Hari ke – 4 sekaligus terakhir, Senin 21 Agustus 2006
Triiingg ! Jam 6 pagi handphone irma bunyi nandakan sms masuk. Dari Tety. ‘Jadi jalan-jalan pagi nggak ?’ tanyanya. Jadi. Irma lalu sms Wahyudi kasih tau untuk siap-siap ngelencer. ‘Di luar masih hujan. Gerimis,’ bunyi sms balasan Wahyudi. Oh pantas kok langit masih gelap. Ya udah kalau gitu sarapan dulu aja. Nanti kalau hujan udah berhenti kita baru jalan keluar. Eh tapi irma mau foto sunrise dulu ya. Kalau di Medan matahari terbit lebih siang. Kebetulan jendela kamar irma menghadap Mesjid Raya dan menaranya. Kayaknya bagus foto matahari terbit di antara kedua bangunan itu.
Jam setengah tujuh irma ke restoran. Irma berharap hari ini ketemu kue lupis lagi seperti kemarin. Tapi rupanya kue yang dihidangkan hari ini berbeda L Jadi irma makan nasi sedikit dan pepaya. Sambil baca aneka greeting atau sapaan dalam berbagai bahasa yang ditulis pada kertas alas piring. Hei, kata Galuh yang bahasa Belanda salah tuh !
Karena hidangan yang lain tidak menarik hati irma lalu keliling-keliling restoran melihat-lihat foto-foto Medan tempo doeloe yang dipasang di dinding. Foto rumah kediaman putra Sultan Deli, Istana Maimoon, kantor kereta api, Taman Sri Deli dan jalan Pinang yang dulunya disebut jalan Nienhuys. Rupanya foto-foto itu berasal dari BWS. Kemarin Bang Hardi memang bilang salah seorang anggota dewan komisaris BWS adalah pemilik Garuda Plaza Hotel.
Nggak berapa lama datang Wahyudi, kasih tau Tety udah nunggu di lobby. Tety nggak mau sarapan, dia udah nggak sabar pengen buru-buru ngelencer. Ya udah kalau gitu kita berger(ak). Kan hujan juga udah berhenti. Oh iya, Ela mana ? Biasanya kalau irma dan Wahyudi jalan pagi-pagi seperti ini Ela juga pengen ikut. ‘Ela masih mabok durian,’ kata Tety. Wah, pasti nggak enak. Itu tuh yang namanya nikmat membawa sengsara.
Keluar halaman hotel kita disambut becak motor tawarkan jasa. Tety kepengen naik. Tapi irma bilang Mesjid Raya dan Istana Maimoon dekat dari hotel. Mending jalan kaki aja. Lagipula sepanjang jalan pasti Tety dan Wahyudi bakalan asik memotret. Jadinya tawaran abang becak tadi kita tolak. Dari halaman hotel kita berbelok ke kanan. Lurus berjalan sampai persimpangan jalan. Di salah satu sudut simpang empat itu berdiri Mesjid Raya.
Masjid Raya Al-Mashun Medan didirikan oleh Sulthan Ma’moen Al-Rasjid Perkasa Alamsyah pada tahun 1906. Ini kata plakat di halaman mesjid yang dibuat oleh Dinas Pariwisata Kodati II Medan. Plakat itu juga bilang mesjid pertama kali dipakai tanggal 19 September 1909. Tapi dalam buku ‘Sejarah Medan Tempo Doeloe’ karya Tengku Luckman Sinar SH, katanya Sultan Deli yang membangun mesjid ini bernama Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah, dan mulai dipakai sembahyang 10 September 1909. Lha, kok beda. Mana yang benar sih ?? Ah bingung … L
Dana sebesar 500 ribu gulden untuk membangun mesjid ini berasal dari Sultan Deli, Deli Maatschappij, dan hartawan Cina Tjong A Fie. Jam di mesjid merupakan hadiah dari Ratu Wilhelmina. Di seberang Mesjid Raya terdapat Taman Sri Deli yang dulu disebut Taman Tengku Chadijah. Taman ini persembahan dari Sultan Deli Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah kepada permaisurinya. Wah, seperti bangunan Taj Mahal di India ya. Itu kan tanda cinta seorang raja kepada istrinya.
Kita nyeberang biar bisa dapat sudut yang bagus buat motret Mesjid Raya. Untung kita ke sini pagi-pagi. Jadi belum banyak kendaraan lalu-lalang. Tapi irma sengaja nunggu biar kendaraan khas Medan ikut terlihat dalam foto. Itu tuh, sudako dan becak. Biar ketahuan gitu kalau foto nya beneran dibuat di Medan, hehehe.
Lagi nunggu Wahyudi dan Tety motret – dasar fotografer gadungan, kalau motret lama ! – seorang tukang becak yang dari tadi merhatiin kita ngajak irma ngobrol. Dari mana dek, udah ke mana aja, gitu tanyanya. Dari Jakarta bang, kemarin kita udah ke Toba dan Brastagi, hari ini mau keliling kota Medan, jawab irma. ‘Putar-putarlah. Istana Maimoon, Stadion Teladan,’ katanya lagi. Hehe, tau sih maksudnya nawarin keliling kota Medan pake becak(nya) kan ?! irma bilang nanti kita akan keliling rame-rame dengan rombongan yang lebih besar. Mau ke Istana Maimoon juga.
Irma ajak Tety dan Wahyudi untuk pindah mendekati mesjid. Kalau nggak diingatkan, dua orang itu bisa lupa waktu karena keasikan foto di satu tempat. Kita lalu nyeberang lagi buat foto mesjid dari dekat. Waktu irma mau foto menaranya, irma perhatikan Tety foto conblock. Kok Tety foto conblock sih ? Ternyata Tety foto bayangan menara di air yang tergenang menutupi conblock. Kayaknya menarik nih. Cobain ah. Irma ikut-ikutan foto bayangan menara di conblock. Trus Wahyudi ngikut juga. Tapi waktu dia mau foto, irma sama Tety malah berdiri di atas bayangan menara jadinya bayangan irma dan Tety yang kefoto. Hihihihi, emang kita sengaja berdiri di situ buat ngejahilin Wahyudi J
Trus irma ajak Tety dan Wahyudi jalan ke Istana Maimoon. Lagi menuju sana ada sekumpulan burung Merpati putih bergerombol di trotoar. Waaah lucu nih. Tapi gimana motretnya ? irma sama Tety jalan mengendap-endap mendekati burung-burung itu. Yaaah gagal. Mereka tau kita datang. Langsung pada terbang ke atap rumah. Kenapa sih kalian nggak mau difoto ? Gaul dong sama Batmus yang pada banci foto.
Sampai di pertigaan jalan Mesjid Raya dengan jalan Brigjen Katamso. Tepat di hadapan kita terbentang bangunan memanjang berlantai dua. Di depannya halaman rumput terhampar dengan pohon-pohon Palem berdiri tegak. Itulah Istana Sultan Deli. Istana Maimoon.
Agak sulit memotret istana ini. Habis, pohon-pohon Palem yang tinggi itu nutupin. Mana di istananya sendiri juga banyak digantungin spanduk-spanduk. Sedih melihatnya kumuh tak terawat begitu. Padahal di zaman kepemimpinan Sultan Deli Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah, istana ini begitu megah. Pada waktu itu Deli mengalami puncak kemakmurannya sehingga dijuluki ‘Deli het Dollarland’ (Deli negeri dolar). Kekayaan Sultan di masa itu berasal dari bisnis tembakau Deli, kontrak tanah dan pajak tanah perkebunan.
Irma, Tety dan Wahyudi berpencar mencari sudut pengambilan foto masing-masing. Anak-anak yang lagi ramai bermain-main di tanah lapang depan istana merhatiin kita. Seorang anak suku Tamil – kalau di Medan istilahnya ‘orang keling’ – minta irma foto dia bersama temannya. Tadinya irma tolak. Tapi dia nguntit terus ke mana pun irma bergeser. Akhirnya irma foto. Eeeh … abis difoto dia menyorongkan tangan, minta uang ! Sebel ! Yang kayak gini nih yang bikin orang malas berkunjung ke tempat wisata. Langsung aja irma tinggal. irma gabung sama Tety.
Wahyudi lalu datang bergabung kemudian. Dia juga tadi dimintain foto dan uang sama anak-anak kecil di depan istana. ‘Bang, foto bang,’ irma dan Tety menggodanya, ngikutin gaya anak-anak itu. Wahyudi langsung ngacir, jalan duluan ke arah Mesjid Raya. Ayo dong Om, fotoin kita. Om ganteng deh, hihihi
Di depan menara Mesjid Raya Wahyudi berhenti untuk memotret bayangan menara di air. Kali ini dia bisa leluasa memotret karena irma dan Tety nyangkut di kedai makanan depan mesjid. Waktu jalan ke Istana Maimoon tadi Tety lihat bakwan di sana kayaknya enaaak banget. Jadi sekarang sambil jalan balik ke hotel Tety mampir ke kedai buat beli bakwan. Kedai itu menjual aneka makanan. Ada kue donat, aneka gorengan, balada telur, bihun goreng, balado terong, gulai asam padeh. Hmmm … yummy ! Kelihatan enak-enak semua. Kayaknya lebih asik sarapan di sini daripada di hotel.
‘Ma, kamu mau apa ?’ tanya Tety. Irma minta dibeliin bihun goreng. Trus irma lari ke depan kedai buat motret Tety dan ibu penjual makanan. Eeeh ada cowok yang bolak-balik hilir mudik nggak jelas di depan kedai. Ni’ cowok kenapa sih ? Mau difoto juga ?? Akhirnya irma foto aja deh. Selesai irma foto baru tu’ cowok pergi sambil senyum-senyum. Senang ya bang ? Padahal begitu dia pergi fotonya langsung irma hapus tuh. Haa kutipu kau ! Sekarang irma mau foto Tety dan ibu penjual. Ibu itu ramah sekali melayani kita. Dia kira kita reporter dari media massa. Pada bawa kamera. Padahal sih, … Reporter Batmus bu J
Waktu kembali ke hotel, teman-teman yang lain udah pada check-out dan bersiap berangkat. Di salah satu pojok lobby ketiga komputer yang tersedia dipake Tia, Alice dan Indi nginternet. Adnin - suaminya Indi - pun ada di sana, buka internet pake laptop pribadi. Aduh para Batmus ini ternyata nggak bisa nggak on-line ya !
Irma segera ke lantai lima untuk mengambil tas dan barang bawaan lainnya. Abis gitu bareng Galuh turun ke lobby. Di sana Ninta lagi mendata bawaan para peserta. Tambahan bagasi dikasih pita merah-hijau sebagai tanda. Ninta juga udah nyiapin tag rombongan dari Batavia group. Wah, panitia top banget deh ! Kerjanya apik dan penuh persiapan.
Seharusnya jam 7.30 kita udah meninggalkan Garuda Plaza Hotel. Tapi yah … biasalah telat-telat dikit. Jadinya jam 8 kita baru berangkat. Kali ini Bang Hardi bertindak sebagai tour leader. Acara kita hari ini adalah Jelajah Warisan Kota - Medan Heritage Trail.
Tujuan pertama adalah Lapangan Merdeka. Inilah titik orientasi lay-out dan pembangunan Medan sebagai sebuah kota modern sejak tahun 1869. Di sini kita turun dan mendengarkan Bang Hardi jelaskan tentang bangunan di sekitar Lapangan Merdeka.
Yang pertama adalah Kantor Pos Besar yang didirikan pada tahun 1909 – 1911 untuk menggantikan kantor pos lama yang telah ada sejak tahun 1879. Bangunan ini merupakan proyek terbesar ternama Snuyf, seorang arsitek yang kemudian menjadi kepala Dinas Pekerjaan Umum untuk Hindia Belanda. Irma belum pernah masuk ke dalam. Tapi katanya interior dalamnya baguuus sekali, berhias keramik dan lukisan burung merpati pos. Oh iya, katanya kantor pos ini juga merupakan km 0 nya kota Medan. Betul nggak ??
Di seberang tempat Batmus kumpul berdiri terdapat bangunan yang ditutupi pagar seng warna kuning bertuliskan nama mal yang sedang dibangun. Ini nih yang bikin irma sedih. Karena di sana berdiri Balai Kota Medan yang dulunya bernama ‘Gemeentehuis’. Bangunan ini dirancang oleh arsitek C.M. Boon. Semula bangunan ini untuk kantor Javasche Bank (Bank Sentral Hindia Belanda). Tetapi rancangannya ditolak oleh dewan direktur Javasche Bank di Jakarta. Dewan Kota Medan yang baru berdiri pada tahun 1906 kemudian membeli dan menggunakan gedung ini. Pada tahun 1923 Biro Arsitek Hulswit dan Fermont di Weltevreden, Batavia dan Ed. Cuypers di Amsterdam memperbaikinya. Di puncak gedung terdapat menara jam dan lonceng. Pada tahun 1913 hartawan Cina Tjong A Fie memberikan jam buatan firma Van Bergen, Belanda.
Sejak tahun 2004 gedung Balai Kota ditutupi pagar seng karena di belakangnya akan dibangun mal. Katanya sih bangunan aslinya akan tetap dipertahankan. Untuk teman-teman yang kemarin tidak berhasil memotretnya, ini irma berikan foto gedung Balai Kota di malam hari. Cantik ya dia.
Di sebelah gedung Balai Kota terdapat gedung Bank Indonesia yang dulu bernama Javasche Bank. Gedung ini dirancang oleh Eduard Cuypers dari Amsterdam dan selesai dibangun pada tahun 1909. Untuk irma, agak susah memotret gedung bank ini karena bangunannya yang memanjang sedangkan area untuk memotretnya terbatas (ah irma nya aja yang nggak bisa motret tuh ! ). Yah tapi diusahain juga deh. Foto yang irma buat diambil malam hari pada bulan Oktober 2004, bersamaan waktunya dengan irma motret gedung Balai Kota.
Tepat di depan Kantor Pos dan di samping Bank Indonesia ada hotel yang bernama Hotel Dharma Deli. Tahun lalu irma pernah menginap di sana. Waktu cerita ke Mama, beliau bilang, ‘Oh Hotel De Boer !’ Memang bangunan aslinya dulu dinamakan Hotel De Boer. Biarpun sekarang bangunannya sudah ditambah-tambah dan namanya menjadi Hotel Dharma Deli, tetap aja orang-orang Medan lama – seperti Mama nya irma – bilang itu Hotel De Boer.
Hotel De Boer didirikan pada tahun 1898. Pemiliknya yang berasal dari desa Workum di Belanda bernama Aeint Herman de Boer. Diawali dari sebuah restoran, bar dan 7 kamar, hingga akhirnya memiliki 120 kamar di tahun 1930. Hotel ini terkenal dengan hidangan kue speculaas, kue tradisional Belanda rasa rempah-rempah. Beberapa bulan sebelum perayaan St. Nicholas pada 5 Desember, hotel De Boer sudah menerima pesanan speculaas dari berbagai penjuru Hindia Belanda bahkan Singapura, Bangkok dan Hongkong.
Banyak selebritis mengunjungi Hotel De Boer. Tamu-tamu ngetop yang pernah menginap di sana antara lain Raja Leopold dari Belgia, Pangeran Schaumburg-Lippe, kemenakannya Ratu Wilhelmina dari Belanda dan Mata Hari. Mata Hari adalah seorang penari terkenal sekaligus mata-mata berkebangsaan Belanda yang tinggal di Medan pada kurun waktu 1898 – 1900. Apa ya tugas dia di Medan ?
Bang Hardi mengajak rombongan berger(ak) ke arah Kantor Pos tapi irma dan Wahyudi malah berjalan ke arah sebaliknya. Irma ingin sekali difoto di depan gedung Lonsum di pojok jalan Kesawan. Dulu gedung ini bernama Juliana Building dan digunakan oleh Harissons & Crossfield, perusahaan perkebunan milik Inggris. Sekarang dipakai oleh PT PP London Sumatra Tbk. Makanya disebut gedung Lonsum. Gedung Lonsum merupakan bangunan pertama di Medan yang menggunakan lift. Lift nya berupa kerangkeng baja dengan dekorasi art deco, masih berfungsi baik hingga sekarang. Irma pernah masuk gedung ini lho ! Pernah pake liftnya juga, didampingi oleh operatornya karena tidak boleh sembarangan orang mengoperasikan lift tersebut. Gedung ini punya kembaran di London.
Lagi foto di depan Gedung Lonsum itu, irma baru sadar ternyata irma diperhatiin sama para pelayan salah satu restoran di Lapangan Merdeka. Sekarang di sana memang banyak café dan tempat makan, dilengkapi dengan tenda dan kursi buat duduk-duduk di luar. Biasanya malam baru rame, karena kalau siang orang malas duduk di luar. Panas dan berdebu. Malam juga berdebu sih. Tapi kan nggak kelihatan debunya, hehehe.
Ih, irma maluuu deh dilihatin. Mana mereka pada ketawa-ketawa lagi L Dasar emang irma bukan banci foto, dilihatin gitu langsung buru-buru ngacir. Wahyudi memanggil-manggil, minta irma jangan kabur. Dia ingin foto irma berlatarkan gedung yang mirip dengan gedung Museum Bank Mandiri di Kota, Jakarta. Ternyata memang gedung itu peninggalan NHM alias Nederlandsche Handle Maatschappij. Tau kan gedung Museum Bank Mandiri itu dulunya gedung NHM ?? Gedung NHM yang di Medan selesai dibangun tahun 1929. Pada masa pendudukan Jepang pernah dipakai sebagai kantor pemerintahan (Gunseikanbu).
Bang Hardi memanggil. Sudah waktunya kita naik ke atas bis untuk berger(ak) lagi. Waktu melintas Jl. Tembakau Deli, Bang Hardi bilang di ujung jalan itu terdapat gedung bekas kantor Deli Maatschappij yang didirikan pada tahun 1869. Sebelumnya perusahaan yang didirikan Nienhuys itu berkantor di Labuhan Deli. Gedung yang di Jl. Tembakau Deli itu masih bagus dan sekarang dipakai oleh PT PN 2. Sayang kita tidak berkesempatan ke sana. Lewat di depannya pun tidak L
Bis berkeliling Lapangan Merdeka. Bang Hardi bercerita tentang bangunan klub sosial Belanda bernama Witte Societeit, stasiun kereta api, gedung Lonsum, dan gedung NHM yang sekarang dipakai Bank Mandiri. Lalu bis berjalan menyusuri Jl. Balaikota dan Jl. Putri Hijau. Dari atas bis Bang Hardi menunjukkan Rumah Sakit Putri Hijau yang didirikan oleh Deli Maatschappij pada tahun 1885. Dulu rumah sakit ini digunakan untuk pemeriksaan kesehatan kuli-kuli yang didatangkan dari luar Pulau Sumatra (Jawa, Cina, India). Sekarang menjadi rumah sakit milik PT PN 2.
Nggak jauh dari Rumah Sakit Putri Hijau ada Rumah Sakit Kodam II Bukit Barisan yang dulu digunakan sebagai kantor Asosiasi Pengusaha Perkebunan Deli atau the Deli Planters Association. Lalu bis berbelok masuk area perumahan PT Kereta Api Indonesia yang dulunya dipakai oleh para karyawan Deli Spoorweg Maatschappij atau disingkat menjadi DSM (aaah, kata Mama kakeknya irma dulu pernah kerja sebagai krani DSM ! ). Aduh, asik-asik deh rumahnya. Teduh gitu …
Deli Spoorweg Maatschappij didirikan oleh Deli Maatschappij pada tahun 1883. Rel kereta api pertama di Sumatra dibangun antara Medan – Labuhan Deli. Pada tahun 1886, jalur kereta ini diresmikan bersamaan dengan peresmian stasiun kereta api Medan tepatnya tanggal 25 Juli 1886. Waktu keliling Lapangan Merdeka tadi kita sudah melihat stasiun kereta api yang menggunakan bangunan baru sejak tahun 1980an. Sisa bangunan asli berupa menara jam diletakkan di atas bangunan baru.
Abis keliling-keliling perumahan karyawan DSM dan beberapa gedung tua yang sekarang dipakai oleh PT Kereta Api dan PT Telkom, kita kembali ke Lapangan Merdeka. Melewati stasiun kereta, kita bisa melihat jembatan pejalan kaki menyebrang rel yang disebut Titi Gantung. Titi adalah sebutan bahasa Medan untuk jembatan. Titi Gantung dibangun pada tahun 1910.
Menyusuri Jl. Kereta Api, kita akan sampai di Pajak Ikan Lama. Tengok ke kanan, ada pintu gerbang kecil dengan tulisan yang kecil juga berbunyi, ‘Selamat datang di Pasar Ikan Lama Medan’. Dulunya Pajak Ikan Lama merupakan pasar ikan. Sekarang jadi pusat tekstil. Di sepanjang Jl. Kereta Api dan Pajak Ikan Lama kita bisa melihat ruko-ruko Cina. Konon bentuk ruko ini mendapat pengaruh dari Malaka.
Keliling-keliling di daerah Pecinan (sorry, nggak semua gedung dan bangunan sempat irma catat apalagi foto ) lalu kita memasuki daerah pribumi yang disebut Kota Matsum. Kedua daerah ini dihubungkan oleh Jl. Antara. Dinamakan seperti itu karena jalan tadi menjadi perantara kawasan Pecinan dengan pribumi.
Akhirnya kita kembali ke Jl. Sisingamangaraja. Melewati satu bangunan menara air yang menjadi landmark perusahaan air minum ‘Ayer Bersjih’, cikal bakal PDAM Tirtanadi. Perusahaan ini didirikan oleh Deli Maatschappij pada tahun 1905. Tetapi upaya untuk distribusi air bersih ke kota Medan sudah dimulai sejak tahun 1883. Menara air ini didirikan pada tahun 1908.
Di persimpangan Mesjid Raya bis berbelok ke kanan lalu masuk ke halaman Istana Maimoon. Di sini kita turun dan dikasih waktu 20 menit untuk melihat-lihat. Waktu kita mau masuk istana, bapak penjaganya menanyakan siapa ketua rombongannya. Rupanya untuk masuk ke istana ini kita harus bayar Rp 2.500/orang. Urusan bayar-bayar begini sih bagiannya Bu Wisda. Irma dan peserta lain langsung ngeloyor menjelajahi istana.
Pada saat kita akan menaiki tangga masuk istana, di sebelah kanannya terdapat prasasti dalam bahasa Belanda mengenai peletakan batu pertama istana oleh Sultan van Deli Mahmoed El-Rasjid Perkasa Alamsja (ini ejaan nama Sultan Deli dalam bahasa Belanda kala itu). Istana mulai dibangun pada tanggal 26 Agustus 1888 dan ditempati keluarga Sultan sejak tanggal 18 Mei 1891. Di sebelah kiri dari tangga terdapat prasasti yang ditulis dalam aksara Arab. Artinya apa, silakan tanya sama Bang Idrus. Dia kan fasih bahasa Arab dan Persia.
Kelihatan sekali istana dan koleksinya tidak terurus L Kusam dan berdebu. Padahal istana ini cantik lho ! Didesain meniru gaya tradisional istana-istana Melayu yang memanjang di depan dan bertingkat dua, juga pola India Islam (Moghul) dan dipadukan dengan gaya Eropa. Terdiri dari tiga bagian yaitu bangunan induk, sayap kiri dan kanan. Arsiteknya adalah seorang tentara KNIL bernama Kapten Th. Van Erp.
Pagi itu ramai sekali pengunjung yang datang ke Istana Maimoon. Salah satunya adalah rombongan Paskibraka tingkat … Propinsi atau Kotamadya ya ?? Hah lupa. Maaf, irma nggak sempat catat mereka dari mana. Yang irma ingat, irma sebel banget sama mereka. Masa’ mereka duduk-duduk di jendela istana ! Nggak sopan banget. Lagipula itu kan bisa merusak bangunan. Hu uh !
Lagi sebel sama pasukan Paskibraka itu tiba-tiba irma tercengang. Hah, ada Putri Deli ! Berbaju kebaya panjang dan kain songket warna jingga, berhiaskan mahkota di kepala. Jalan melenggang ke pelaminan. Oh ternyata itu A Fung ! Rupanya di istana ini kita bisa menyewa seperangkat pakaian adat Melayu untuk dipakai berfoto. Biasanya sih foto di depan pelaminan (cuma berdiri di depannya aja karena kita nggak boleh menginjakkan kaki ke sana). Selesai A Fung berfoto sendiri lalu kita foto rame-rama pake spanduk di depan singgasana. A Fung masih tetap pake baju adat Melayu waktu foto bareng itu. Sementara yang lain berfoto, irma melihat-lihat foto-foto keluarga Sultan yang dipajang di dinding. Kebanyakan foto lama. Lho, kok ada foto Sultan Paku Buwono X beserta permaisuri dan putrinya juga ?
Irma nggak sampai menjelajahi istana di bagian belakang karena katanya istana ini juga dipakai oleh beberapa keluarga Sultan. Daripada salah masuk mendingan irma tetap di bangunan induk aja. Wahyudi yang sempat jalan-jalan sampai ke belakang bilang di sana banyak lukisan-lukisan kuno dan bagus. ‘Tempatnya terbuka gitu. Nggak ada yang jaga. Kalau hilang atau dicuri, gimana tuh ?’ komentarnya. Hmmm gimana ya ??
Di samping Istana Maimoon terdapat bangunan tempat menyimpan meriam yang sudah puntung atau putus. Konon, meriam ini merupakan penjelmaan dari saudara laki-laki Putri Hijau, seorang putri yang tinggal di Deli Tua pada masa Kesultanan Deli lama. Legenda bilang putri ini sangat cantik sehingga Sultan Aceh bermaksud menjadikannya sebagai permaisuri. Kedua saudara laki-laki Putri Hijau – Mambang Yazid dan Mambang Khayali - menolak pinangannya. Sultan Aceh murka sehingga pecahlah perang antara Kesultanan Aceh dengan Kesultanan Deli.
Seorang saudara laki-laki putri menjelma menjadi seekor naga dan seorang lagi menjadi meriam yang tak henti-henti menembakkan dirinya ke tentara Aceh. Kecewa karena pasukan Deli kalah, meriam ini meledakkan diri menjadi beberapa bagian yang terlontar ke Labuhan Deli, Tanah Karo dan Deli Serdang. Pecahan yang bagian belakang sekarang disimpan di samping Istana Maimoon. Irma lihat pada foto yang dibuat Rony Baskoro, pada sisa meriam ini diberikan bunga-bungaan. Entah itu semacam sajen, persembahan atau hanya sekedar biar wangi.
Dari Istana Maimoon kita ke Mesjid Raya. Karena tadi pagi sudah ke sini dan memotret-motret, jadi irma sama Tety nggak semangat lagi untuk foto mesjid ini. Tety malah tergiur dengan Sate Padang yang dijual di depan mesjid. Tapi karena Tety nggak makan daging sapi, jadi Tety cuma makan ketupat dengan kuah sate. Bu Wisda dan Pak Amran pun tergiur untuk nyicip. Enak mana Bu, dengan Sate Padang Panjang ?
Lagi bantu Tety habiskan sate, irma dipanggil Niken. Niken minta tolong irma fotoin dia dengan becak motor. Ok, yang mana becaknya ? ‘Lho, becaknya pergi,’ Niken kaget. Karena baru beberapa saat yang lalu dia menoleh becaknya masih parkir di depan tukang Sate Padang. Sekarang sudah nggak ada lagi. Hehe ini Medan, Ken. Segala sesuatu pada bergerak cepat di sini. Termasuk tukang becak. Akhirnya Niken berhasil mendapatkan becak untuk foto bersama. Hihihi, abang becaknya malu-malu difoto.
Lalu, bagaimana nasib sang putri ? Ia ditawan dan dimasukkan ke dalam peti kaca untuk dimuat ke atas kapal dan dibawa Aceh. Ketika kapal sampai di Ujung Jambo Aye, putri minta diadakan upacara khusus sebelum ia diturunkan dari kapal. Untuk upacara ini diperlukan sejumlah beras dan beribu-ribu telur. Pada saat upacara akan dimulai, tiba-tiba laut bergejolak dan dari dalamnya keluar Naga yang sangat besar. Dengan rahangnya naga itu mengambil peti kaca berisi Putri Hijau dan membawanya ke dalam laut. Ternyata naga tersebut adalah penjelmaan dari saudara laki-lakinya yang satu lagi
Dari Istana Maimoon bis bergerak ke daerah Kesawan. Melewati Gedung Katolik tertua di Jl. Pemuda. Sebuah kapel baptis dan menara ditambahkan oleh arsitek Hans Groenegwegen di tahun 1927. Lalu tidak jauh dari sana tepat sebelum kita memasuki Kesawan Square berdiri satu gedung tinggi dengan kubah warna hijau bertuliskan 1918. itulah gedung AVROS. AVROS adalah Persatuan Perkebunan Sumatra Timur. Semacam asosiasi gitu. Katanya di dalam gedung AVROS ini masih tersimpan rapi ratusan ribu sidik jari pekerja perkebunan yang bekerja sejak tahun 1910 sampai sekarang. Sekarang gedung ini dipakai sebagai kantor BKS-PPS (Badan Kerja Sama Perusahaan Perkebunan Sumatra).
Menyusuri Jl. Ahmad Yani - atau orang Medan biasa nyebutnya jalan Kesawan - dengan deretan toko dan bangunan peninggalan zaman Belanda sepanjang jalan, mengingatkan irma akan Jl. Braga di Bandung (aaah … irma suka sekali jalan kaki menelusurinya J). Ada bank Mandiri yang dulunya Nederlands Escompto Bank, Kantor Departemen Pariwisata Tk. I Sumatra Utara dan tourist center yang menempati bekas toko buku dan penerbit Varekamp. Rumah hartawan Cina yang tersohor, Tjong A Fie. Bekas kantor cabang Bank of Cina yang didirikan oleh pemerintah nasionalis Cina kini dipakai Bank Danamon. Kantor Bank of China di Medan memang baru didirikan tahun 1920an. Tapi agennya sudah ada di Medan sejak 1887.
Di Kesawan ada toko kue-roti dan tempat makan yang seperti Maison Bogerijn alias restoran Braga Permai di Jl. Braga, Bandung. Namanya Tip Top. Di dekatnya ada toko Bata bekas Cornfeld yang didirikan tahun 1951 hasil rancangan arsitek Herman van den Heuvel. Arsitek ini juga merancang Hotel Bukit Kubu di Brastagi. Trus ada toko Puas yang dulu bernama toko Sin Huat Lie Kwie. Barang-barang mewah seperti sepeda merk Raleigh dan Sunbeam pernah dijual di toko Puas. Sekarang toko Puas menjual apa ya ??
Bis berbelok masuk satu jalan kecil. Irma kira kita akan ke mana. Ternyata Bang Hardi menunjukkan satu bangunan tua tak terurus yang dulunya suatu department store ternama di Medan. Namanya toko Seng Hap. Didirikan tahun 1881 kemudian ditutup tahun 1970an. Sekarang digunakan sebagai kantor sekretariat salah satu organisasi kepemudaan. Sayang sekali kita tidak bisa masuk ke sana karena hari libur nasional seperti hari Senin ini mereka libur.
Sampai lagi di Lapangan Merdeka. Bis berbelok ke Jl. Raden Saleh, trus lewat jalan-jalan kecil dan keluar di Jl. Imam Bonjol. Menjelang kompleks Hotel Danau Toba kita akan melihat satu bangunan putih bergaya Victorian-Renaissance yang digunakan Standard Chartered Bank. Gedung ini didirikan pada tahun 1898 dan dulu digunakan sebagai tempat tinggal Asisten Residen Pemerintah Hindia Belanda di Medan.
Bis berjalan lurus melewati Taman Ahmad Yani di Jl. Imam Bonjol. Di depannya ada Yayasan Pendidikan Harapan, dari tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Dulu waktu irma pertama kali ke Medan tahun 1985, ini adalah salah satu sekolah swasta top di Kota Medan. Tepat di samping Taman Ahmad Yani berdiri Rumah Sakit St. Elizabeth yang selesai dibangun pada tahun 1930. Sebuah kapel untuk para biarawati ditambahkan pada tahun 1934. Pada tahun 1963 diberi penambahan bangunan tiga lantai pada bagian sayap. Trus pada tahun 1964 seorang teman irma dilahirkan di rumah sakit itu. Sampai sekarang dia masih simpan bon bukti pembayaran biaya kelahiran dia di sana !
Di ujung Jl. Imam Bonjol kita memasuki daerah Polonia. Pada tahun 1872 Baron Michalsky seorang bangsa Polandia memperoleh konsensi untuk membuka perkebunan tembakau di sana. Ia menamakan daerah itu Polonia, sesuai dengan nama negri kelahirannya. Polonia berkembang membentuk suatu kota mandiri. Di satu taman kita bisa melihat kantor pos mungil yang merupakan peninggalan dari perkembangan kota mandiri itu. Kantor Pos Polonia begitu mungil sehingga seorang Batmusgirl berkomentar ia lebih menyerupai kedai es krim daripada kantor pos.
Bandara Polonia didirikan pada tahun 1928. Peresmiannya ditandai dengan singgahnya 6 buah pesawat pos udara KLM dari Belanda. Pada tahun 1930 baik KLM maupun KNILM telah membuka rute penerbangan ke Medan secara berkala. KNILM adalah perusahaan Hindia Belanda yang merupakan anak perusahaan KLM, maskapai penerbangan Belanda. KNILM singkatan dari Koniklijke Nederlandsch Indische Luchtvaart My. Pada tahun 1937 KNILM membantu pemetaan Kota Medan dan sekitarnya dari udara.
Karena lingkungan di sekitar bandara Polonia telah padat dengan pemukiman maka kini sedang dibangun penggantinya yaitu Bandara Kualanamu di kecamatan Beringin, kabupaten Deli Serdang. Peletakan batu pertama bandara baru ini dilakukan oleh WaPres Jusuf Kalla pada hari kamis 29 Juni 2006. Katanya ini akan menjadi bandara international terbesar kedua di Indonesia setelah Bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng. Akan dibuat juga jalur kereta api penghubung dari Medan ke Bandara Kualanamu. Keberadaan bandara Polonia yang di dalam kota menyulitkan Medan membangun gedung-gedung tinggi. Makanya dia perlu pindah. Sambil diperluas juga karena jalur penerbangan dari dan menuju Medan lumayan padat.
Kembali ke Jl. Imam Bonjol bis lalu berbelok ke Jl. Juanda trus belok lagi ke Jl. Teuku Cik Ditiro melewati rumah dinas Gubernur Sumatra Utara dengan kolam luas di halaman depan. Di seberang rumah dinas ini ada rumah jengki dengan halaman teduh penuh pohon rindang. Itu rumah Tante Irma, tantenya irma. Hehe, namanya sama ya (halah, penting nggak sih ceritain ini ??).
Bis menyusuri Jl. Teuku Cik Di Tiro dan berbelok ke Jl. Kartini. Di sana ada gedung klub ekslusif bernama Medan Club. Gedung ini dibangun pada tahun 1942, merupakan satu-satunya klenteng bergaya Jepang di Kota Medan. Dulunya memang digunakan sebagai klenteng Shinto, ajaran agama Jepang. Di masa pendudukan tentara sekutu, gedung ini dijadikan gedung perkumpulan Belanda bernama ‘Witte Societeit’.
Trus bis belok ke Jl. Diponegoro. Melewati kantor Gubernur yang dulunya merupakan pusat penelitian tanaman tembakau bernama Deli Research Station. Gedungnya dibangun pada tahun 1890. Berseberangan dengan gedung kantor Gubernur terdapat mess Lonsum tempat irma menginap di tahun 2001. Masih ada tuh fotonya irma sarapan pagi di teras mess berlatarbelakangkan gedung kantor Gubernur di kejauhan J
Sekarang kita memasuki area Kampung Keling di Jl. Zainul Arifin. Ada kuil besar untuk para keturunan India penganut agama Hindu yang didirikan pada tahun 1884. Namanya kuil Shri Mahriaman. Baru-baru ini kuilnya selesai direnovasi. Bangunannya penuh dengan ornamen dan patung warna-warni, tak ubahnya kuil-kuil yang kita lihat di film-film India. Aca aca aca … (sambil goyang-goyang kepala)
Setelah melintasi Sungai Babura kita sampai di Jembatan Kebajikan yang menghubungkan Jl. Zainul Arifin (Calcutta Straat) dengan Jl. Gajah Mada (Coen Straat). Jembatan ini dibangun pada tahun 1917 oleh Tjong A Fie untuk mengenang Tjong Yong Hian, pemimpin masyarakat Tionghoa pertama di Medan pada tahun 1855 – 1911. Tjong Yong Hian itu kakaknya Tjong A Fie. Pada jembatan ini terdapat prasasti dalam tiga bahasa yaitu bahasa Jawi (Melayu), Mandarin dan Belanda. Pada tahun 2001 BWS dan warga setempat merenovasi jembatan ini. Renovasi Jembatan Kebajikan membuahkan penghargaan Asia Pacific UNESCO Award for Heritage Conservation di tahun 2003.
Belok kiri ke Jl. S. Parman dan teruuuus berjalan lalu belok kiri lagi kita masuk Jl. Sudirman. Ketemu rumah dinas Gubernur lagi (dan rumah Tante Irma lagi J). Di persimpangan berikutnya terdapat rumah dinas Walikota Medan. Jalan di samping rumah dinas itu dinamakan Jl. Walikota.
Terusannya Jl. Sudirman dinamakan Jl. Suprapto. Di sini ada Kantor Pusat PT PN IV yang dulu merupakan kantor HVA (Handel Vereniging Amsterdam) atau Persatuan Dagang Amsterdam. Di dalam gedung yang selesai dibangun tahun 1924 terdapat lobby dengan keramik porselen buatan Poceleyne Fles Delft, satu pabrik porselen terkenal di Belanda.
Akhirnya bis kembali ke Kesawan Square dan berhenti di depan rumah Tjong A Fie. Kita dipersilakan turun karena penghuni rumahnya telah menunggu kita sejak pukul 11.
Pada tahun 1870 Tjong A Fie dan kakaknya, Tjong Yong Hian, meninggalkan desa Moy Hian, Kanton di daratan Cina untuk merantau ke Deli. Kakak-beradik ini sangat jeli melihat peluang pasar untuk memenuhi kebutuhan para kuli-kuli perkebunan. Ketika menetap di Labuhan Deli mereka membuka toko kelontong bernama Ban Yun Tjong. Dalam waktu singkat mereka menjadi kaya raya. Keberhasilan usaha mereka berkat hubungan baik dengan Sultan Deli dan para pembesar perkebunan tembakau Belanda. Mereka memperoleh hak-hak istimewa antara lain monopoli gula dan pemasok candu atau opium.
Semula Tjong Yong Hian yang diangkat sebagai Kapitein untuk mengatur orang-orang Cina. Pada tahun 1911 Tjong Yong Hian meninggal dunia dan Tjong A Fie diangkat menjadi Kapitein. Tjong A Fie banyak menyumbang untuk pembangunan di Deli dan juga Pemerintah Kerajaan Cina. Ia menyumbang dana untuk pembangunan Mesjid Raya Al Mahsun, menyumbang jam untuk Balaikota, dan mendirikan mesjid di jalan Bengkok. Ia juga merintis perusahaan kereta api di Cina. Tjong A Fie meninggal dunia di usia 61 tahun pada tahun 1921 dan dimakamkan di Pulau Brayan. Pangkatnya yang terakhir sebagai Mayor Cina.
Bang Hardi mengajak kita berkumpul di area terbuka di tengah-tengah rumah yang disebut courtyard untuk mendengarkan penjelasannya tentang rumah Tjong A Fie ini. Rumah tersebut dibangun meniru rumah pamannya Tjong A Fie di Pulau Pinang. Terdiri dari dari bangunan utama di tengah-tengah dan sayap kanan – kiri. Tempat kita berkumpul saat itu adalah courtyard bangunan utama. Ada dua lagi courtyard yang lebih kecil di bangunan sayap kanan dan kiri. Sebagaimana layaknya bangunan Cina, rumah Tjong A Fie ini dibangun dengan menerapkan prinsip-prinsip Feng Shui yang tidak cukup diterangkan dalam waktu satu hari, kata Bang Hardi.
Bang Hardi kemudian memperkenalkan kita dengan Tante Mimi (?) cucu Tjong A Fie yang sekarang mendiami rumah tersebut. Tante ini dengan ramah menemani kita berkeliling rumah, menunjukkan foto-foto Tjong A Fie yang dipajang di dinding dan bercerita tentang keluarganya. Tjong A Fie mempunyai 5 orang anak laki-laki dan 2 orang anak perempuan. Papa nya Tante Mimi adalah anaknya yang ketiga. Dari ketujuh anaknya itu sekarang tinggal satu saja yang masih ada, yaitu anak perempuan yang kini tinggal di Belgia. Anaknya yang satu ini seorang guru musik dan mempunyai sekolah (musik) sendiri.
Tante Mimi mengajak ke bangunan samping untuk menunjukkan bagian belakang rumah. Ternyata halaman rumah itu panjang sampai ke Jl. Perniagaan. Sehari-hari penghuni rumah menggunakan pintu masuk dari Jl. Perniagaan. Pintu yang menghadap Jl. Ahmad Yani selalu tertutup kecuali kalau ada acara khusus. Seperti kunjungan Batmus kali ini.
Waktu ngumpul di courtyard bangunan utama tadi Bang Hardi sudah memperingatkan agar kita tidak mendekati ke bagian tertentu rumah ini seperti meja altar sembahyang dan lantai atas yang digunakan penghuni. Tapi irma lihat beberapa orang ada yang naik ke lantai atas dan berfoto di jendela. Mungkin mereka sudah dapat izin dari Tante Mimi. Irma sendiri lebih suka berfoto di luar karena di dalam rumah suasananya gelap. Kata Tante Mimi memang rumah tersebut sudah jarang dihuni karena tinggal disana sudah tidak nyaman lagi. Rumahnya sih enak, adem. Tapi di sekitarnya berisik dengan suara-suara burung Walet bo’ongan untuk memikat burung Walet betulan datang dan membuat sarang.
Jam dua belas kita berpamitan dengan Tante Mimi. Lalu jalan kaki menyeberang ke toko Tip Top. Pertama kali dibuka pada tahun 1934, sejak tahun 1950 toko ini tidak pernah direnovasi. Bentuknya masih asli seperti yang dulu. Katanya model seragam karyawannya pun nggak berubah.
Kita langsung masuk ke ruangan di bagian belakang. Lima meja bulat sudah disiapkan. Masing-masing bisa memuat sepuluh orang. Karena keasikan melihat-lihat bagian depan toko Tip Top jadi waktu irma sampai di ruangan belakang kelima meja itu kelihatannya sudah penuh semua. Sempat bingung mau duduk di mana. Untung Tety dan Ela di meja di sudut ruangan bergeser merapikan duduk jadi tersisa dua kursi kosong di situ untuk irma dan Wahyudi duduki. Setelah cuci tangan lalu kita duduk manis menunggu makanan.
Sambil makan Bang Hardi menggelar kuis seputar jalan-jalan Medan Heritage Trail tadi. Pertanyaan pertama, ‘Tahun berapakah menara air Tirtanadi dibangun ?’ Wahyudi cepat mengacungkan tangan. ‘1908,’ jawabnya setelah ditunjuk Bang Hardi. ‘Benar ! Nanti Wahyudi hubungi saya ya untuk dapat hadiah,’ kata Bang Hardi. Kok bisaa sih Di ingat begitu, padahal kan tadi sepanjang jalan Bang Hardi terangin macam-macam gedung beserta tahun pembuatannya. Kok nggak ketuker-tuker dengan bangunan lain ?
Pertanyaan berikutnya, ‘Siapakah nama Sultan Deli yang mendirikan Mesjid Raya ?’ irma langsung melihat rekaman di kamera irma dan membaca plakat dari Dinas Pariwisata Kodati II Medan yang ada di halaman mesjid. ‘Sulthan Ma’moen Al-Rasjid Perkasa Alamsyah,’ jawab irma. ‘Hmmm … kurang sedikit, tapi boleh lah. Eh tapi lihat catatan ya ?’ Bang Hardi menjulurkan leher, melihat kamera di tangan irma. Irma langsung protes, huuu tadi kan nggak dibilang ada larangan nggak boleh baca contekan ?! Akhirnya sama Bang Hardi irma dinyatakan sebagai pemenang. Gantian peserta lain yang protes abis katanya tadi kan Wahyudi udah menang pertanyaan yang pertama. Lho apa hubungannya ??
irma lupa pertanyaan ketiga tapi irma ingat Yetty menjawab ‘Cremer’ dan itu adalah jawaban yang benar. Dengan demikian berakhir sudah kuis seputar Medan Heritage Trail. Kita lanjut menghabiskan makanan. Makanannya cukup banyak bahkan kita yang di meja pojok dapat limpahan lauk dari meja lain. Rupanya beberapa peserta memang ada rencana mau makan di tempat lain makanya di Tip Top ini mereka makan ala kadarnya aja.
Selesai makan nasi dan lauk pauk berikutnya dihidangkan eskrim ! Aduh enak sekali di hari panas seperti ini minum eskrim. Mana eskrim nya rasa coklat lagi, salah satu rasa kesukaan irma. Eskrim jatah irma langsung habis dalam sekejap. Masih ada tersisa satu eskrim lagi, rupanya ada yang nggak minum eskrim coklat. Yah tapi kok Tety malah kasihkan eskrim itu ke Wahyudi sih, yang mania eskrim kan irma L Akhirnya waktu Wahyudi minum eskrim tambahan itu irma ikutan minum juga. Perasaan lebih dari setengahnya irma yang habiskan deh, hehehe. irma is such an ice cream lover J
Lagi santai menyantap eskrim itu Bang Hardi diminta untuk bercerita tentang aktifitasnya di BWS. Mengenai background nya dan kenapa bisa sampai kecemplung di bidang konservasi pusaka seperti itu. Trus kenapa juga dari Bandung bisa pindah ke Medan. ‘Kenapa pindah ke Medan ? Karena hatinya di Medan,’ Bang Hardi melirik mesra Merry, istrinya. (hoaaaa … romantis bener. Jadi ngiri, hiks hik L)
Abis makan irma pindah ke teras depan. Melihat-lihat gambar tentang toko Tip Top dan jalan Kesawan tempo dulu. Ada foto tua jalan Kesawan dengan sepeda bersliweran. Juga foto stand Tip Top ketika masih bernama Restaurant Jang Kie saat mengikuti Pasar Malam di Lapangan Merdeka pada tahun 1929. Wahyudi lalu memotret irma dan Niken di bawah foto ini.
Kok belum berger(ak) juga ? Oh rupanya kita menunggu pesanan Bolu Meranti. Waktu di Parapat Ninta udah mendata siapa-siapa saja yang mau pesan bolu gulung yang ngetop ini. Irma pesan dua, yang keju dan double coklat. Sedangkan Wahyudi pesan tiga ; nanas, strawberry, dan keju. Kalau dia sih memang banyak rumahnya jadi banyak yang mau dibagi-bagi. Kalau irma beli buat irma sendiri. Namanya juga anak kost, tinggal sendiri. Lagipula bolu gulung itu emang enaaaakkk banget jadi satu gulung utuh pun sanggup irma habiskan. Ih, irma rakus ya !
Dari Tip Top kita ke Jl. Mojopahit buat beli oleh-oleh khas Medan yang ngetop banget : kue Bika Ambon. Heran juga sih kok kue ini ngetopnya sebagai oleh-oleh Medan. Kenapa namanya nggak Bika Medan gitu ? He eh tapi nggak pantas ya namanya kalau diganti seperti itu.
Tadinya kita mau belanja di toko Zulaikha yang didirikan oleh Ibu Hajjah Mariani. Toko ini terkenal sekali di kalangan selebritis. Tapi sayang ternyata waktu kita sampai di sana kue Bika Ambon nya sudah habis ! Akhirnya kita pindah ke toko lain atau belanja alternatif oleh-oleh lain. Seperti Niken dan Mama nya yang belanja aneka ikan asin. Ada juga yang beli sirup Markisa atau sirup Terong Belanda. Toko Ati yang terkenal sejak dulu menjadi alternatif lain untuk membeli kue Bika Ambon. Beberapa peserta sabar menunggu kue yang masih dibakar dalam oven. Di toko Ati ini kita bisa melihat langsung pembuatan kue Bika Ambon karena dapurnya yang terbuka terletak di belakang meja penjualan. Tapi puanasss banget ! Ya namanya juga bakar kue. Mana ada coba oven yang nggak panas ?? Ada. Oven rusak ! hehehe
Di Jl. Mojopahit kita berpisah dengan beberapa peserta yang bersama Bang Hardi akan pintong BPK. BPK, apaan tuh ? ‘Babi Panggang … Kaing kaing kaing,’ ujar Adep. Ah Adep ngarang deh. BPK tuh singkatan dari Babi Panggang Karo, masakan khas Karo. Kalau yang khas dari Tapanuli Utara disebut Lomok-lomok. Terbuat dari daging Babi muda. Rasanya kayak apa ya ? Haaa jangan tanya irma. Mana boleh irma makan itu !
Yang nggak ikut pintong langsung menuju Bandara Polonia. Aduh kasihan deh Galuh, dia jadi ketimpuhan jagain barang-barang bawaan para peserta pintong BPK. Mana bawaan mereka banyaaaakk banget. Satu deret kursi paling belakang di bis penuh dengan tas, koper dan kotak oleh-oleh milik mereka.
Kak Chaerul dari BWS sudah menunggu kita di Bandara Polonia. Setelah menyalaminya kita lalu masuk ke ruang check-in. Lagi nunggu barang-barang diregistrasi masuk bagasi, Tety buka lapak. ‘Yang haus, yang haus. Aqua, aqua, aqua. Salak, salak, salak,’ serunya. Di bis tadi Tia nemu beberapa air mineral, teh kotak, dan bungkusan isi buah Salak. Sepertinya itu milik para peserta pintong BPK abisnya nggak ada yang ngaku sebagai pemilik. Daripada dibuang dan kalau dibawa-bawa malah bikin ribet karena nambah tentengan, mending dibagi-bagi aja. Makanya Tety gelar lapak begitu.
Ternyata sukses tuh Tety jualan. Seorang porter malu-malu menghampiri dan minta Salak. Oh silakan Pak, ambil aja banyak-banyak. Aqua dan teh kotak juga langsung habis diserbu peserta yang kehausan. Capek ya ngangkut-ngangkut barang bawaan dari bis ke counter check-in.
Beres urusan bagasi. Nggak berapa lama datang Bang Hardi dan rombongan pintong BPK. Ini nih yang ditunggu-tunggu karena irma nunggu sinopsis Medan Heritage Trail buat bahan tulisan irma. Selesai Bang Hardi bagi-bagikan sinopsis dan merchandise yang dipesan beberapa peserta, tibalah waktunya kita untuk berpisah.
Atas nama Batmus Adep ucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan dukungan yang diberikan Bang Hardi dan teman-teman di BWS. Juga minta maaf atas kelakuan Batmus yang … ampun deh, nggak tau lagi gimana cara ngungkapinnya dalam kata-kata. Pokoknya berisik dan … aduuuh, kadang-kadang maluin atau nyebelin banget. Mudah-mudahan Bang Hardi maklum dan nggak kapok ketemu gerombolan Batmus lagi. Trus Adep kasih kaus ‘Plesiran Tempo Doeloe’ warna merah buat Bang Hardi sebagai kenang-kenangan dari Batmus.
Gantian Bang Hardi yang juga bilang makasih atas kunjungan Batmus ke Medan. Diharapkan kita makin kenal Kota Medan. Syukur-syukur kalau datang lagi. Lalu Bang Hardi berikan kaus BWS bergambar rumah Tjong A Fie untuk Adep.
Kaus yang diberikan langsung dikenakan. Adep dan Bang Hardi berfoto dengan pose seperti mau berantem. Ternyata kemudian mereka … berpelukan ! Pelukan tanda keakraban. Hihihi … jadi ingat Teletubbies.
Ninta ingatkan sudah waktunya kita masuk ke ruang tunggu. Kita lalu bersalaman dengan Bang Hardi dan Kak Merry. ‘Makasih irma. Ditunggu ya tulisannya,’ kata Bang Hardi waktu irma menyalaminya. Di hari pertama PTD Bu Wisda memperkenalkan irma kepada Bang Hardi sebagai ‘reporter’ nya Batmus. Makanya Bang Hardi pengen tau seperti apa cerita yang irma tulis. Hihihi … tahan nggak yaa, dia baca catatan perjalanan sepanjang ini ? Ini sih namanya novel, bukan catatan perjalanan lagi. Waktu di bis menuju Polonia Adep bilang kayaknya tulisan irma bisa mencapai 60 halaman karena banyaknya cerita dan kejadian selama PTD. Ternyata perkiraan Adep benar tuh.
Batavia Air dengan nomor penerbangan BTV 596 yang akan membawa kita pulang ke Jakarta telah siap tepat pada waktunya. Jam setengah enam kita dipanggil untuk naik ke atas pesawat. irma duduk satu deret dengan Ela dan Tety. Wahyudi di sisi satu lagi. Setelah pesawat lepas landas dengan sempurna dan lampu tanda kenakan seat belt dipadamkan, beberapa peserta mulai jalan-jalan. bing! meminta alamat e-mail para peserta. PTD nya belum berakhir secara resmi, udah pada kasak-kusuk menyusun rencana reuni di rumah Joseph untuk bertukar foto.
‘Jonathan Sianturi itu siapa ?’ bing! bingung membaca buku catatannya tempat para peserta menulis alamat e-mail. Jonathan Sianturi ? Lho itu bukannya pesenam nasional ? Emang dia ikutan PTD ini ? Ah, paling itu ulah peserta yang jahil. Coba cari aja kira-kira siapa yang punya kebiasaan iseng. bing! lalu mulai keluar naluri investigasinya.
Jam delapan malam pesawat Airbus A319 yang kita naiki mendarat dengan sukses di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Langsung ke area pengambilan bagasi. Setiap tas, koper dan kotak dengan pita merah-hijau yang berjalan di belt conveyor langsung kita ambil dan kelompokkan jadi satu. Seharusnya semua ada 117 bagasi.
Sambil Ninta dan beberapa peserta menghitung jumlah bagasi, Deedee menyampaikan ucapan penutupan PTD. Hei, baru sekarang irma dengar suara Deedee di hari terakhir PTD ini ! Tadi ke mana aja Dee ?
Huahahahaha rupanya Deedee mabok akibat pesta durian semalam ! ‘Kalau mabok whisky sih keren. Ini mabok duren !’ Wahyudi ngeledek Deedee. ‘Puas ? Puas ngeledekin gue ?’ balas Deedee. ‘Gue bilang gue mabok cinta !’ Oh mabuk cinta ya Dee. Cinta sama duren ?? Hihihihihi …
irma dan Wahyudi nebeng Ela dan Tety sampai Pizza Hut Buncit. Aduh, baru kerasa perut irma lapar. Tadi kan di pesawat cuma dikasih roti manis dan segelas air mineral. Tapi mau mampir ke tempat makan, kayaknya ribet deh bawa-bawa barang bawaan segini banyak. Apalagi Wahyudi nenteng dua hasapi. Jangan-jangan nanti kita berdua malah disangka mau ngamen L
Ya sudah langsung pulang aja. Dengan taksi Wahyudi antar irma ke tempat kost di Pejaten. Lalu dia lanjut ke Bekasi. ‘Jadi kamu gimana, makan apa buat makan malam ?’ tanyanya sebelum pulang. Makan bolu Meranti aja. Malam ini langsung irma habisin satu bolu gulung. Jadi kalau Deedee tadi mabok durian, nanti irma bakalan mabok bolu Meranti. Nggak pa-pa, mabok yang ini lebih keren kok. Enak lagi ! Hihihihihi … J
Jakarta, 1 Oktober 2006
Geee … irma suka sekali kaus PTD kali ini.
Ada gambar peta djadoel nya ! J
Referensi :
- Edi Warsidi, Istana Maimoon Bukti Kejayaan Medan di Masa Silam, www.pikiran-rakyat.com
- Edward Tigor Siahaan, Medan Melting Pot, Pemerintah Kota Medan, Seni Jurnal Photography Workshops, 2002
- Emil W. Aulia, Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikajat Koeli Contract, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2006
- Henry H. Loupias, Desa Lingga Warisan Arsitektur Karo yang Perlu Dilestarikan, www.pikiran-rakyat.com
- Humala Simanjuntak SH, Dalihan Na Tolu, O.C. Kaligis & Associates, Jakarta, Desember 2005
- Imam Prakoso, Arsitektur Jengki, Perkembangan Sejarah yang Terlupakan, www.kompas.com
- Muhammad TWH, Di Balik Monumen Guru Patimpus, www.waspada.co.id
- Renita Ginting, Re:[Sahabat Museum] PTD Medan – Desa Lingga/Brastagi, milis Sahabat Museum
- Tengku Luckman Sinar SH, Sejarah Medan Tempo Doeloe, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Seni Budaya MELAYU (Satgas MABMI) Medan, cetakan keduabelas : 2005
- Brosur Badan Warisan Sumatra
- Indonesia 7th edition, Lonely Planet Publications, November 2003
- Indonesia Regional Maps : Medan , Periplus Travel Maps, Periplus
- Majalah Tamasya edisi Januari 2006
- Sinopsis Jelajah Warisan Kota - Medan Heritage Trail, Badan Warisan Sumatra
- Nara sumber selama PTD : Soehardi Hartono MSc. , Pak Tobing (Kebun Helvetia, PT PN 2), Bang Zoran (Ambarita, Samosir), pemandu di Makam Sidabutar, Samosir, pemandu di Rumah Bolon Simalungun, Pak Darussalam Manik (Desa Lingga), penjaga rumah pengasingan Bung Karno di Berastagi, Ade Hardika Purnama (Sahabat Museum)
- Mereka yang lahir dan besar di kota Medan : Pak Leopold Hutapea dan Mama nya irma J
Ck..ck..ck..ck..
ReplyDeleteyg baca aja pegel.. gimana yg nulis yah??
Referensi aja segitu byknya... bisa buat novel atao bahan thesis nih.. :)
Nice writing!
santai aja, bacanya atu-atu
ReplyDeleteversi aslinya 62 halaman bergambar. kalau diprint bolak-balik jadi 31 lembar.
nah bacanya sehari selembar, sebelum tidur.
sebulan tamat khaaann ... :p
Gilee Ir, kayaknya ga abis2 nih ceritanya. Udah disave, ntar mo diprint trus baca sebelum bobo sambil berhayal trus tau2 mimpi sampe di Medan :p
ReplyDeleteTOP BGT.. ceritanya detail sekali sehingga yg gak ikutan PTD Medan - Danau Toba bisa merasakan dr tulisannya irma ... salute
ReplyDeletemakasih :D
ReplyDeletetujuannya bikin cerita ini memang biar yang nggak ikutan bisa ngebayangin jalan-jalannya kayak apa. jangan bosan baca cerita irma ya
kok ga disebtin sich sekolah swata immanuel. itu juga salah satu sekolah top di medan loh..
ReplyDeletekok ga disebutin sich sekolah swasta immanuel di depan taman ahmad yani.. itu kan slah satu sekolah paling paling besar dan top di medan, tentang gedungnya juga, itu gedung peninggalan belanda loh..
ReplyDeletenih refrensi utk menambah khazanah MEDAN:-)
ReplyDelete1.http://rizal.blog.undip.ac.id/2009/07/14/ternyata-medan-lebih-maju-daripada-semarang/
Akan banyak buat sejarah baru (info 2010-->pengen coba juga tuh)
1.akan dibangun bandara termegah di indonesia (Proses pengerjaan smp sekarang )-->like singapore (ada akses kereta api bandara)
http://www.bitra.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=114:bandara-kuala-namu-rp-44-t-siap-2009&catid=34:advokasi&Itemid=73
2.setelah bandara termegah di Medan (indonesia selesai), akan ada gedung2 pencakar langit tertinggi di Indonesia..banyak source infonya, salah satunya as below:
http://www.skyscrapercity.com/printthread.php?t=110278&pp=25&page=62.
etc..