 

Irma telpon Wahyudi.  Ia masih di pabrik.  Irma cerita satu Hachi kecebur got.  Sekarang Hachi bertiga di dalam rumah sama Mpus dan kakak-kakaknya.  Tapi keempat kakak mereka tidak mau menerima mereka.  Bahkan disediain makanan pun dicuekin.  “Biarin aja,” Wahyudi bilang.  “Paling juga nanti kalau lapar mereka akan makan.  Si Hachi yang tiga itu taruh aja di dalam keranjang baju kotor.  Ada satu keranjang yang kosong.  Nanti kalau aku udah di rumah aku urus kucing-kucing yang lain.”

 

Selesai menelpon Wahyudi irma lalu menyiapkan keranjang baju kotor yang Yudi maksud.  Tapi cuma ada satu Hachi yang terlihat, berdiri menempel di badan ibunya yang sedang minum susu.  Hachi itu irma masukkan ke dalam keranjang.  Mana yang dua lagi ?

 

Yang jelas mereka nggak bakalan bersama keempat kakaknya.  Irma cari ke penjuru rumah.  Sampai membungkuk-bungkuk memeriksa setiap kolong meja dan lemari.  Nihil.  Irma pun berpikir, kira-kira di mana mereka bersembunyi  ya ?  Pasti di tempat yang nyempil sulit dijangkau.

 

Irma mengintip ke celah antara rak buku dengan dinding.  Haa !  Di situ mereka !  Ngejogrog berdua merapat pada papan setrika.  Mereka pikir mereka tidak terlihat.  Dengan gagang sapu irma mendorong mereka keluar.  “Sorry, I have to do this,” kata irma.  Dih, emang mereka ngerti bahasa Inggris ?  Lha tiap kali disapa jawabannya, “Shaahhh … shaahhh …” mulu.

 

Ketiga Hachi sudah aman dalam keranjang.  Irma berpaling kepada keempat anak Mpus yang lebih besar.  Mereka berkumpul di bawah meja makan.  “Jadi kalian nggak mau makan nih ?” irma bertolak pinggang kepada Maggie, Charlie, Obie, dan Kelly.  Mereka berempat memandang irma dengan wajah cemberut.  “Oke.  Terserah.  Lapar kalian tanggung sendiri ya.”  Lalu irma mandi.

 

Setelah mandi irma menyiapkan makan malam.  Baru irma perhatikan si Mpus jalan bolak-balik gelisah di depan pintu.  “Kenapa Mpus ?” tanya irma.  Mpus tidak menjawab.  Matanya menatap tajam ke pintu.

 

Ada apa sih ?  irma mendekati si Mpus.  Kemudian irma dengar suara kucing kecil, tinggi melengking dan mengeong-ngeong panik.  Ini kucing yang mana lagi nih ??

 

Irma membuka pintu teras samping.  Di luar hujan masih deras turun.  Mpus berlari menerobos hujan.  Ia menuju saluran air depan rumah sebelah.  Irma mengikutinya.

 

Dari rumah kosong di sebelah suara kucing kecil itu makin jelas terdengar.  Tapi irma tidak tau di mana sumbernya.  Irma lalu kembali ke rumah untuk mengambil jaket dan lampu darurat.  Kemudian balik lagi ke rumah sebelah.

 

Si Mpus tengah berdiri di tepi saluran air depan rumah sebelah.  Ia melihat ke arah bawah.  Ekornya berkibas-kibas.  Irma menyorotkan cahaya lampu darurat ke sana.  Tampaklah di sana, di dasar saluran air, seekor anak kucing berdiri mencengkram dinding saluran.  Sama seperti Hachi yang kecebur got tadi kucing kecil ini juga berusaha memanjat keluar tapi dinding itu terlalu tinggi untuknya.  Badannya menggeletar  basah kuyup.  Tampangnya memelas sekali.  Entah sudah berapa lama ia di sana.  Kuku-kukunya menancap dalam ke dinding.  Irma agak kesulitan melepaskan ia dari sana.

 

Diiringi bunyi “Meong !” keras dari mulutnya irma berhasil mengeluarkan ia dari saluran air.  “Ayo Mpus, pulang !” seru irma di antara deras hujan.  Berlari-lari kecil si Mpus mengiringi irma ke rumah.  Di dalam rumah kucing kecil itu irma keringkan pakai keset handuk.  Baru irma perhatikan warnanya putih belang hitam.  Ekornya panjang.  Sepertinya ia seumuran dengan Hachi bertiga.  Ini anaknya Mpus juga bukan ya ?

 

Kucing kecil itu merapatkan badannya ke irma mencari kehangatan.  Irma lalu mendekatkan ia pada si Mpus.  Mpus menjilat-jilat badannya.  Si kucing kecil berusaha menyusu kepadanya.  Tapi sepertinya si Mpus sedang enggan menyusui.  Ia tidak mau duduk.  Akhirnya kucing kecil ini irma masukkan dalam keranjang, bergabung dengan Hachi bertiga.  Harap-harap cemas juga karena khawatir jangan-jangan mereka tidak mau menerima kehadirannya.  Tapi justru mereka bertiga menjilat-jilat kucing kecil ini.

 

irma mencuci tangan.  Lalu lanjut menyiapkan makan malam.  Keempat anak si Mpus yang lebih besar menemani irma di dapur.  Tiga Hachi plus satu anak kucing lagi ada dalam keranjang di ruang tamu.  Si Mpus santai tiduran di tengah rumah.  Dih, kok serasa dia yang jadi nyonya rumah ya ?  sementara aku malah jadi bedindenya.

 

 

 

Hachi pangkat 3

 

“Meong !”

 

Irma lagi asik internetan Senin sore itu waktu terdengar kucing kecil mengeong.  Heh, suara dari mana tuh ?  irma beranjak ke teras samping.  Waaaa … ada dua ekor anak kucing di sana.  Warna putih belang hitam dengan ekor pendek membulat seperti ekor kelinci.

 

Siapa taruh anak kucing di sini nihhh ??

 

Baru kemudian irma lihat si Mpus tiduran di samping Joy, motornya Wahyudi.  Melihat sikapnya santai begitu irma tebak kedua anak kucing itu adalah anaknya.  Karena kalau bukan anaknya tentu dia akan pasang sikap bermusuhan.  Keempat anaknya yang lain – Maggie, Charlie, Kelly, dan Obie – bulu-bulunya pada tegang berdiri dan kuku-kuku kaki mereka dikeluarkan.  Dengan wajah bermusuhan mereka menggeram kepada kedua anak kucing itu.

 

Gimana sihh, itu kan adik-adik kalian ??

 

Ternyata kedua anak kucing tersebut tidak takut atau mundur ditakuti-takuti begitu.  Bulu-bulu mereka juga berdiri dan kuku-kuku kaki keluar siap mencakar.  Lalu tiba-tiba saja salah satu dari kedua anak kucing itu melompat ke arah kucing yang lebih besar sambil mengeluarkan suara, “Shaaahh … shaaahhh !”  Mulutnya menyeringai mengancam.  Tunjukkan gigi-gigi kecilnya yang runcing.  Hebat.  Kecil-kecil gitu berani melawan yang lebih besar.  Justru kucing-kucing yang lebih besar tunggang langgang melompat ke atas jok motor menyelamatkan diri.

 

Waktu Wahyudi pulang dari bengkel sepeda irma cerita tentang kedua anak kucing itu.  “Di mana mereka sekarang ?” tanyanya.  Irma ajak ia ke teras samping dan tunjukkan kedua anak kucing tersebut.  Oh ternyata bukan dua tapi TIGA !  Anak kucing yang ketiga warnanya juga putih belang hitam tapi ekornya lebih panjang.  Ujung ekornya juga membulat seperti ekor kelinci.

 

Wahyudi menggaruk-garuk kepala.  “Ini sih si Mpus yang bawa ke sini nihh,” ia menunjuk si Mpus yang masih tiduran di samping Joy.  Dulu si Mpus memindahkan keempat anaknya ke rumah kami.  Tapi waktu itu anak-anaknya tersebut masih keciiiil sekali.  Matanya belum bisa melihat sempurna.  Sedangkan ketiga anak kucing ini lebih besar.  Perkiraan mereka usia mereka udah lebih dari empat minggu karena jalannya nggak terlalu sempoyongan tanda baru belajar jalan.  Tapi sepertinya mereka belum pernah ketemu manusia karena waktu irma mau menyentuh mereka, mereka pun pasang kuda-kuda siap menyerang.  “Shahhh … shahhh,” begitu mereka keluarkan suara seraya menunjukkan gigi-gigi runcing.

 

“Hei, kamu tuh bersin atau takut sih ?” Wahyudi membungkuk memperhatikan ketiga anak kucing itu.  “Kok hachi hachi begitu.”

 

Karena kebiasaan mereka hachi hachi begitu maka kami memanggil ketiga anak kucing itu Hachi.  Hachiro, Hachimaru, Hachimin.  Tapi terus terang kami tidak tau mana yang Hachiro, Hachimaru, dan Hachimin karena ketiga kucing itu tampangnya sama semua.  Ciri yang membedakan cuma satu dari mereka ekornya lebih panjang.   Tapi untuk melihat ekornya harus berjuang melawan seringai dan cakar-cakar mereka dulu.  Hih, ribet banget deh.

 

Tapi bagusnya kebiasaan hachi hachi itu membuat mereka lebih waspada terhadap manusia.  Mungkin itu naluri mereka, bagian dari survival.  Penting tuh, karena banyak penghuni komplek yang nggak suka sama kucing.  Salah satunya adalah tetangga rumah sebelah kami.

 

The Hachis will survive.  I know they will. 

 

 

 

paniknya Yudi

 

Pernah nonton film “Marley and Me” ?

 

Di film itu ada satu adegan Jenny menelpon John, suaminya, dan dengan sedih berkata, “… aku tidak bisa membuatnya masuk ke dalam rumah …”  Yang Jenny maksud adalah Marley – anjing mereka – seharian itu hanya tiduran saja di bawah pohon di halaman rumah.  Bahkan diumpan dengan kesukaannya pun Marley tetap tidak bergerak.  Jenny khawatir sesuatu yang salah terjadi pada Marley.

 

Tak disangka-sangka irma mengalami kejadian yang mirip adegan tersebut.

 

Waktu itu irma lagi audit di luar kota.  Tiba-tiba Wahyudi telpon.  “Irma, si Mpus di atap rumah nggak mau turun-turun.”  Suaranya terdengar panik dan khawatir.

 

Di atap rumah ?

 

“Iya.  Dari kemarin dia di situuu aja.  Aku panggil-panggil nggak mau turun.  Aku bikinin susu juga dia tetap aja di sana.  Padahal kan dia suka sekali minum susu,” cerita Wahyudi.  “Aku pasangin tangga maksudnya biar dia turun, eh malah Obie (anaknya Mpus) yang naik ikutan dia ke atas.”

 

Irma mengingat-ingat kelakuan si Mpus saat terakhir irma ketemu dengannya.  Rasanya nggak ada yang aneh selain perutnya semakin besar karena dia sedang hamil lagi (heran deh, hamil mulu.  hamil kok ya jadi profesi).  “Sekarang dia masih di atas ?” tanya irma.

 

“Masih,” jawab Wahyudi.  Hari itu Wahyudi libur karena jadwal pabriknya mati listrik.  Jadi seharian dia di rumah aja merumput sambil main-main dengan anak-anaknya si Mpus.

 

“Mungkin si Mpus udah mau melahirkan,” irma bilang.  “Kucing itu kalau bersalin maunya di tempat yang gelap dan tersembunyi.  Dia nggak mau dilihat orang.  Atau kucing lain.”

 

“Oh, gitu ya ?”

“Iya Yudiiii … aku kan udah ngalamin beberapa kali punya kucing hamil tau-tau perutnya dah kempes .  Ternyata anaknya udah lahir di manaaa gitu.  Nanti anaknya dia bawa ke rumah abis gitu baru aku sediain tempat.”

“Oh jadi si Mpus itu nggak apa-apa ?”

“Nggak.  Nanti juga dia bakalan turun sendiri.”

 

Malamnya waktu udah kembali ke hotel irma telpon Wahyudi.  “Si Mpus gimana ?  Dah turun ?”

“Belum.  Masih di atas.  Jadi tadi aku taruh makanan dia di sana.”

“Oh ya udah.  Biarinin aja dia di sana.  Mungkin dia lagi kepengen sendiri.”

“Tapi tangganya aku lepas.  Abisnya si Obie manjat ke situ terus.  Tadi malah Kelly juga mau ikutan.”

“Iya nggak apa-apa.  Si Mpus bisa turun sendiri kok.”

 

Kami bercakap-cakap hal lain kemudian.  Sebelum mengakhiri pembicaraan di telpon Yudi bilang sebelum tidur nanti dia mau ngecek si Mpus lagi di atas.  Mana tau makanannya habis atau mungkin juga anaknya udah lahir.

 

Hiyyyaaaa … ditongkrongin terus-terusan gitu mah nanti si Mpus nya nggak bakalan jadi beranak-beranak atuh !

 

 

 

Monday, March 22, 2010

Monday cycling (dan kejutan di akhirnya)

"Irma, hari Senin nanti berenang yuk ?"

Di komplek kami ada kolam renang.  Khusus untuk penghuni.  Orang dari luar komplek juga boleh sih, tapi harus didampingi oleh penghuni.  Selama 8 bulan tinggal di sini belum pernah satu kali pun kami mencoba kolam renang tersebut.

Kebetulan hari Senin ini Wahyudi libur karena jadwal pabriknya mati listrik.  irma juga nggak ke kantor karena masih kecape'an akibat perjalanan 10 jam dari Muko Muko ke Padang jadi memutuskan untuk cuti.  "Jadi mau berenang ?" tanya irma waktu baru bangun.

"He eh, kayaknya lebih asik nyepedah deh," jawab Wahyudi.

Jadilah hari ini kami nyepedah.  Enaknya.  Saat orang lain bermacet-macetan menuju tempat kerja kami malah asik gowes santai.  Ke mana kita ?  "Coba nyari jalur sepeda yuk," kata Wahyudi.

Dari terminal Leuwinanggung kami berbelok masuk jalan Kebayunan.  Jalanan terus menurun hingga kolong bawah jalan tol.  Kami berhenti sebentar untuk menanyakan jalan.  Ibu penjaga warung tempat rehat orang-orang bersepeda menunjuk jalan kecil di seberang warungnya.  Kami pun masuk ke sana.

Kami bersepeda sejajar dengan jalan tol Jagorawi mengarah ke Jakarta.  Jalannya kecil berbatu-batu.  Becek di beberapa tempat akibat hujan tadi malam.  Kami sempat bertemu beberapa anak kecil bermain di pekarangan rumah.  "Dagh Kakak !  Dadagh !" mereka melompat-lompat melambaikan tangan.  Sepertinya sudah biasa mereka bertemu rombongan sepeda.  Kami balas melambaikan tangan dan juga bunyikan bel sepeda.

Tiba di tanah lapang.  Ada papan penunjuk panah ke kiri.  Kami turuti panah tersebut hingga tiba ke jalan perkampungan.  Swiiiiinggggg ......... sepeda meluncur di jalan menurun.  Di ujungnya kami tiba di jalan Gas Alam. 

Setelah melewati belokan kami rehat sebentar di persimpangan menuju pintu tol Cibubur.  Di situ irma mulai merasa kleyengan.  Mungkin karena panas terik.  Setelah menghabiskan satu kaleng minuman isotonik kami lanjut gowes lagi.  Kali ini menyusuri jalan Kapitan.  Hingga ke ujungnya di jalan Pekapuran.  Di sini kami rehat (lagi) di depan satu mini market.  Sambil minum teh dan makan tahu goreng.  irma bilang ke Wahyudi kalau irma masih kleyengan.  Wahyudi lalu mengajak pulang lewat Pekapuran.

Selama duduk di depan mini market itu irma lihat banyak motor dan mobil melintas.  irma bilang ke Wahyudi kalau irma males lewat Pekapuran karena lalu lintasnya rame banget.  Jadi irma mengajak Wahyudi kembali ke jalan yang tadi.  Kami pun kembali menyusuri jalan Kapiten.  Lalu berbelok ke jalan Gas Alam dan memasuki jalan kampung lagi.

Saat tiba di tanah lapang tempat papan penunjuk tadi baru irma perhatikan jalan tanah yang kami susuri sewaktu berangkat tadi mengarah ke dinding pembatas pintu tol.  Rupanya ada bagian dinding yang sengaja dibuka.  Di baliknya adalah rest area jalan tol Jagorawi. 

Kami kembali menyusuri jalan tanah.  Setelah turunan kami berbelok ke jalan tanah di bawah kolong jalan tol.  Ini kolong yang berbeda dengan yang di jalan Kebayunan.  Tanah di kolong ini berupa bukit-bukit kecil yang terbentuk oleh aliran air.  irma gowes sambil membungkukkan badan hingga kepala nyaris menyentuh handle bar karena takut kejedug beton bagian bawah jalan tol.  kolong itu tidak tinggi. 

Tampak deretan atap rumah saat kami keluar dari kolong.  Nggak berapa lama kami tiba di pintu gerbang perumahan.  Tertulis di sana, "Buka : 05.00, Tutup : 22.00."  Ada dua motor masuk ke dalam pemukiman tersebut.  Sepertinya itu gerbang belakang.  Kami bertanya pada dua orang petugas keamanan yang berjaga di sana.  "Ini komplek Rafless," jawab mereka.  "Mau ke mana ?  Kalau dari sini bisa tembus ke jalan alternatif Cibubur - Cileungsi."  Kami bilang nggak ke mana-mana cuma lagi jalan-jalan aja menjelajahi sekitar Leuwinanggung.  Petugas keamanan itu lalu menunjuk ke arah di belakang kami.  "Kalau yang naik sepeda gunung seperti ini biasanya nglewatin jalan kecil di sana," katanya.  Kami lalu mengucapkan terima kasih dan berbalik arah.

Ternyata jalan di belakang kami menuju ke lapangan tanah berumput ilalang.  Kami mengikuti jalur yang ada.  irma sempat panik saat melewati jalur sempit dan licin di atas bukit kecil.  Jadi ingat waktu ikutan downhill dan XC bareng Mahanagari dan Darkcrosser.   Masa' mo jatuh 22 kali lagi ??

Di ujung tanah lapang ada pintu kecil untuk masuk ke perkampungan.  Di baliknya adalah jalan sempit menanjak curam.  Yah, TTBan deh.  Abis gitu kami rehat sebentar di samping kebun sereh.  "Cuma berdua aja nih," sapa seorang penduduk.  Sepertinya sudah biasa rombongan sepeda melintas di sini.

Lanjut gowes lagi.  Kleyengan irma udah hilang.  Entah karena lewat jalanan yang teduh dan sepi, atau karena dah mo sampe rumah.  Usai menyusuri jalan kampung kami tiba di jalan Leuwinanggung seberang jalan Cakung.  irma reflek berbelok ke kiri.  Tapi Wahyudi ajak ke arah sebaliknya karena ia mau benerin sepeda di bengkel sepeda dekat terminal Leuwinanggung.  Eh ternyata waktu kita sampai sana bapak mekaniknya lagi pergi belanja.

Ya udah.  Pul dulu aja.  Nanti sore balik lagi.  Tapi sebelumnya mampir belanja sayur dulu ya.  Dan juga jeruk.  Lagi santai nggowes menuju tukang buah satu sepeda motor menyalip dan berseru kepada irma, "Hwaduh Mbak'e ... enak bener gowes sepedanya !"  Waks, ternyata itu bapak tetangga rumah sebelah.

Sampai di rumah.  Lho kok cuma ada Kelly di teras samping ?  Sebelum berangkat tadi keempat kucing kami keluarkan biar mereka nggak ganggu jemuran.  Waktu parkir sepeda baru irma lihat Charlie mengintip dari bawah spakbor ban motor bagian depan.  Hih, lain kali Wahyudi harus hati-hati kalau nyalain motor.  Sekarang kucing-kucing itu suka mendekam di bawah spakbor.  Bisa-bisa mereka tergilas ban.

Kelly ada, Charlie ada, tapi yang dua lagi ke mana ?  Ketika Wahyudi membuka pintu, ... SURPRISEEEEE !!!!  Rumah porak poranda diberantakin Obie.  Ternyata dia melompat masuk ke dalam rumah lewat lubang ventilasi.  Ih, kucing yang satu ini memang bandel buangett !!