Cerita dari Surakarta Hadiningrat
irma agustina
Hari ke – 4 , Selasa 11 April 2006
Ini hari terakhir kita di Solo. Rencananya pagi ini kita mau lihat Pasar Jongke, pasar tradisional dekat Roemahkoe. Jam enam pagi kita udah bersiap pergi. Pak Sugi tanya kita mau ke mana. Tau kita mau ke Pasar Jongke beliau berhentikan bis yang lewat depan Roemahkoe. Ternyata kondekturnya teman Pak Sugi. Walaaah Pak Sugi ini, temannya di mana-mana.
‘Mau beli sayur tho Mbak ?’ tanya kondektur saat kita turun. Nggak. Pengen lihat-lihat suasana pasar tradisional Solo. Pasar sudah rame waktu kita sampai di sana. Yang menarik di mata irma adalah papan di atas atap kios yang tulisannya, ‘Pasar Sepeda – Jongke Surakarta, los bawah’ beserta tanda panah. Pasar sepeda, pasar sepeda, nggak sabar irma ajak Ela dan Wahyudi mencarinya.
Tapi udah diikuti tanda panahnya, sampai mentok ke pojok pasar di los bawah, nggak ketemu juga pasar sepedanya L Apa dia jualannya siang ya ? Mungkin pagi-pagi begini los nya dipake buat berjualan sayur. Tapi masa’ sih nggak kelihatan sepeda-sepedanya ? Emang sepedanya dibawa pulang sama penjualnya ??
Nyerah, akhirnya kita keliling-keliling pasar aja. Di pojok belakang ada pintu ke parkiran sepeda. Di sana ada penjual kue pukis, manis dan asin. Yang asin ada campuran kelapa. Waktu irma kecil dulu, di Bandung namanya kue bandros. ‘Ela, kamu mau berapa ?’ tanya irma sebelum serahkan uang kepada penjualnya. ‘Uh, uh,’ Ela gelagapan. Ternyata Ela udah ngambil dan ngunyah kue pukis duluan. Hahahahaha irma jadi ketawa.
Lagi beli kue pukis gitu ada seorang nenek melintas. Tersenyum dia melihat irma sama Ela. Si Mbah mengucapkan sesuatu dalam bahasa Jawa. Irma melihat Wahyudi, minta tolong diterjemahkan. ‘Dia bilang, saya juga dulu cantik seperti kamu-kamu ini,’ kata Wahyudi. Mbah, mbah sekarang juga cantik. Dulu lebih cantik lagi ya.
Petugas parkir ambilkan sepeda si Mbah. Irma kira Mbah akan langsung naik dan genjot sepedanya. Tapi ternyata sepeda itu dituntunnya teruuus sampai keluar lorong. Wahyudi memotret si Mbah dari depan. Ela memotretnya dari belakang. Tapi si Mbah cuek aja tuh, nggak terganggu difoto begitu. Jangan-jangan dia udah biasa jadi objek foto.
Balik lagi masuk ke dalam pasar. Hampir setiap jengkal Ela foto, mulai dari ikan asin, pedagang kelapa dan juga adik kecil yang bengong melihat Ela. Enak banget Ela pake lensa tele, jadi dia bisa motret tanpa orang itu tau sedang difoto. Tapi banyak juga yang sengaja minta difoto. Baru tau ternyata orang Solo pada banci tampil J
Sampai di pojok satu lagi. Ternyata di sana ada parkiran sepeda juga. Dan rumah potong hewan khusus kambing. Tapi di sana juga banyak tumpukan sampah L Ugh ! irma lalu balik lagi ke dalam pasar, disambut sama suara mesin pemarut kelapa yang ramai keluarkan suara grung grung grung … berisik banget. Irma sampai nggak bisa dengar suara irma sendiri.
Keliling-keliling lagi, lihat-lihat suasana pasar tradisional di pagi hari. Banyak yang belanja, ada yang ngangkut-ngangkut barang. Ada juga tukang kredit nagih tunggakan dan cicilan. Di tempat penjual nasi liwet seorang mbok-mbok asik makan makanan khas Solo itu. Lahap sekali ia makan. Hap hap hap, suapan nasi masuk ke dalam mulutnya. Enaaaakkk sekali kelihatannya.
Di tempat penjual ikan irma lihat akuarium isi ikan-ikan warna hitam dengan kumis seperti kucing. ‘Eh, lele !’ seru irma. ‘Bukan. Lele itu besar. Ini Lili !’ kata penjualnya. Hahahahaha kita jadi ketawa. Setelah beranjak dari kios itu irma nanya ke Wahyudi, apa emang iya ada ikan namanya Lili ? Setau irma Lili itu nama bunga. ‘Nggak, itu dia becanda aja kok. Karena lele yang dia jual kecil makanya dia bilang itu lili,’ Wahyudi bilang.
Keluar dari pasar kita jalan kaki menuju jalan raya. Ela tetap potret kiri potret kanan jadi dia agak tertinggal di belakang irma dan Wahyudi. Tiba-tiba ada seorang bapak berseru dalam bahasa Jawa kepada Ela. Kita sempat bingung apa yang terjadi. Irma malah panik takutnya ada yang keberatan difoto. Abisnya irma pernah ada kejadian nggak enak dimarahin sama orang saat irma lagi motret di area umum.
Nggak berapa lama Ela menyusul irma dan Wahyudi. Ela cerita rupanya bapak tadi menyangka Ela itu wartawan. Dia minta Ela tulis di koran tentang saluran air di pemukimannya yang ancur berat. Udah beberapa kali komplain ke instansi berwenang tapi nggak ada perbaikan juga. Jadi dia kesal. Lihat Ela motret-motret gitu jadi dia minta Ela nolongin dia. Lhaaaa salah Pak. Emang yang bawa-bawa kamera dan suka potret kiri potret kanan itu pasti wartawan ? Ya nggak lah.
Tadinya kita mau balik ke Roemahkoe naik bis lagi. Tapi kita nggak dapat aja bis yang kosong. Bis-bis yang ke arah kota Solo pada penuh terisi. Sebaliknya bis-bis yang meninggalkan kota Solo pada kosong. Jalan Dr. Rajiman di depan Pasar Jongke merupakan jalan ke arah Yogya. Makanya rame banget banyak kendaraan lewat.
Jadi kita pulang jalan kaki. Pelan-pelan sambil menikmati keramaian jalan dan lihat kiri lihat kanan. Nggak berapa jauh dari Pasar Jongke ada Sentra Oleh-oleh yang diceritain Mas Hatmanto. Tapi sepagi ini masih tutup. Untung tadi malam kita udah beli oleh-oleh di Toko Orion.
Kita lewat tempat penjualan ayam yang ada penyembelihannya juga (yacks, irma nggak tega ngelihatnya L). Lewat tukang jual anyam-anyaman bambu, termasuk tempat bawa barang yang bisa dipasang di boncengan sepeda. Irma sempat berpikir untuk beli satu buat pasang di sepeda irma. Biar irma nggak perlu berat-berat nggemblok ransel. Hahahaha tapi apa kata teman-teman sepeda nanti. Sepeda gunung kok ya dipasangin boncengan anyaman bambu kayak gitu ??
Di sebelah tempat jualan anyam-anyaman tadi ada mbah-mbah jual bunga tabur dan perlengkapan sajen. Irma mau foto dia. Tapi si mbah nya marah. Sambil ngoceh-ngoceh dalam bahasa Jawa dia mengibas-kibaskan tangannya mengusir irma. Haiyaaaaa …… irma langsung terbirit-birit ngabur. Tapi Ela dan Wahyudi tenang-tenang aja, malah sempat memotret si Mbah.
Akhirnya kita sampai di Roemahkoe. Hiiiiih badannya lengket banget. Sebelum pergi tadi irma udah mandi. Tapi karena keringatan gini jadi musti mandi lagi. Kalau Ela sih memang belum mandi. Tau aja dia ya, balik dari pasar kita pasti keringatan dan … bau pasar L
Sementara nunggu kamar mandi yang lagi dipake Ela, irma sarapan mi rebus. Sempat juga foto-foto di sekitar Roemahkoe yang belum tereksplor ; di krobongan, di bale-bale tempat alat-alat membatik, dan di jendela kamarnya Wahyudi. Abis gitu baru irma mandi. Trus packing barang-barang. Untung juga pake koper besar. Jadi baju, belanjaan, perlengkapan mandi, pokoknya semua barang-barang bawaan irma tinggal dimasuk-masukin aja ke dalam koper. Nggak perlu ditata dan dipadet-padetin abisnya nggak sempat juga. Jam setengah sepuluh udah harus berangkat ke bandara.
Taksi yang dipesankan Pak Sugi sudah datang. Sebelum kita ke Pasar Jongke tadi Pak Sugi tanya apa perlu dia pesankan Serabi Solo buat kita bawa ke Jakarta. Biar taksinya ambilkan ke sana sebelum datang ke Roemahkoe. ‘Enak lho Mbak, serabi nya. Orang-orang Jakarta suka bawa,’ promosi Pak Sugi. Kalau nggak salah namanya Serabi Notosuman. Hmm, pengen sih. Tapi di tempat kost nanti taruh di mana ? Bagi-bagi sama semut lagi ? Nggak ah. Ela mau beli nggak ? Kalau Ela beli, irma nitip. Dikit aja, asal buat dimakan di pesawat. Tapi ternyata Ela nggak kepengen beli. Wahyudi juga nggak. Mungkin oleh-oleh yang mereka bawa udah cukup banyak. Ya sudah lah Pak, nggak usah. Kalau nanti kita kepengen makan Serabi Solo, ya kita ke Solo aja.
Ela bereskan pembayaran hotel dengan Pak Ari sementara Pak Sugi bantu ngangkutin tas-tas kita dari kamar ke lobby. ‘Irma, kamu ini bawa apa aja sih ? Nggak kasihan bapak kamu ini sampai keberatan gini,’ komentar Pak Sugi saat meletakkan ransel irma. Wah maaf Pak. Abis biasanya kalau yang berat-berat gini bagiannya Wahyudi. Makanya dia sampai bungkuk begitu, hihihihihii (tega bener si irma ya L) Pak Sugi ketawa aja. Rupanya dia cuma becanda. Ransel irma dipakenya dengan gaya seperti mau terjun payung.
Kita foto-foto dengan Pak Sugi dan Pak Ari sebelum meninggalkan Roemahkoe. Pak Ari sarankan berfoto dengan latar belakang tembok pagar yang tertutupi tanaman rambat. Rombongan karyawan salah satu perusahaan rokok besar di Indonesia pernah berfoto di sana. Hasil fotonya dipajang di lobby Roemahkoe. Foto kita bakalan dipajang di sana juga nggak ya ? Hihihihihihii maunya sih gitu J
Berangkat ke bandara. ‘Lho Pak, kok nggak pake argo ?’ Ela heran lihat argonya nggak dinyalakan. Supir taksinya kasih tau kalau ke bandara berlaku tarif khusus yang telah disepakati antara seluruh pengusaha taksi di Solo. Rp 41.000,00 ongkos taksi ke bandara Adi Sumarno. Sebelum berangkat tadi pak supir udah nanya ke pool via pesawat radio.
Pak supir pasang kaset Koes Ploes. ‘Pak, kasetnya boleh dibeli nggak ?’ tanya Ela. Hahahahahaha kita jadi ketawa. Ela, kaset Koes Ploes kayak gini banyak dijual di toko-toko kaset. Coba deh ke Duta Suara di jalan Sabang. Di sana banyak banget kaset lagu-lagu lama, barat atau Indonesia. Termasuk Koes Ploes, salah satu band legendaris Indonesia.
Lalu lintas lancar banget. Jam sepuluh kita udah sampai di bandara. Padahal penerbangan kita ke Jakarta dengan GA 225 jam 11.25. Masih lama. Jadi kita masih punya cukup waktu buat el-el mengeksplor bandara. Ela katanya mau foto bareng bis surat di depan bandara ? Ela menggeleng. Mungkin foto bareng bis surat di Laweyan kemarin sudah cukup. Jadi kita langsung check-in dan masukin koper-koper ke bagasi. Setelah itu mampir ke counter Batik Keris. Irma beli saputangan sedangkan Ela beli topeng mini beserta dudukannya. Wahyudi tadinya mau beli kaus tapi nggak tau kenapa dia nggak jadi beli.
Masuk ke ruang tunggu. Di salah satu pojoknya ada yang jual perhiasan perak. Di sana irma beli gelang kaki gambar kura-kura yang ada krincing-krincingnya. Langsung irma pake. Wahyudi bilang kalau nanti dia kehilangan irma, dia tinggal cari suara krincing-krincing aja. Ih ih, emangnya irma anak kecil, yang kalau hilang dicari suara nyit nyit nyit dari sepatunya ???
Karena irma bawa laptop Ela nawarin foto-foto dari kameranya dikopi ke sana. Total 999 foto yang ditransfer. Kita masih asik lihat-lihat foto waktu dipanggil naik ke pesawat. ‘Aku duduk di pinggir ya, biar bisa klik, klik,’ Ela peragakan dirinya sedang memotret. Ok deh La, kalau gitu irma yang di tengah ya. Jadi Ela duduk di kursi 12A, irma 12B dan Wahyudi 12C.
Jam setengah satu kita udah sampai di Jakarta. Keluar bandara Soekarno-Hatta Cengkareng, supirnya Ela udah berdiri di lobby menunggu kita. ‘Mau hotdog nggak ?’ tanya Ela sambil nunggu supirnya mengambil mobil. Mau, mau, irma mau. Wahyudi cuma kepengen teh manis panas aja. Kalau dia sih memang bukan penggemar sosis.
Ela minta supirnya untuk lewat tol Tanjung Priok dan keluar di Rawamangun jadi irma dan Wahyudi bisa turun di halte depan lapangan golf. ‘Langsung pulang yach, jangan ngamen !’ pesan Ela melihat Wahyudi turun mobil sambil menjinjing ukulele. Ukulele itu dibelinya waktu kita berteduh dari hujan di Sriwedari. Hahahaha Ela, kalau Wahyudi ngamen pake ukulele berarti irma bagian mainin kecrekannya dong J
Beruntung di halte itu lagi ngetem beberapa taksi. Kita pilih satu lalu ke tempat kost irma di Sunan Kalijaga. Abis gitu taksi lanjut antar Wahyudi ke rumah orangtuanya di Pisangan. Sampai di kamar irma langsung nggeletak di atas tempat tidur dan bobo’ sampai jam setengah enam. Pas bangun, mana evening tea nya ya ? Udah kebiasaan tiap sore dapat evening tea di Roemahkoe, sekarang di rumah pun kepengennya dapat juga. Yeeeee … bikin sendiri dong ! Kan kemarin udah beli teh tjap Gardoe nya J
Jakarta, 31 Juli 2006
Aku kangen Solo …
kangen serabinya, HIK, dan sepeda-sepeda yang bersliweran J
Referensi
- Indonesia 7th edition, Lonely Planet Publications, November 2003
- Karaton Surakarta, Yayasan Pawiyatan Kabudayan Karaton Surakarta, first edition, 2004
- Travel Map Surakarta and Vicinity, Pin Maps
- Edna C. Pattisina dan Dahono Fitrianto, Sarapan Pecel “Ndeso” , artikel di Koran Kompas, Minggu 22 Januari 2006
- Krisnina Maharani Tandjung, Rumah Solo – Rumah-rumah Klasik Paduan Kultur Jawa-Eropa, Times Edition, 2002
- Rusmulia Tjiptadi, dkk , Museum Situs Sangiran – Sejarah Evolusi Manusia Purba Beserta Situsnya, Koperasi Museum Sangiran, Juli 2004
- Soedarmono, Mbok Mase – Pengusaha Batik di Laweyan Solo Awal Abad 20, Yayasan Warna-Warni Indonesia, 2006
- Sonya Hellen Sinombor, Bernostalgia di Kampung Batik Laweyan, artikel di Koran Kompas, Minggu 9 April 2006
You are happy.
ReplyDeleteIrmaaaaa.......... ke Solo lagi yukkkk..... kabarnya tgl 13 april ada gelar batik. rencana pa oen & ma oen mau kesana, berangkat jumat, pulang senin. itu rencana lhooooo.... mudah-mudahan jadi ...
ReplyDeletewuaaaaa .... jadi kepengen. tapi aku juga pengen lihat pameran kain adat di JCC :D
ReplyDelete