Saturday, January 30, 2010

audit di Tegal


Matahari baru mulai terbit waktu kereta Argo Sindoro yang irma tumpangi bergerak meninggalkan Stasiun Tawang.  Abis audit di Semarang besoknya irma lanjut audit di Tegal.  Mata masih mengantuk ditambah dibuai-buai gerakan kereta, beberapa menit setelah kereta berjalan irma pun tertidur.

Bangun entah di mana.  Tapi di sebelah kanan irma terbentang laut.  Dekat sekali.  Pada jalur kereta antara Pekalongan - Semarang memang terdapat bagian yang tidak jauh dari laut.  irma asik memandangi ombak bergulung-gulung.  Pagi itu udara cerah.

Tidak berapa lama kami memasuki Stasiun Pekalongan.  Sempat terlihat oleh irma petugas train dispatchernya yang masih muda banget.  Hihihi, tampangnya culun.  Ia berdiri pada peron berlantai keramik warna merah kecoklatan.  Saat memperhatikan suasana stasiun dari jendela kereta, terpikir oleh irma kenapa di stasiun ini nggak ada ornamen batik ya ?  Kan Pekalongan identik dengan batik.

Lanjut jalan lagi.  Tadi kereta berhenti cuma sekitar 2 menit.  Kali ini kereta tidak melintasi tepi laut.  Tapi pematang sawah di kiri - kanan rel.  Memang sih nggak sespektakuler Parahyangan Pass, tapi pemandangan sepanjang jalur ini indah juga.  Serombongan burung putih terbang rendah di atas sawah penuh tanaman padi laksana karpet hijau.  irma sempat lihat tiga orang petani sedang menanam bibit padi dari pesemaian di sawah.  Agar jalurnya lurus mereka menggunakan sebatang kayu.  Selesai satu jalur ditanam, batang kayu itu dipindahkan untuk menjadi patokan jalur tanam berikutnya.  Kiranya bukan cuma di pabrik aja yang pake mal atau alat bantu.  Pertanian juga. 

Pas banget jam 7.40 kereta tiba di Tegal.  Dalam hati irma bilang jarang-jarang irma naik kereta bisa tiba di tujuan tepat waktu begini.  Begitu keluar peron irma langsung disambut tiga orang tukang becak.  "Becak Bu ?  Becak ?"  irma bilang kepada mereka kalau irma dijemput.

Tapi rupanya penjemput belum datang.  Dia kira irma baru tiba jam setengah sembilan.  "Lha, biasanya kereta telat tho Bu," begitu dia bilang waktu ditelpon.  Ya sudah, irma duduk selonjoran di kursi depan loket pembelian tiket.  Bosan duduk-duduk aja, iseng irma baca-baca jadwal kereta.  Kereta dari Semarang ke Tegal.  Dari Tegal ke Semarang.  Kereta ekonomi ke Jakarta.  Dan banyak kereta lainnya.  Baru tau ada kereta dari Semarang ke Sragen.  Namanya kereta Banyu Biru.  Kapan-kapan ajak Wahyudi cobain kereta itu ah.  Kan Sragen itu kampung mbahnya.

Lima belas menit kemudian client datang.  irma tanya apakah kantornya jauh dari stasiun.  "Lumayan Bu, sekitar 3 km-an.  Tapi Tegal kan kotanya kecil jadi (saya) cepat nyampe sini," katanya.  "Itu pun tadi sempat mutar dulu karena alun-alun ditutup.  Lagi ada acara."

Karena di Semarang tadi irma belum sempat sarapan client pun mengajak cari tempat makan.  Ia ngajak ke warung mi Pijar dekat stasiun.  Tapi ternyata warung itu baru buka jam 10 pagi.  Sedang client bingung memikirkan tempat makan yang udah buka sepagi itu, irma pun nyeletuk, "Pak, apa di sini nggak ada warteg ?  Kalau di Jakarta banyak warteg di mana-mana.  Sejak jam 6 pagi dah pada buka buat nglayanin orang kantoran sarapan."  Penjelasan client berikutnya bikin irma tau kalau ternyata di Tegal nggak ada warteg.  Tapi warma.  Warung makan.  Sama aja kayak di Padang nggak ada rumah makan Padang.

Akhirnya kita ketemu tempat makan yang udah buka.  Menunya, mi ayam Jakarta.  Cengengesan irma menyantap sarapan.  Huehehehe, dah sampai Tegal sini tapi makannya tetep aja makanan Jakarta.  Tapi client ini yang aslinya dari Bogor bilang nggak ada makanan Tegal yang menarik buat orang yang besar di Jawa Barat.  Khasnya Tegal adalah sate kambing.  Padahal baik irma maupun client sama-sama nggak suka daging kambing.  Makanan lainnya khas Tegal adalah sauto, soto campur tauco (kebayang deh asinnya).  Sama ponggol.  Juga camilan nopia.

Makanan Tegal bisa aja nggak menarik.  Tapi client bilang teh yang paling enak adalah teh Tegal.  irma bilang Tegal identik dengan teh poci yang wasgitel.  Wangi, panas, sepet, legi, kentel.  Berikutnya kita jadi ngebahas teh.  Teh yang terkenal di Tegal merknya Teh Poci.  Kalau di Semarang, teh Tong Tjie.  Semua hotel di Semarang yang pernah irma kunjungi umumnya menggunakan teh merk tersebut.  Di Slawi, teh Gopek.  Ini teh kesukaan irma dan Wahyudi.  Wanginya enak.  "Di Pekalongan yang terkenal teh Sepeda Balap," kata client.  Huee .. baru kali ini irma dengar teh merk itu, irma bilang.  Trus irma cerita kalau di Solo yang terkenal teh cap Gardoe.  Tapi kita sama-sama setuju se-Indonesia yang paling ngetop adalah teh botol.  Sampai anak kecil aja bisa niru iklannya, "... apapun makanannya, minumnya teh botol ..."

Beres sarapan kita lalu ke tempat client di jalur pantura.  Audit mulai jam sembilan.  Kepotong istirahat siang dan sholat Jumat jam setengah dua belas.  Lanjut lagi jam setengah dua.  Selesai jam setengah enam.  Terburu-buru irma mempresentasikan hasil audit karena harus segera ke stasiun untuk mengejar kereta Argo Muria dari Semarang.  Tapi client bilang tenang aja.  Selain karena Tegal kotanya kecil jalan ke arah stasiun pun bebas macet.

Benar yang client bilang.  Cuma sepuluh menit perjalanan dari tempat client ke stasiun.  Melewati Mesjid Agung, lapangan alun-alun luas di depan mesjid, menara air dengan tiang dicat merah, kampus perguruan tinggi yang menempati gedung kuno, akhirnya irma sampai di stasiun yang juga menggunakan bangunan tua peninggalan Belanda. 

"Argo Muria, eksekutif tiga," petugas keamanan di pintu masuk peron membaca tiket yang irma ulurkan.  "Nanti keretanya di sepur satu Bu.  Urutannya dari belakang.  Satu, dua, tiga," tangannya bergerak-gerak memperagakan lokasi gerbong.  Terkejut irma mendengar penjelasannya.  Dari semua stasiun kereta api yang pernah irma datangi baru kali ini irma ketemu petugas yang telaten menjelaskan seperti ini.  irma pun mengucapkan terima kasih.  Tersenyum dan mengangguk kecil, petugas itu pun menjawab, "Nggih ..."

Wuii ... halus bener.  Hilang kesan irma akan orang Tegal yang nyablak seperti sering diperagakan seorang artis (tapi sebenarnya artis itu bukan orang Tegal lho !).  Petugas kebersihan di toilet pun tak kalah santunnya.  Waktu irma meletakkan uang di mejanya untuk bayar biaya kebersihan sesuai tarif tertulis di sana, ia mengangguk dan mengucapkan sederet kalimat dalam bahasa Jawa yang ... aaah kayaknya halus bener deh.  Yang ketangkep sama irma cuma bagian akhirnya doang, "... matur nuwun ..."  Balas mengangguk irma pun bilang, "Sami-sami."  (Lho kok jawabannya pake bahasa Sunda ya ??)

Dari pengeras suara diumumkan kereta Argo Muria akan tiba sepuluh menit lagi.  irma berjalan-jalan sepanjang peron yang pendek.  Peronnya bersih.  Nggak banyak orang yang nggak berkepentingan bersliweran. irma lihat petugas keamanan di pintu masuk sangat selektif mengizinkan orang masuk.  Tadi aja setelah irma masuk peron ia segera menutup pintu.  Khas pintu peron stasiun, terbuat dari rangka aluminium yang bisa digeser-geser.

irma masuk ke ruang tunggu eksekutif.  Nggak ada siapa-siapa di sana.  AC mati tapi ada kipas angin model standing.  Karena nggak ada orang kipas angin itu pun mati.  Di salah satu dinding terpajang photo stasiun Tegal tempo doeloe bagian depan.  Sama sekali nggak ada beda dengan kondisi yang sekarang.

Jegjegjegjegjegjegjegjegjegjegjegjegjegjegjegjegjeg ... suara kereta memasuki peron.  irma melirik arloji.  Jam 18.10.  Tujuh rangkaian gerbong penumpang beserta lokomotif, kereta pembangkit dan gerbong restoran terbentang sepanjang jalur satu.  Kereta berhenti dengan gerbong tiga tepat di hadapan irma.  Pas banget.  irma tinggal melangkah ke kiri sedikit lalu melompat ke anak tangga yang disiapkan petugas.

Tiga menit kemudian irma udah duduk nyaman berbalut selimut dalam rangkaian kereta Argo Muria menuju Jakarta.  Perjalanan berlangsung lancar.  Menjelang jam sepuluh malam irma tiba di Stasiun Gambir.  Lagi-lagi tepat waktu sesuai jadwal tertulis di tiket.  Hari ini patutlah irma acungkan jempol untuk PT Kereta Api.



audit di Semarang kemarin


"... Semarang kaline banjir ..."

Paling sedih kalau tugas audit keluar kota, berangkatnya dari Jakarta pagi-pagi pake first flight. Karena harus bangun pagiiii sekali trus ke bandara abis gitu ngantri check-in nya juga lama akibat banyak penerbangan pagi.  Orang pada jalan terburu-buru.  Tangan tak lepas dari tombol qwerty Blackberry.  Mata sebentar-sebentar memandang layar si berri hitam.  Delapan dari sepuluh orang di bandara pagi itu tangannya kalau nggak nenteng laptop, ya Blackberry.  Tapi irma masuk yang dua orang.  irma jalan melenggang tanpa tentengan.  Ransel di punggung berisi buku catatan dan baju untuk audit besok.  Juga buku bacaan. 

Jam setengah sembilan pesawat mendarat di bandara Ahmad Yani, Semarang.  Dari situ langsung ke tempat client.  Audit pagi itu berjalan lancar meski kepala irma masih agak kleyengan.  Ini nih satu lagi yang irma nggak suka dengan terbang pagi terus langsung ngaudit.  Kepala jadi agak-agak nggak mutu (tapi ini menguntungkan bagi client yang cuma butuh sertifikat doang, dia paling seneng kalau auditnya ecek-ecek begini).

Break istirahat siang.  Client mengajak makan di rumah makan dekat tempatnya.  Kami pergi berjalan kaki.  Melewati sekolahan yang lagi rame bubaran.  Seorang pelajar laki-laki melintas dengan sepedanya.  Horeee ... dia pake helm !  Terus terang irma jarang banget lihat anak sekolah naik sepeda pake helm (kalau pake celana sih, sering).  Dasinya berkibar-kibar hingga ke bahunya.  irma melambaikan tangan kepadanya, "Daaagghh ... hati-hati ngontelnya ya !"  Pelajar itu bengong.  Untung dia ingat untuk tetap nggowes.  Kalau nggak dia bisa jatuh gedubrakan.

Rumah makan yang kami tuju itu menempati satu bangunan kuno.  Khas peninggalan Belanda dengan langit-langit tinggi.  Tanpa AC atau kipas angin pun udara terasa sejuk.  Tapi memang saat itu Semarang sedang tidak begitu panas.  Client bilang udah beberapa hari ini Semarang hujan terus.  irma bilang di Jakarta juga begitu.

Kami mengobrol sembari menunggu makanan tiba.  Client tanya apakah irma pernah ke Semarang sebelumnya.  Pernah, irma bilang.  Dulu di tahun 2005.  Ke mana aja, client bertanya lagi.  Ke mana ya, irma mengingat-ingat.  Stasiun Tawang, Gereja Blenduk, Klenteng Sam Poo Kong, Toko Oen, Lawang Sewu, klenteng di jalan ... apa tuh, kalau nggak salah jalan Lombok ya ?  yang ada jualan lumpia yang konon katanya enak banget tapi irma lebih tertarik minum es cao di warung sebelahnya.

Tapi yang paling irma suka waktu ke Semarang itu adalah jalan-jalan seputar kota tua, dengar penjelasan Om Jongkie Tio tentang bangunan-bangunan tua di sana dan Semarang tempo doeloe.  Sayangnya kota tua selalu kebanjiran.  Stasiun juga begitu.  Makanya (dulu) jarang sekali kereta dari Semarang tepat waktu.

'Wah, ibu di Semarang aja udah jalan-jalan ke mana-mana ya,' komentar client.  'Abis audit nanti Ibu mau jalan ke mana ?'

Nggak ke mana-mana, karena audit selesai jam enam sore.  irma bukan penggemar jalan malam.  Lagipula badan irma capek pengen segera istirahat.  Langit gelap dan hujan pun turun.  Dari jendela kamar hotel di satu pojok Simpang Lima irma menatap keluar.  Air melimpah menutupi jalan.  Mengutip syair satu lagu lama irma bergumam, '... Semarang kaline banjir ...'



bengong di acara lamaran


Minggu lalu diajak Teteh ikutan ke acara lamarannya seorang sanak.  Kami berdua datang mewakili Mama.  Sejak kondisi jantungnya melemah Mama membatasi pergi jauh. 

Yang dilamar ini adalah putri dari keponakannya kakak ipar Mama.  Keponakan ini waktu kuliah di Bandung dulu tinggal sama Mama.  Ia turut membantu Mama membereskan rumah dan mengasuh kedua anak Mama - Teteh dan De Isna.  Waktu itu irma belum ada.  Selain keponakan ini di rumah Mama turut pula empat orang keponakan Mama lainnya.  Eh, nggak semua keponakan deng.  Satu di antaranya adalah adik Mama.

Keponakan Mama ini cukup berhasil hidupnya.  Sangat berhasil malah.  Sejak bergabung jadi PNS di Deplu ia pernah ditugaskan ke Arab Saudi, Pakistan, Spanyol, Thailand, dan terakhir menjabat sebagai duta besar di salah satu negara Eropa Timur pecahannya Uni Sovyet.  Tahun ini ia ditugaskan di Afrika Selatan.  Jabatannya ini bikin banyak sodara kami berharap bisa dapat kemudahan untuk menonton piala dunia pertengahan tahun nanti (dih, emang ngaruh ??).

Putrinya yang akan dilamar ini adalah seorang artis sinetron.  Terus terang irma nggak pernah nonton aktingnya secara irma bukan penggemar sinetron.  Tapi Teteh bilang dia banyak beredar di FTV, bukan sinetron kejar tayang yang serialnya bisa sampai bertahun-tahun.  irma cuma tau dia menjadi beberapa model iklan.  Pernah juga ia menjadi presenter acara sepak bola.  Besar di Spanyol membuat ia jadi gila sepak bola.  Nggak sekedar nonton tapi dia juga suka main bola.  Nggak ngaruh biarpun dia seorang perempuan.

"Ayo coba tebak, calon suaminya artis juga bukan ?" ujar Teteh di mobil dalam perjalanan kami ke Ciledug.

Sepertinya sih, bukan.  Begitu kata hati irma saat melihat rombongan pihak keluarga laki-laki memasuki ruangan.  Nggak ada satupun di antara mereka yang irma kenali.  Tapi Teteh di sebelah irma saling sikut-sikutan sama Wahyudi, "Eh itu kan si ....  Yang itu ... Trus itu yang di belakang kan ... Yang sebelah situ tuh, dulu pernah masuk berita karena ..."  Jadi yang datang itu dari kalangan artis, pengusaha, politikus, dan pejabat zaman orde baru.  Bahkan Wahyudi aja tau salah di antara rombongan itu adalah seorang penyanyi.  irma nggak tau dia tapi waktu Wahyudi bilang ibunya yang juga seorang penyanyi, irma tau.  Payah ya, irma taunya artis djadoel.  Ini kali akibatnya hampir sepuluh tahun nggak nonton tivi.

irma menoleh ke samping.  Waks, wartawan infotainment berjejalan di pintu.  Kamera-kamera mereka menutupi jalan masuk.   Beberapa pria berkemeja safari membentuk barisan membatasi para wartawan itu agar tidak masuk ke dalam rumah.  Weeee ... baru acara lamaran aja dah kayak gini gimana kawinannya nanti ?

Teteh dan Wahyudi masih saling kasak-kusuk membahas rombongan keluarga pria yang sedang diperkenalkan juru bicara mereka.  "Ini putra dari bapak ..., dulu pernah menjabat sebagai ...  Yang itu, saudara-saudara bapaknya.  Ayah mereka alm. adalah wartawan senior di ...  Ibunya putri dari Mr. ...,  menteri ... pertama ..."  dan sederet jabatan lain diucapkan saat juru bicara memperkenalkan anggota rombongan satu per satu.

irma yang nggak tertarik bergeser ke pojok ruangan.  Duduk di sana baca Naked Traveler II sambil menyantap kue dodorok yang Uni Yen bawakan dari Rangkas.  Uni Yen bilang itu kue khas Banten.  Terbuat dari tepung beras, pandan, santan, dan gula merah.  Dibungkus daun pisang yang juga berfungsi sebagai cetakan.  Rasanya manis dan dingin.  Enak.  Sepiring irma habiskan sendirian.  Sayang banget, kue tradisional seenak ini dianggurin begitu saja.  Yang lain lebih suka menyantap pai dan aneka kue coklat dari bakery ternama.

Lebih asik ngejogrog di pojokan begini daripada tadi bengong di tengah ruangan kayak orang bego.



Friday, January 15, 2010

males, tapi mau ... itunya

Abis istirahat siang waktu balik ke meja kerja dan nyalain komputer, ada email dari boss besar.

Yth. Ibu Irma,

melalui email ini saya menyampaikan bahwa sejak tanggal 19 Januari 2010 Ibu dipromosikan menjadi Manager, Quality Management. Langkah ini ditempuh setelah mempertimbangkan komitmen dan kinerja Ibu selama bekerja di posisi saat ini ...

Orang tuh ya, seneeeeeng kalau dapat promosi.  Tapi kalau irma sih, terus terang malessss sekali.  Abisnya jadi makin banyak kerjaan dan makin berat tanggung jawab.

Pengennya sih, tetap jadi Engineer aja.  Tapi gajinya gaji manager, hahahahaha

Thursday, January 14, 2010

bete, bete, bete, bete, bete, bete, bete, aaaahhhhh (kayak lagunya Dewiq)

 

Ok, aku nggak mau mikirin itu lagi.  Karena tiap kali hal itu terlintas di kepala yang ada aku jadi kesal.  Dan orang komen aku jadi makin kesaaaaaaaallll (sampai pengen menghapus salah satu contact karena nggak cukup dengan hanya menghapus komennya.  emang dia sok perfect ??  sok tauuuuuuuu lagi !)

 

Jadi yang aku lakukan adalah :

1.       makan eskrim

2.       makan eskrim lagi, lagi, dan lagi

3.       main dengan Charlie (oh, dia begitu menggemaskan.  pantas Yudi bilang dia yang paling tampan)

4.       baca buku kedua the Mysterious Benedict Society, makin seru aja petualangannya

5.       makan bakso idola, ennnaaaaaakkkkk … nggak tersaingi meski untuk mendapatkannya kudu berjuang dulu gowes 10 km.  pergi pulang jadi 20 km.  sampai rumah lapar lagi deh, hahaha

6.       bersepeda yang jauh, uh uh uh uh

7.       di kantor sampai malam

 

dah, nggak usah mikirin orang yang nggak mau diurusin !  ntar kalau dia butuh juga bakalan datang ndiri ...

 

 

Wednesday, January 13, 2010

frustrasi

 

Ok, I give up.

Aku nggak tau harus gimana lagi.

 

Aku tau beliau keras kepala tapi aku nggak nyangka kekeraskepalaannya ini sampai membekukan hatinya.

 

Beliau bilang, “Sudah !  Biarkan saja aku !  Aku tidak mau merepotkan orang lain !”

Pernahkah terpikir olehnya, kelakuannya itu justru bikin susah semua orang ?

 

Egois.  Egois.  Egois.

Aku tau setiap orang berhak menentukan sendiri atas badannya.

Termasuk menghentikan pengobatan yang menurut dia sia-sia.

Juga tindakan yang belum tentu menghilangkan penyebab sakit.

 

Tapi jika keegoisannya itu justru membuat orang lain teraniaya, diprasangkai, apakah itu pantas ?

Belum lagi keluh kesahnya yang bikin semua orang memandang kami begitu hina.

 

Kenapa, dia yang selalu mengajarkan kami untuk terus berupaya, berusaha keras, hingga takdir menentukan, justru kini menyerah pada nasib.

Huh, percuma saja semua nasehat dan ceramahnya selama ini.

Jika ternyata dia tidak menerapkan kata-katanya sendiri.

Jadi buat apa dia mengajari kami ?

 

Ketahuilah, sesungguhnya ada perbedaan yang nyata antara pasrah dengan enggan berusaha.

 

 

 

Sunday, January 10, 2010

kabar dari rumah sakit

 

Tadi pagi Teteh antar Mama periksa ke Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.

Hasilnya, kepada Mama harus diambil tindakan.  Segera.

 

Karena katup jantungnya udah begitu lemah.

Kejadian di Bandung Desember lalu  itu karena katupnya tidak lancar membuka dan menutup

Itu bisa terjadi lagi, lagi, dan lagi

Akibatnya bisa lebih buruk dari yang kemarin.

Yaitu ; kematian mendadak.

 

Dokter di Bandung pun berkata sama.

Mama ke Jakarta ini untuk mendapatkan second opinion (juga third, fourth, fifth, ...)

Semua dokter yang ditemui memberikan kesimpulan yang sama.

 

Tapi karena usia Mama yang udah lanjut maka ada resiko yang tidak bisa diabaikan.

Bisa saja kematian itu terjadi saat dilakukan tindakan, saat operasi berlangsung.

”Jadi ibarat buah simalakama,” begitu Teteh mengutip perkataan dokter yang ditemui tadi pagi.

 

Pandangan irma menerawang usai mengakhiri pembicaraan dengan Teteh di telpon.

Kematian, memang bisa terjadi di mana saja.  Kapan saja.

Seperti guru agama pernah bilang, ”Yang paling dekat dengan kita adalah kematian.  Bukan siapa-siapa.”

Kita tidak pernah tau bila kita akan dipanggilNya.

Bisa hari ini, esok, lusa.  Entah kapan.

Bisa saat lelap tidur, atau ketika berjalan pulang sore nanti.

 

Tiba-tiba saja irma merasa waktu irma bersama Mama tidaklah banyak.

irma ingin sekali waktu yang tersisa ini irma manfaatkan sebaik-baiknya.

Hari Sabtu nanti irma akan bersepeda ke rumah Teteh, temui Mama di sana.

Mama senang lihat irma bersepeda.  Karena itu mengingatkan dirinya waktu muda dulu yang selalu bersepeda ke mana-mana.

 

Mama, tunggu irma ya.

 

 

 

 

Thursday, January 7, 2010

rumah paling enak sedunia

 

“Jalan Mang !”

”Ke mana Neng ?”

”Pulang.  Ke rumah paling enak sedunia.”

 

***

 

ku bilang, rumah kami adalah rumah paling enak sedunia.

nggak besar sih, tapi halamannya berumput hijau.  sejuk.  makin adem sejak Yudi tanam pohon jeruk, jambu, belimbing, dan kembang batavia di sana.  juga bikin lubang biopori untuk serapan air hujan

 

di sana ada tempat tidur paling nyaman sedunia, di mana aku selalu berucap, ”Aaaaahhh ...” tiap kali merebahkan badan di atasnya.  kalah deh tempat tidur di hotel berbintang sekalipun

 

di sana ada dapur kecil tempat aku main masak-masakan (makasih Mama, atas buku kumpulan resepnya, besok aku mo bikin cheesestick J )

 

ada Mary-Jane Singsing, mesin jahit ku.

ada banyak buku, bukuku dan bukunya

ada Mel dan Tom (arrrgghhh ... aku kangen nggowes k’lian !)

ada Maggie, Kelly, Charlie, dan Robbie yang suka manjatin kakiku tiap kali aku kasih mereka makan (hei, ... aku bukan pohon, tauuuu !)

 

dan sekarang di sana udah dipasangin internet !

yihhaaa ... aku nggak perlu lagi cari wifi gratisan (hihihi, ketahuan nggak modal)

 

intinya, ke sana aku selalu ingin pulang

karena di sana ... RUMAH PALING ENAK SEDUNIA !

 

senangnya, cita-citaku sejak kecil akhirnya kesampaian juga : punya rumah sendiri

(well, nggak sendiri sih.  rumah itu kan belinya patungan sama Yudi.  tapi kan, seperti yang selalu dia bilang, ”Suami dan istri itu adalah satu.  Jadi, milikku, milik kamu juga, irma.”)

 

emang paling enak tinggal di rumah sendiri

mau ngapaian juga, aku boleh.  kan rumahku sendiri

 

pulang, yuk ??

 

 

 

 

 

Wednesday, January 6, 2010

Sebuah Buku Harian yang Indah...

 

.... nice story, dikutip dari milis theaddress-deluxe@yahoogroups.com ....

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

kisah ini dikirim oleh seorang teman...



Ayah dan ibu telah menikah lebih dari 30 tahun, saya sama sekali tidak pernah melihat mereka bertengkar. Di dalam hati saya, perkawinan ayah dan ibu ini selalu menjadi teladan bagi saya, juga selalu berusaha keras agar diri saya bisa menjadi seorang pria yang baik, seorang suami yang baik seperti ayah saya. Namun harapan tinggallah harapan, sementara penerapannya sangatlah sulit. Tak lama setelah menikah, saya dan istri mulai sering bertengkar hanya akibat hal - hal kecil dalam rumah tangga.


Malam minggu pulang ke kampung halaman, saya tidak kuasa menahan diri hingga menuturkan segala keluhan tersebut pada ayah. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun ayah mendengarkan segala keluhan saya, dan setelah beliau berdiri dan masuk ke dalam rumah.

Tak lama kemudian, ayah mengusung keluar belasan buku catatan dan ditumpuknya begitu saja di hadapan saya. Sebagian besar buku tersebut halamannya telah menguning, kelihatannya buku buku tersebut telah disimpan selama puluhan tahun. Ayah saya tidak banyak mengenyam pendidikan, apa bisa beliau menulis buku harian? Dengan penuh rasa ingin tahu saya mengambil salah satu dari buku-buku itu. Tulisannya memang adalah tulisan tangan ayah, agak miring dan sangat aneh sekali, ada yang sangat jelas, ada juga yang semrawut, bahkan ada yang tulisannya sampai menembus beberapa halaman kertas. Saya segera tertarik dengan hal tersebut, mulailah saya baca dengan seksama halaman demi halaman isi buku itu.

Semuanya merupakan catatan hal hal sepele, seperti:

"Suhu udara mulai berubah menjadi dingin, ia sudah mulai merajut baju wol untuk saya."

"Anak - anak terlalu berisik, untung ada dia"

Sedikit demi sedikit tercatat, semua itu adalah catatan mengenai berbagai macam kebaikan dan cinta ibu kepada ayah, mengenai cinta ibu terhadap anak anak dan terhadap keluarga ini. Dalam sekejap saya sudah membaca habis beberapa buku, arus hangat mengalir di dalam hati saya, mata saya berlinang air mata. Saya mengangkat kepala, dengan penuh rasa haru saya berkata pada ayah, "Ayah, saya sangat mengagumi ayah dan ibu"


Ayah menggelengkan kepalanya dan berkata, "Tidak perlu kagum, kamu juga bisa."


Ayah berkata lagi, "Menjadi suami istri selama puluhan tahun lamanya, tidak mungkin sama sekali tidak terjadi pertengkaran dan benturan. Intinya adalah harus bisa belajar untuk saling pengertian dan toleran. Setiap orang memiliki masa emosional, ibumu terkadang kalau sedang kesal, juga suka mencari gara - gara, melampiaskan kemarahannya pada ayah, mengomel. Waktu itu saya bersembunyi di depan rumah, di dalam buku catatan saya tuliskan segala hal yang telah ibumu lakukan demi rumah tangga ini. Sering kali dalam hati saya penuh dengan amarah, waktu menulis kertasnya sobek akibat tembus oleh pena.
Tapi saya masih saja terus menulis satu demi satu kebaikannya, saya renungkan bolak balik dan akhirnya emosinya juga tidak ada lagi, yang tinggal semuanya adalah kebaikan dari ibumu"


Dengan terpesona saya mendengarkannya. Lalu saya bertanya pada ayah,

"Ayah, apakah ibuku pernah melihat catatan-catatan ini?"

Ayah hanya tertawa dan berkata, "Ibumu juga memiliki buku catatan. Dalam buku catatannya itu semua isinya adalah tentang kebaikan diriku. Kadang kala dimalam hari,menjelang tidur, kami saling bertukar buku catatan, dan saling menertawakan pihak lain.

"Memandang wajah ayah yang dipenuhi senyuman dan setumpuk buku catatan yang berada di atas meja, tiba - tiba saya sadar akan rahasia dari suatu pernikahan..



Cinta itu sebenarnya sangat sederhana.....