Thursday, November 18, 2010

yang hamil siapa, yang sensi siapa

 

"Perasaan yang hamil aku deh, tapi kok ya Yudi yang jadi pelupa ???"

Katanya nih, perempuan hamil tuh jadi moody, sensi, pelupa, sering ngidam, dan morning sickness.  Tapi percaya atau nggak, sampai usia kandungan 9 bulan ini irma sama sekali nggak ngalamin semua itu.

Teman-teman bilang irma beruntung sekali.

Yup, betul banget.  Alhamdulillah.  Satu-satunya keluhan irma cuma cepat merasa lelah.  Makanya Sabtu - Minggu dan hari libur kerjaannya tiduuuuuuurrrr mulu.  Padahal biasanya di waktu libur gitu irma suka main masak-masakan, nyobain aneka resep yang Mama kasihin.  Baru di bulan Ramadhan irma kembali menginjak dapur.  He eh, nggak enak aja sama suami masa' tiap sahur makannya mi instan mulu ???  Tega bangett. 

Nggak ada keinginan makan makanan tertentu, nggak ada perubahan sikap, tapi justru Wahyudi yang ngalamin semua itu.

"Eh, aku pengen makan ... deh !  Keluar yuk !" tiba-tiba aja dia bilang begitu menjelang tengah malam.

"Dih, tuh orang !  Ampun deh !  Kelakuannya !  Nggak ada otaknya apa ?  Dasar bego !  Bener yang dibilang si boss, di Indonesia ini banyak orang gila.  Jalan aja nggak mikir-mikir.  Udah ada jalurnya tetep aja jalur orang lain dipake.  Nggak pernah sekolah ya ??  Huh, pasti deh waktu sekolah dulu kerjaannya ngabur mulu," tiba-tiba aja dia ngomel saat lagi mengendarai mobil.  Sementara irma di sebelahnya cuma mengucapkan istighfar melihat kelakuan pengendara lain yang ugal-ugalan.  Padahal dulu Wahyudi paling cuek sama kelakuan orang lain.

"Duh, aku lupa !  Maaf ya, bener-bener lupa.  Padahal tadi udah kucatat di agenda, di reminder handphone juga.  Sorry ya ???"  Kalau ini sih, seriiiiiiiiiiinnnggg sekali dia ucapin tiap kali irma menanyakan hal yang udah irma pinta dan ingatkan sebelumnya.

Huehehehehhehhehehe.

Thanks God, selama ini irma bisa menghadapi semua perubahan itu dengan sikap santai dan ketawa-ketiwi.  Anggap aja semacam hiburan.  Tapi kalau sensinya dah keterlaluan, ya irma ledekin aja biar dia agak cooling down.

Makanya sering sekali irma menggodanya, "Di, perasaan yang hamil tuh irma deh.  Tapi kok  yang berubah sikap Yudi ya ??  Perubahan irma cuma di badan aja, jadi melendung begini.  Hahahaha."

Kalau irma bilang begitu Wahyudi cuma bisa cengengesan aja.

"Padahal ya," kata irma lagi, "Waktu kawinan dulu aku nggak ngambil rangkaian melati kamu lho !"

Dulu, ada seorang teman yang cerita.  Ibunya berpesan, kalau dia menikah nanti agar diam-diam mengambil rangkaian melati dari keris yang dipakai suaminya.  Katanya biar kalau dia hamil nanti yang ngidam suaminya, bukan dia.  Yang mengalami sakit-sakit waktu persalinan juga suaminya.

Huehehehehehe ... entah betul entah tidak mitos tersebut, tapi yang jelas irma nggak ngelakuin itu lho !

I think I'm just so lucky.

 

Wednesday, November 17, 2010

she's gone too

 

... irma belum pernah mendampingi orang sakratul maut tapi irma nggak pernah nyangka irma bakalan mendampingi seekor anak kucing melepas ajal ...

***


"irma !  Kiri kayaknya mati deh !"

irma terlompat dari tempat tidur mendengar teriakan Wahyudi pagi itu.  Hwaduuuhh ... pergi lagi deh satu anak kucing peninggalan Obie, kata irma dalam hati.  irma bergegas menghampiri Wahyudi di teras belakang.  Ia sedang berlutut di samping keranjang tempat Kiri dan Bianca tidur.

"Eh, kayaknya nggak deh.  Tuh masih napas," Wahyudi memegang Kiri.

Kiri tergolek lemah di dalam keranjangnya.  Beda banget sama Bianca yang melompat-lompat di samping Wahyudi, ribut mengeong-ngeong minta makan.    irma bergegas menyiapkan susu dan makanan kucing buat Kiri dan Bianca.

"Tapi buka mulut aja dia nggak mau," kata Wahyudi waktu irma kembali dari dapur dengan susu dan makanan kucing yang dilembutkan.

irma menatap Kiri dengan sedih.  Tadi malam ia masih mau makan.  Malah lahap sekali sampai jari irma yang menyendokinya tergigit olehnya.  Memang waktu kami pulang ia terlihat lemah.  Semula irma kira ia tidak bisa keluar dari keranjangnya.  Karena ia hanya diam bertumpu pada dinding keranjang, menatap irma dengan wajah memelas.  Tapi sewaktu irma bawakan susu dan makanan kucing yang dilembutkan, ia memanjat dinding keranjang dan menghampiri kami meminta makan.

"Duh, aku nyesel banget tadi pagi waktu Bianca bangunin aku cuek aja," sesal Wahyudi.  Subuh tadi kami memang mendengar Bianca ribut mengeong-ngeong.  Nggak terpikir oleh irma maupun Wahyudi kalau mungkin saja saat itu sebenarnya Bianca memberitahu kami tentang kondisi Kiri.  Bukan meminta makan seperti biasa.

"Aku lebih nyesel lagi," kata irma sambil menyuapi Bianca.  Wahyudi berusaha menyuapi Kiri.  "Kalau seandainya tadi malam aku nggak maksain ke rumah sakit, kan Kiri nggak bakalan telat dikasih makan dan minum.  Kayaknya seharian kemarin dia dehidrasi makanya sampai lemes begini."

"Kan kamu memang harus ke rumah sakit," ujar Wahyudi.
"Ya tapi kan bisa aja aku ke rumah sakit sendiri, nanti Yudi nyusul setelah ke rumah dulu kasih makan Kiri dan Bianca.  Biasanya juga begitu," irma bilang.

Wahyudi mengelus bahu irma.  "Udahlah, nggak usah menyesal begitu."

Kiri masih tidak mau membuka mulut.  Wahyudi memaksanya agar susu bisa masuk ke dalam mulutnya.  Hanya beberapa sendok saja.  Setelah itu mulutnya terkatup rapat.  Bahkan ketika kami menyodorinya makanan kucing yang dilembutkan, ia membuang muka.  Padahal biasanya ia suka sekali dengan makanan kucing itu.

"Ya udahlah, nggak usah dipaksa," kata irma.  "Mungkin perutnya sakit jadi dia males makan.  Kita kasih air gula aja biar ada tenaga."

irma kembali ke dapur untuk mengencerkan madu.  Air madu itu kemudian Wahyudi cekoki ke dalam mulut Kiri.  Setelah itu Kiri dibaringkan dalam keranjangnya.  Sementara Bianca tidur-tiduran di sampingnya.  Sesekali Bianca mengendus-endus kepala Kiri, seolah mengajaknya bermain.  Tapi Kiri terlalu lemah untuk meladeni candaannya.

Jadi ingat tadi malam waktu kami masukkan Kiri dan Bianca ke dalam keranjangnya setelah mereka makan dan minum susu, irma lihat Bianca duduk menempel di samping Kiri.  Satu kaki depannya melingkari leher Kiri seolah sedang memeluknya.  Tumben-tumbenan kali itu Bianca begitu tenang.  Biasanya dia gragas banget nggak bisa diam.  Ia hanya diam balas menatap irma waktu irma melongok ke dalam keranjangnya.  Satu kaki depannya tetap memeluk Kiri.  irma ingat Kiri pun berlaku begitu kepada Soklat waktu Soklat sakit.

Wahyudi mandi.  Hari ini ia memutuskan berangkat siang karena semalam kami baru sampai rumah jam satu malam.  Sedangkan irma memang hari ini direkomendasikan dokter untuk istirahat setelah tadi malam diobservasi di IGD selama hampir dua jam.

"Meeeeng ..."

Terdengar suara mengeong lemah dari dalam keranjang. 
irma bergegas ke sana.  Badan Kiri mengejang.  Matanya terbelalak.  Mulutnya membuka.  Napasnya tersengal-sengal.

"Huaaaaa ... kayaknya Kiri mau pergi !" seru irma kepada Wahyudi yang sedang di dalam kamar mandi.

Wahyudi entah menjawab apa.  Suaranya tenggelam di antara suara percikan air.

irma berlutut di samping keranjang Kiri.  "Kiri, kalau memang lebih baik kamu pergi, pergilah.  Kami ikhlas," irma membelai-belai kepala, badan hingga ekornya.  Mata irma berkejap menahan air mata tapi toh akhirnya pertahanan irma bobol juga. 
Air mata irma bercucuran.

"Meeeeeennggg ..." Kiri kembali mengeong lemah.  irma tetap membelai-belainya.  Kiri masih mengeong lemah beberapa kali hingga akhirnya irma lihat dadanya tidak lagi bergerak naik turun tanda ia bernapas.  Kiri telah pergi.  Kini ia bersama Fighter dan Soklat yang sudah lebih dulu pergi.

Keluar dari kamar mandi Wahyudi langsung menghampiri irma di teras belakang.  "Kiri udah pergi," kata irma tersendat-sendat.  "Tolong kuburin ya, masih sempat kan sebelum Yudi berangkat ke pabrik ?"

Wahyudi mengangguk.  irma masuk ke dalam rumah.  Mencuci tangan, ganti baju, lalu duduk diam di kamar.  irma nggak sanggup melihat Kiri dimakamkan.

Terdengar Bianca mengeong.  ”Apa Bi ?” tanya Wahyudi.  ”Kiri udah nggak ada.”  Sepertinya Bianca mengiringi Wahyudi makamkan Kiri di bawah pohon kedondong di halaman belakang.  irma dengar Wahyudi bercakap-cakap dengannya.

Huhuhu, sedihnya.  Teringat minggu lalu Kiri masih lincah melompat-lompat bersama Bianca.  Mereka berdua selalu berlomba adu cepat manjat kawat pintu belakang.  Hari Sabtu kemarin ia mulai makan makanan kucing yang dilembutkan.  Lahap sekali ia makan bahkan minta tambah.  Tapi irma nggak berani kasih banyak-banyak karena khawatir perutnya belum cukup kuat untuk mencerna makanan padat.  Makanya makanan kucing itu biarpun sudah berupa pasta masih irma tambah air lagi biar lebih lembut.  Dari dua jenis rasa yang diberikan irma perhatikan Kiri lebih suka yang rasa ikan kembung daripada ayam.

Ingat juga bulu Kiri selalu putih bersih.  Kalau makan atau minum Kiri memang lebih tenang daripada Bianca yang selalu gragas.  Makanya irma bilang Kiri itu necis.  Perlente.  Bahkan Wahyudi pun pernah berkomentar, “Kiri cantik ya.”

Dooh, sekarang si cantik yang necis dan perlente itu sudah tiada. 

 

 

… it’s been one month and half since you’re gone Kiri, but still I miss you …


 

 

 





 

hidangan Idul Adha nan ajaib


"Eh, itu ada yang jual kulit ketupat !  Mau bikin ketupat nggak ??"

Wahyudi pun memutar mobil seiring seruan irma tersebut. 
Di perjalanan pulang kerja tadi kami berbincang mengenai Idul Adha esok hari.  irma mengeluhkan nggak sempat masak karena hari Selasa tetap ngantor.  Padahal yang namanya masak buat lebaran kan nggak sebentar.  Baru sempat bikin rendang aja hari Minggu kemarin.  Itupun (menurut irma) gagal karena salah pake jenis cabe jadinya rendang Jawa, bukan rendang Padang.  Abis, nggak ada pedes-pedesnya.  Ternyata pergantian jenis material mempengaruhi kualitas barang jadi.

Wahyudi bilang ya udahlah nggak usah repot-repot masak kalau nggak sempat.  Tapi waktu lihat penjual kulit ketupat di jalan Leuwinanggung menuju rumah, ia pun setuju untuk bikin ketupat.

"Tapi masak ketupat tuh lama lho.  Bisa sampai 4 jam," irma bilang.
"Ya nanti aku bantuin," katanya seraya menutup pintu mobil.  Karena irma malas turun dari mobil (dah makin berat nih perut !) jadi irma minta tolong Wahyudi aja yang beli kulit ketupatnya.

Nggak berapa lama Wahyudi balik lagi ke mobil.  "Mau sekalian bikin sayur pepaya juga nggak ?  Ada pepaya muda juga tuh."

irma tau Wahyudi suka sekali makan sayur pepaya seperti yang biasa ibunya buat tiap kali lebaran.  "Ya udah, beli aja sekalian.  Tapi abis ini mampir dulu ke warung sayur ya buat beli cabe merah," jawab irma.  Kebetulan dekat rumah ada warung sayur yang buka sampai tengah malam.  Lumayan lengkap dan aneka macam sayur yang dijualnya.

Menjelang jam sepuluh malam kami sampai rumah.  irma langsung mencuci beras dan bikin ketupat.  Setelah ketupat mulai direbus, irma pun mandi.  Abis itu mulai masak sayur pepaya.  Doooh, jari irma turut tergerus waktu lagi marut pepaya !  Darah pun mengucur deras. 

"Hei, bantuin dong !  Jariku luka nih !" irma membangunkan Wahyudi yang tertidur di kursi panjang depan tivi.  Gimana neeh, tadi katanya mau bantuin bikin ketupat.  Kok ya malah tidur ??

Wahyudi mengucek-ucek mata.  "Jam berapa nih ??"
"Hampir jam dua belas.  Nih, tolong bantuin terusin marut pepaya ya, jariku luka nih ikut keparut," irma menyorongkan pepaya dan parutan, beserta piring untuk menampung hasil memarut.

Wahyudi pun lalu memarut pepaya sementara irma menyiapkan bumbu.  Biar praktis, pake blender aja ah.  Males nggiling-giling cabe, bawang merah, bawang putih, dan kemiri pake ulekan.  He eh, manfaatkan teknologi dong !

Jam setengah satu mulai masak sayur pepaya.  Sambil sesekali menambah air ke dalam rebusan ketupat.  Sementara Wahyudi nyapu dan beres-beres rumah.  Akhirnya dia nggak jadi bantuin masak ketupat. 
Huehehehe, tapi dia memang lebih terampil dalam hal bersih-bersih. 

Satu jam kemudian sayur pepayanya siap.  Waktu irma icip, lho kok rasanya jadi manis begini ??  Padahal tadi irma cuma nambahin gula satu sendok teh sesuai resep.  Malah cabe merah keritingnya yang dibanyakin. 
Tapi kok nggak berasa pedes ya ???

Mungkin lidah irma lagi kacau, kata irma dalam hati.  irma lalu minta Wahyudi mencicipi sayur pepaya tersebut.

"Iya, emang manis.  Rasanya malah jadi kayak mangga, ada asem-asemnya," komentar Wahyudi kemudian.

Huaaaaaa .... gagal lagi deh masakannya !  Heran, kok akhir-akhir ini masakan irma jadi kacau balau.

"Yah, gagal lagi deh," irma memandang sayur pepaya tersebut dengan sedih.  Emang sih, seharusnya pakai air kaldu.  Tapi di rumah lagi nggak ada daging buat bikin kaldu.  Sedangkan irma paling nggak suka pake bumbu kaldu instan.  Jadi tadi irma putuskan masak sayur pepayanya pake santan encer aja.  Nggak nyangka hasilnya jadi ajaib begini.  Mana bentuknya lebih mirip bubur daripada sayur karena hasil parutannya halus sekali.

"Nggak kok.  Ini karena pepaya yang dipake ketuaan, jadi pepayanya udah terlalu manis buat dibikin sayur," hibur Wahyudi.  "Lagipula, kamu malah jadi menemukan masakan baru nih."

Apa tuh ??

"Bubur pepaya rasa mangga."

Hahahahaha, Wahyudi memang paling bisa menghibur.

irma lanjut masak lagi.  Kali ini nggoreng kerupuk udang.  Selesai nggoreng kerupuk irma mengambil satu ketupat dari dalam panci untuk dicoba.  Sesuai ajaran Mama, ketupat itu irma tiriskan, trus dilap kain bersih untuk mengeringkan sisa-sisa air, lalu digantung.  Setengah jam kemudian setelah dingin ketupat tersebut irma belah.

Horeeeeee ... ketupatnya sukses !  Padat dan matangnya pas.  Lebih bagus daripada ketupat yang irma buat waktu lebaran Idul Fitri kemarin.

"Alhamdulillah, senggak-nggaknya ketupat dan kerupuk udangnya bagus," irma berkata gembira.  Ketupat itu lalu irma potong-potong, disiram dengan sayur pepaya (eh, salah deng.  bubur pepaya !), dikasih daging rendang beserta rabuk-rabuknya, dan kerupuk udang. 

"Cobain yuk !" irma mengajak Wahyudi mencicipi hidangan Idul Adha tersebut.
"Bentar, aku cuci tangan dulu ya.  Baru abis ngepel nih," kata Wahyudi.

Sambil menunggu Wahyudi membereskan perlengkapannya mengepel dan cuci tangan, irma merapikan dapur.  Ketupat dari panci rebusan sudah diangkat semua.  Sekarang digantung-gantung di tempat biasa kami menggantung baju.

"Yuk," Wahyudi keluar dari kamar mandi.

Nyam, nyam, nyam, pukul setengah tiga dini hari itu kami menyantap hidangan Idul Adha dari satu piring yang sama.  Memang paling enak makan sepiring berdua begitu.  Meski lauknya gagal dan berasa ajaib.  Niat bikin pedes kok ya jadinya malah manis begini. 

Wahyudi menyendok seiris ketupat beserta kuah sayur pepaya dan sekerat daging rendang.  "Ketupat bubur pepaya rasa mangga, hanya ada di H-71," katanya.  Lalu sendok itu masuk ke dalam mulutnya diiringi sepotong kerupuk udang.  Kruk, kruk, kruk, mulutnya mengunyah-ngunyah.

"Hmmm ... enak.  Lebih enak lagi kalau pake kecap."

Hahahaha, nikmat sekali santapan kami dini hari itu, diiringi takbiran Idul Adha dari boulevard tugu sinergi tempat sholat ied nanti pagi.


... selamat lebaran haji ya ...