mimpi

Aku berjalan menyusuri selasar.  Dalam satu gedung yang tampaknya ku kenal baik.  Sepertinya itu SMA ku dulu.  Berdinding abu-abu, lantai tegel kusam.  Di ujung koridor ada tangga.  Bel sekolah menggantung diam di sampingnya.  Sepi.  Tidak ada siapa-siapa di sana.

 

Tiba-tiba seseorang muncul dari kelokan.  Aku lupa namanya.  Tapi dia teman sekelasku waktu SMP.  Bulu matanya lentik, rambut ikal.  Matanya berbinar-binar tiap kali ia tersenyum.  Senyumnya masih seperti dulu.  Membuat siswi satu sekolah tergila-gila padanya. 

 

“Apa kabar ?” ia kelihatan senang bertemu denganku.

Aku menjawab, “Aku sakit.  Dua kali aku dioperasi.”

Ia terkejut.  “Kenapa ?”

“Kistektomi SOD.”

Tangannya menyentuh wajahku, “Jangan sakit ir.  Aku ingin ibu bapak datang ke sini ketemu kamu.”

Aku terperangah.  Rasanya sebelumnya juga ada seseorang yang bilang semacam itu ke aku.  Tapi siapa ?  Aku tak bisa mengingat orangnya.

 

Jarinya masih di wajahku.  Membelai.  Lalu ia berbalik.  Jalan menaiki tangga.  Sebelum hilang dari pandangan masih sempat ia menoleh dan bertanya, “Itu penyakit keturunan ya, ir ?  Itu penyakit keturunan ya ?”

 

Aku termangu.  Aku tidak tau.  Lalu aku ingat dulu ia pacaran dengan anak basket.  Cewek itu yang mengejar-ngejarnya.

 

Aku tidak tau aku di mana.  Seorang teman kantor menghampiriku.  “Gile lo ya.  Dalam sehari ini dua orang cowok katakan cinta sama elo !”

Oh ya ?  Siapa ?  Aku tidak bisa mengingatnya.

 

Lalu, aku berpindah lagi.  Duduk di antara keramaian.  Aku tidak bisa melihat wajah-wajah mereka.   Dia ada di sana.  Duduk di hadapanku.  Wajahnya tampak jelas di pandangku.  Ia ambil tanganku, lingkarkan sekeliling lengannya.  Aku menatapnya heran.  Kenapa ?  Matanya melihat ke dalam mataku.  Jangan pergi.  Jangan tinggalkan aku.

 

Kemudian aku terbangun.  Tidak ada siapa-siapa di sekitarku.