Wednesday, December 16, 2009

our babies

 

“... si mpus mindahin anaknya ke rumah kita.  Sekarang di rumah pompa ...”

 

 

Ada seekor kucing putih belang hitam suka main ke rumah kami.  Ia tidak marah saat kami membelai-belainya.  Malah ia suka menggesek-gesekkan badannya ke kaki kami, bermanja-manja.  Kami panggil ia, ”Mpus”.

 

Wahyudi bilang Mpus itu cantik.  (Heran deh, kucing dia bilang cantik sedangkan istri sendiri nggak  *keluh*)  Sekali waktu ketika kami akan berangkat kerja, ia terdiam lama di atas motor.  irma heran kenapa motor nggak jalan-jalan juga padahal irma udah siap sejak tadi.  Ternyata Wahyudi sedang memandangi si Mpus yang lagi duduk di teras rumah kami.  ”Cantik ya,” katanya.  Sementara dalam hati irma bilang, ”Aaaarrrgggghhhhh ........ telat lagi deh gw sampai kantor !”

 

Pertama kali si Mpus ke rumah dia masih kurus.  Beberapa lama kemudian perutnya menggelembung.  Dooh, mo punya anak nih.  Karena nggak tega sama ibu-ibu hamil maka irma pun membelikan makanan kucing untuknya.  Si Mpus jadi makin sering ke rumah.  Tiap pagi sebelum kami berangkat kerja ia sudah duduk manis di teras.  Sore atau malam saat motornya Wahyudi menderu masuk halaman, ia akan berlari-lari menghampiri.  Ia hapal kapan kami ada di rumah. 

 

Sekali waktu si Mpus datang bawa teman.  Seekor kucing jantan loreng-loreng hitam.  Pacarnya ya ?  Bukan.  Anak rumah sebelah bilang si loreng itu anaknya si Mpus.  Anak-anak komplek memanggilnya ”Imut”.  Tapi kami panggil ia ”Loreng”.

 

Selain Mpus dan Loreng, ada satu lagi kucing betina belang tiga yang suka ikut nimbrung makan ke rumah kami.  Kami panggil ia si Emak karena tampangnya tua.  Si Emak tidak suka disentuh.  Malah ia selalu ber ”Shahhh !  Shahhh !” menunjukkan gigi-gigi runcingnya tiap kali didekati.  Sepertinya ia pernah ngalamin kejadian tidak menyenangkan dengan manusia.

 

Beberapa waktu lalu si Mpus lama tidak ke rumah.  Anak rumah sebelah bilang ia melahirkan di satu rumah kosong dalam komplek.  Mungkin karena itu jadi dia nggak main-main ke rumah.  Kan nggak mungkin anaknya ditinggal lama-lama. 

 

Hingga bulan lalu ketika irma sedang tugas audit di Balikpapan, irma menerima sms dari Wahyudi yang hari itu berdiam di rumah.  “Si mpus mindahin anaknya ke rumah kita.  Sekarang di rumah pompa.”

 

Whueeee ... ??  irma terkejut.  Begitu pulang ke rumah irma bergegas melihat anak-anaknya si Mpus.  Ada empat ekor semuanya.  Satu warna putih belang hitam seperti dirinya, satu belang tiga dominan hitam, dua lagi belang tiga dominan coklat.  Perempuan semua.  Wahyudi pun berkomentar, ”Di sini ini auranya planet Venus kali ya ?  Anak-anak tetangga kebanyakan perempuan.  Bahkan kucing pun anaknya perempuan semua.”

 

Meski si Mpus senang tinggal di rumah pompa bersama anak-anaknya tapi tidak mungkin kami membiarkan ia di sana.  Kalau kami berangkat kerja, bagaimana ?  Ia bisa kelaparan terkurung di halaman belakang.  Jadi kami menempatkan anak-anaknya di teras depan dalam kotak bekas tempat AC.  Untuk melindungi dari hujan kami beri penutup kardus yang dilapisi plastik.

 

Ternyata si Mpus kurang suka tinggal di teras depan.  Ia memindahkan anak-anaknya ke halaman samping di bawah jendela kamar.  Di sana memang lebih terlindungi dari hujan dan panas.  Kami pun pindahkan kotak bekas tempat AC itu ke sana untuk tempat tidur anak-anaknya.

 

Semua baik-baik saja.  Anak-anak tetangga pun senang si Mpus dan anak-anaknya di sana, jadi mereka bisa bermain-main dengannya.  Hingga beberapa hari yang lalu Wahyudi menerima sms dari ibu rumah sebelah.

 

Ibu itu tidak suka anak-anak kucing tersebut berada di sana.  Karena mereka suka nyelonong masuk halaman rumahnya bahkan ke dalam rumah.  Ia tidak suka kucing.  Ia tidak suka karena ada anak-anak kucing gitu jadi pintu rumahnya harus selalu tertutup.  Ia tidak suka aroma kucing menguar sampai ke rumahnya.  Ia ingin anak-anak kucing itu dipindahkan dari sana.  Ia ingin membuang mereka ke restoran.

 

Wahyudi pun berkata, ”Emang itu kucing siapa sih ?  Cuma karena si Mpus sukanya main di rumah kita jadi dia bilang kucing-kucing itu tanggung jawab kita ?  Lha yang suka main sama kucing itu juga kan anak-anaknya sendiri !”

 

Benar.  Anak-anaknya ibu itu yang suka main-main dengan si Mpus, menggendong-gendong anaknya bahkan pagi-pagi baru bangun tidur yang dicari duluan adalah anak-anak si Mpus.

 

Tapi kita males ribut sama tetangga.  Nggak mutu banget.  Jadi kami pindahkan anak-anak si Mpus ke halaman belakang.  Nggak tega membuangnya karena mereka masih terlalu kecil untuk hidup mandiri.  Kalau mau dibuang, ya harus sama induknya juga.  Heran deh, ibu itu apa nggak mikir ya ?  Gimana kalau anaknya dibuang sendirian tanpa ibunya ?  Emang bisa hidup ? 

 

Sekarang kami punya tugas baru : tiap pagi memasukkan si Mpus ke halaman belakang dan sore hari sepulang kerja mengeluarkannya ke halaman depan.  Jadi seharian si Mpus di halaman belakang bersama anak-anaknya, malam ia tidur di teras depan.  Saat di halaman belakang ia kami bekali dengan makanan dan air minum.  Pagi sebelum kami berangkat ia minum susu bareng keempat anaknya.

 

Kerjaan tambahan sih.  Tapi kami terhibur dengan tingkah lucu anak-anak si Mpus.  Mereka senang melompat-lompat di antara tanaman (meski akibatnya  tanaman di halaman belakang jadi berantakan porak poranda).  Kadang mereka saling bergelut sampai jatuh berguling-guling.  Yang belang tiga dominan coklat senang adu cepat manjat pintu hingga ujung kusen.  Wahyudi sampai berniat beli camcorder buat merekam tingkah lucu tersebut. 

 

”Ini si Lili,” Wahyudi menunjuk anak kucing yang putih belang hitam (eh ternyata ada belang coklatnya juga sedikit).  ”Yang itu Lala, Lele, Lolo.”

 

Dih, nggak kreatif amat kasih nama.  Itu nama zaman kapan.  Lala, Lili, dan Lulu adalah nama kucing-kucing irma 25 tahun yang lalu.  

 

irma beranjak dari tempat duduk dan menghampiri keempat anak kucing yang saling bergulat di rumput halaman belakang.  ”Kalau aku yang kasih nama ya, nih : Lily, Maggie, Robbie, dan Charlie.”

 

Lily, si putih belang hitam (dan sedikit coklat).

Maggie dan Robbie yang belang tiga dominan coklat.

Charlie yang belang tiga dominan hitam.

 

”Kok cewek namanya Robbie sih ?” protes Wahyudi.

Dih, siapa bilang Robbie nama cowok ?    

 

Besok paginya waktu memberi susu untuk keempat anak kucing, irma dengar Wahyudi memanggil lain lagi kepada mereka.  ”Putri, sini.”

 

Putri ?

 

”Yang putih kan cewek banget,” Wahyudi memberi alasan.  ”Minum susunya juga rapi nggak berantakan.  Kalau yang lain biar cewek tapi pada ajrut-ajrutan mulu nggak kayak cewek.”

 

Deeeeeuuuh ............ Putri !  Sekalian aja panggil dia ”Princess” !

 

 

 

 

11 comments:

  1. waaah ga kompak gini ngasi nama anak:D

    ReplyDelete
  2. mbak Irma,... ikutan milis pecinta kucing atau ICR (indonesian cat rescue) ? Biasanya suka ada baksos untuk steril kucing.. -diajak aja semuanya. daripada ntar diomelin tetangga karena populasinya disana terus bertambah -

    ReplyDelete
  3. wah, aku baru denger nih. aku emang mo sterilin kucing-kucing di rumah. mulai umur berapa sih boleh disterilisasi ? yang di rumah umurnya baru sekitar 2 bulan.

    ReplyDelete
  4. *ngakak*

    yup.. paling benci liat orang yg mbuang anak2 kucing kecil yg masih gag berdaya.. at least biarkan mereka sedikit lebih besar untuk bisa bertahan hidup diluar kalo mau dibuang ya.. :)

    ReplyDelete
  5. Huaaa..
    Kalo di rumahku, Si Papa gak bisa hidup tanpa kucing peliharaan.
    Tapi ide ICR itu boleh juga..

    ReplyDelete
  6. diatas 3 bulan udah bisa kok mbak. kalo nggak salah.. minimal beratnya udah diatas 2 kg. dan sebaiknya sih disteril sebelum mereka akil baliq. monggo silakan googling dan join jadi member milisnya.

    ReplyDelete
  7. ok deh. eh, gimana cara taunya kalau mereka akil baliq ya ? karena kalau ditanya, 'Kamu lagi dapet ya ?' jawabannya kan pasti, 'Meong'. apapun pertanyaannya jawabannya pasti, 'Meong.' hihihi

    eh, tapi suamiku nggak setuju sterilisasi kucing. dia bilang itu mengekang hak reproduksinya. lha trus kalau beranak-pinak makin banyak sapa yang mo ngurusin ?? bisa-bisa aku yang tersingkir karena di rumah makin banyak mpus. hmm ... kayaknya nanti kalau mo bawa mereka tuk sterilisasi harus diam-diam jangan sampai suamiku tau.

    ReplyDelete
  8. pssst... mp irma ini udah di-sterilisasi-kan lom dari p'sutan ituh?

    ReplyDelete
  9. tenang aja, doi nggak ngerti MP tuh apaan ;)

    ReplyDelete
  10. bahiahihaihaiahiahiahiahaihaihihih...lucu banget sih jurnal ini....

    ReplyDelete
  11. hehehehe.... punya mainan ya sekarang ...

    ReplyDelete