Thursday, October 30, 2008

songketku ikutan nyepedah

 

Jadi sudah disepakati ya, tanggal 8 November 2008 lamaran.  Dan aku harus mengikuti kata kakakku kalau aku harus dirias.  Tidak boleh tidak.  Hmm oke lah.  Tapi aku nggak mau pake kebaya beneran ya.  Aku pake baju kurung modern aja.  Bawahannya, pake songket.  Asli lho, tenunan Pandai Sikek.  Hasil ikutan PTD Padang - Sawah Lunto   tahun lalu.  Jadi saat teman-teman lain berburu oleh-oleh kripik sanjay, daka-daka, dan lain-lain, aku malah mencari-cari kain songket.  Senangnya waktu dapat.  Mmm, mahal sih.  Tapi seperti almarhumah nenekku bilang, ‘Anak gadih (Minang) harus punya kain songket meski cuma satu lembar !’  Iyaaaaa … Nek, nih cucumu dah punya kain songket.  Khusus untuk acara-acara spesial seperti ini.  Meski sebenarnya aku tidak pernah merasa dirinya orang Minang beneran, hahahaha

 

Masalahnya, tanggal 8 tuh ada acara nyepedah di Kampus UI, Depok.  Dan aku pengeeeeeen sekali ikutan.  Kan tempatnya dekat tuh.  Lagipula satu jalan dengan tujuan ke rumah Teteh, tempat lamaran itu akan dilaksanakan.  Kan, kalau ke rumah Teteh pun aku seringnya pake sepeda.  Diantar Mel.  Asik lho.

 

Tapi, masa’ sih tanggal 8 nanti tuh aku nyepedah ke UI sambil bawa-bawa songket ?  Tau kan, songket tuh nggak boleh disimpan sembarangan.  Dia harus digulung biar nggak rusak.  Jadi kalau nanti jadi aku bawa ’tu songket sambil nyepedah ke UI, di punggungku akan melintang tabung pembungkus kain tersebut.  Huehehehehehehehehe ...... kayak samurai lagi bawa pedang.

 

Hmmmm ...... bisa-bisa songketku nanti protes dibawa ajrut-ajrutan gitu.  Trus, waktu sampai di rumah Teteh, dia jadi dekil dan lusuh.  Nggak bercahaya lagi deh di acara lamaran nanti.  Eh tapi kan justru seharusnya aku ya, yang bersinar di acara itu.

 

Taelaaaa ....... bersinar.  Kayak matahari aja.

 

 

apa kabar Bragaweg ?

 

... dah lama nggak ke Bandung, apalagi ke Braga.  Tau-tau baca di milis Historia ada kabar kalau jalan itu sekarang sedang berganti rupa ...

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Jalan Braga Berganti Rupa

Kamis, 30 Oktober 2008 | 10:50 WIB

Bragaweg, Jalan Braga, masuk dalam kawasan lama kota Bandung. Jalan sepanjang sekitar 600 meter dengan lebar 7,5 meter itu kini sedang porak poranda. Kendaraan mampet di ujung jalan masuk. Setengah jalan itu kini sedang direvitalisasi dari jalan aspal menjadi jalan berbatu andesit. Alhasil, kendaraan harus antre lewat di separuh jalan lainnya dan pada akhirnya menghasilkan kemacetan yang mengular.

Sepotong jalan ini punya kisah bertumpuk, tapi yang pasti, jalan yang disesaki bangunan ala Eropa itu sempat dikenal sebagai kawasan belanja bergengsi. Sampai suatu saat tiba pada titik di mana kawasan ini kalah pamor dengan hadirnya tempat belanja modern yang menjamur di kota Kembang. Pemkot Bandung merevitalisasi Jalan Braga untuk menghidupkan kembali ikon Bandung sebagai kawasan wisata. Kini, warga Bandung harap-harap cemas menanti hasilnya.

Jalan Braga punya sejarah panjang dan tak bisa terlepas dari awal mula terbentuknya kota Bandung dan pembangunan jalan Anyer-Panarukan. Jalan Anyer-Panarukan sepanjang 1.000 km merupakan ambisi Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels yang berkuasa pada 1808-1811.

Ada beberapa versi tentang nama Braga. Dalam situs Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung (Bandung Society for Heritage Conservation) , disebutkan, ada kalangan yang menyebut nama Braga terkait dengan sebuah perkumpulan drama Belanda yang berdiri pada tahun 1882, di mana salah satu penulis naskah dramanya bernama Theotilo Braga. Sebagian menganalisis nama Braga berasal dari nama dewa puisi dalam mitologi Jerman, Bragi.

Sastrawan Sunda berpendapat lain, Braga bisa berarti Baraga yaitu nama jalan di tepi sungai. Pendapat ini disesuaikan dengan lokasi Braga yang terletak di tepi Sungai Cikapundung.

Ide baru

Sebelum nama Braga dipakai hingga kini, nama jalan itu adalah Pedati. Nama tersebut sesuai dengan peruntukan jalan yang memang untuk jalan pedati yang mengangkut kopi dari gudang kopi (Koffie Pakhuis) yang kini menjadi gedung Balai Kota, yang berada sekitar 1 km dari Jalan Raya Pos. Jalan setapak itu dulu lebarnya 10 meter dengan kondisi becek jika hujan. Jalan itu jadi jalan penghubung dari gudang kopi ke Jalan Raya Pos (kini Jalan Asia-Afrika) .

Sejarah Jalan Braga menyebutkan, tahun 1870 menjadi tahun titik balik jalan itu menjadi kawasan elit. Toko kelontong de Vries ikut menyumbang perkembangan Jalan Pedati menjadi Jalan Braga yang beken sebagai kawasan wisata elit.

Petani Priangan (Preanger Planters) yang rata-rata berduit selalu membeli kebutuhan sehari-hari di toko itu. Maka ramailah daerah itu. Perlahan, pembangunan hotel, restoran, dan bank pun terjadi. Meski demikian, tak ada data pasti kapan nama Braga dipakai menggantikan Pedati. Di jalan itu perlahan pedati pun ditinggalkan, berganti sepeda, sepeda bermotor hingga kendaraan roda empat.

Pro-kontra kini terjadi di Bandung, terkait penggantian jalan aspal dengan batu andesit. "Jalan Braga enggak punya sejarah berbatu andesit. Ini ide baru dari Pemkot Bandung untuk menghidupkan Braga lagi sebagai kawasan wisata. Segala protes sudah dilayangkan tapi, ya, proyek itu jalan terus. Kita lihat saja nanti bagaimana," kata Harastoeti DH, Ketua Bandung Society for Heritage Conservation kepada Warta Kota suatu kali. Ya, warga Bandung sedang harap- harap cemas menanti Bragaweg versi baru.

Pradaningrum Mijarto
http://www.kompas. com/read/ xml/2008/ 10/30/10505384/ Jalan.Braga. Berganti. Rupa.

 

ketika irma bersiap trekking

 

Ceritanya nih, irma mau ikutan trekkingKarena irma sama sekali belum pernah ikut kegiatan di alam terbuka seperti ini apalagi sampai camping, jadi irma agak-agak was-was.  Tapi excited juga.  Makanya waktu nama irma masuk daftar tunggu, doooohhhh … berharap banget ada peserta dari main list yang nggak jadi berangkat.  Biar nama irma bergeser ke main list.  Akhirnya geser juga sihh.  Tapi belum hilang juga cemasnya karena begitu irma masuk main list, gantian Wahyudi yang terpental ke waiting list.  Yaaaah ... nggak asik kalau kita kepisah gini.  Harap-harap cemas lagi.  Akhirnya waktu nama Wahyudi geser masuk ke main list paling bontot, irma pun menghela napas lega.  Pfffff …..

 

Beres koordinasi dengan Wahyudi mengenai pembayaran, irma lalu mengecek daftar barang-barang yang perlu dibawa sesuai instruksi komunitas penyelenggara trekking tersebut.  Sandal trekking, ada.  Jaket, oke.  Rain coat, nggg … pake ponco yang biasa dipake buat nyepedah sambil hujan-hujanan aja.  Senter, kaos kaki, sarung tangan, topi, nggak masalah karena semua itu udah ada tersedia di lemari.  Tenda, katanya bisa sewa via panitia.  Tapi cara masangnya … nah ini musti nyari-nyari info.  irma pun menelpon Bu Isna, kakak irma di Bandung yang emang sejak SMA udah biasa naik turun gunung.

 

 

irma            :     Buuuuuu … nanya dong.  Dikau punya tenda ?

Bu Isna       :     Tenda ?  Nggak punya.  Tapi bisa aku cariin pinjeman kalau mau.  Buat kapan ?

irma            :     Masih lama kok.  November.  Cuma pengen tau aja cara pakenya.  Aku mau ikutan trekking.  Nanti tidurnya di camping ground.  Jadi musti pake tenda.  Kalau yang nggak punya, bisa sewa via panitia.  Tapi kan aku nggak tau gimana masangnya.

Bu Isna       :     Ih, gampang lagi.  Tinggal dimasukkin aja rangkanya.  Udah deh, tegak dia.

irma            :     Oh, tenda tuh ada rangkanya ya.

Bu Isna       :     Ya iya lah.  Masa’ ya iya dong !

 

Dih, si Ibu ini sama aja dengan anak-anaknya !

 

irma            :     Teman kantorku bilang, ada tenda doom ?

Bu Isna       :     Oh, itu mungkin maksudnya tenda yang bentuknya seperti kubah, kayak rumahnya orang eskimo gitu.

irma            :     Oh ada ya tenda yang kayak gitu.  

Bu Isna       :     Emang dikau taunya yang gimana ?

irma            :     He eh, aku taunya cuma tenda yang dulu banyak dijual sepanjang pinggir taman lalu lintas.  Yang bentuknya kayak rumah.   Ada terasnya di depan.  Dulu kan waktu SD tiap pulang sekolah lewat situ.  Ingat banget di kiri-kanan pintu masuk tenda ada gambar tunas kelapa, lambangnya Pramuka.

Bu Isna       :     Ya sekarang mah udah nggak ada lagi tunasnya.  Tinggal kalapa na wungkul.

 

Ini si Ibu beneran atau bo’ongan sih tentang perubahan lambang Pramuka itu ??

 

irma            :     Oh iya, waktu itu di toko sepeda aku pernah lihat tenda yang dipasangnya ke frame sepeda.

Bu Isna       :     Wah, itu sih bener-bener buat yang mau berkelana ya.  Sampai dibikin nyatu gitu antara kendaraan sama penginapannya.

 

He eh, iya.  Kalau istilah kerennya, terintegrasi.

 

irma            :     Iya.  Keren banget.  Pengen beli.  Tapi harganya mahal banget.  Sama dengan harga satu sepeda.  Tapi tenda itu emang bagus.  Dapat penghargaan ‘Best Design Award’.

Bu Isna       :     Hah, dikau mau berpetualang ke mana, niat bener sampai mau beli tenda begituan ?

irma            :     Hahaha, nggak lah.  Cuma pengen punya aja.  Paling kemahnya di halaman depan.  Hehehe.

Bu Isna       :     Kayak persami ya.

 

He eh, iya ya.  Persami, Perkemahan Sabtu Minggu.  Tapi kemahnya di halaman sekolah.  Trus lewat tengah malam tidurnya pindah ke dalam kelas J

 

irma            :     Nih, aku lagi ngecek barang-barang yang musti dibawa nih.  Sandal trekking, punya.  Jas hujan, punya.  Jaket, senter, sarung tangan, topi, punya.  Kaos kaki, apalagi.  Banyak.

Bu Isna       :     Deeeuuh, sombong !

irma            :     Hehehe.  Cuma tenda aja yang nggak ada. 

Bu Isna       :     Kan bisa sewa.  Nggak usah maksain beli lah.

irma            :     He eh, iya ya.  Sayang uangnya.

 

Karena sekarang aku harus rajin-rajin menabung (uang).

 

irma            :     Oh ya Bu, katanya aku juga harus bawa sleeping bag.

Bu Isna       :     Ada nggak ?  Atau mau kucariin pinjeman juga ?

irma            :     Nggggg ... Bu, sleeping bag tuh kantong tidur ya ?  Beda sama bed cover ??

Bu Isna       :     Ya Allooooooooohhhhhh ……… Tuhan, toloooooooooooooooooooooonnnnngggggg !!!

 

Ya Bu, maklumlah.  Aku kan sejak dulu nggak boleh sama Mama ikutan acara pencinta alam kayak gini.  Mana tau aku kalau ternyata sleeping bag sama bed cover tuh beda ………

 

Wednesday, October 29, 2008

Tom bertemu Jerry

 

Astaga !  Bahkan tikus pun suka pada Tom !

 

 

Hari Selasa lalu irma memecahkan rekor pulang kerja paling malam.  Jam sepuluh seperempat !  Dan tetap nyepedah.  Hehehehehe, seperti yang dibilangin pengamen cilik di persimpangan Kuningan – Gatot Subroto saat melihat irma, ’Mbak, lebih enak pake sepeda ya ?’  Ya iya lah.

 

irma mengeluarkan Tom dari ruang dokumen, tempat biasa ia irma tempatkan selama di kantor.  Keluarkan Tom dari kantongnya, lalu irma mengibaskan kantong tersebut sebelum dilipat.  PLUGGG.  Sesuatu jatuh dari dalam kantong tersebut.  Sesuatu berbulu dan bermoncong panjang kemerahan.  Dilihat dari bentuk badannya yang kecil dan warna bulunya yang abu-abu, itu adalah tikus rumah.

 

Haaa, tikus ???!!  Tikus itu pun terkejut.  Detik berikutnya ia lari ngibrit.  Spontan irma mengejarnya.  Jadilah malam itu irma lari-lari keliling kantor ngudag-ngudag tikus.  Hingga akhirnya tikus itu lari ke dalam pantry.  irma pun menyerah.  Terlalu banyak celah di sana, ia bisa sembunyi di mana saja.  Pintu pantry irma tutup.  Disertai pesan kepada bagian GA untuk berhati-hati saat membukanya karena di dalam ada tikus.  Biar besok bagian GA menguras dan bersih-bersih pantry sekalian.

 

Kembali ke Tom.  irma mengecek apakah ada kabel-kabelnya yang putus digigit tikus.  Alhamdulillah nggak ada.  Berikutnya irma mengendus-endus.  Hmm, nggak ada bau yang mencurigakan.  Takutnya ada kencingnya tikus penyebab leptospirosis.  irma ingatkan sampai rumah nanti irma harus mencuci Tom bersih-bersih.

 

Gowes pulang irma berpikir.  Ngapain ya itu tikus ngendon dalam kantongnya Tom ?  Apa dia main-main di rodanya, seperti tikus putih yang suka berlari-lari pada mainan komidi putar dalam kandangnya ?  Atau … tikus itu pengen naik sepeda juga ?

 

Jangan-jangan seperti komentarnya seorang rekan auditor waktu besok paginya irma bercerita tentang penemuan tikus tersebut di kantor, ‘Wah Bu, jangan-jangan tikus itu udah mengikuti Ibu sejak dari Pasar Minggu !’

 

Hmmm, maksudnya tikus itu duduk di boncengannya Tom, gitu ??

 

 

 

more than just panic attack

Ok, sudah diputuskan.

Bila Sang Jenderal telah berbicara maka yang lain pun harus mengikuti.

Termasuk juga aku yang kroco ini.

Kalau orang Medan bilang, ’Awak ini, apalah ...’

Maka ketika semalam Teteh nelpon dan bilang, ’Ir, Mamak bilang, hari Sabtu, Malam minggu, tanggal 8 November 2008, lamaran.’

Aku pun bengong.

Ini lebih dari sekedar serangan panik.

Arrrrrgggggggghhhhhhhh ............ kenapa sih orang-orang itu pada suka bikin keputusan mendadak begini ???  

Mepet banget.

8 November kan Sabtu minggu depan.

Sementara jadwal auditku berderet kayak gerbong kereta api.  Padat nggak brenti-brenti.  Mana di Surabaya lagi.  Oh salah, bukan Surabaya tapi Pasuruan.  Masih sekian jam perjalanan dari Surabaya.  Hiks.

Tapi ya sudahlah, jalani saja.

Mumpung mood Mama lagi enak.  Karena belum tentu berikutnya mood beliau sebagus ini.

Toh, ini untuk kebaikanku juga.

Amin.

Tolong,

aku perlu kebaya.

dan juru rias.

dan tukang photo.

(hmm, yakin deh kalau yang terakhir ini bakalan banyak yang ngacung tunjuk tangan)

Wednesday, October 22, 2008

teman-teman Tom

 

Tadi malam pulang kantor lewat jam sembilan.  Sebenarnya maleeeeessss banget pulang.  Abisnya besoknya dah harus berangkat kerja lagi pagi-pagi.  Tapi mau nginap di kantor juga nggak bisa.  Di sini nggak ada fasilitasnya.  Kalau dulu waktu kerja di pabrik bisa nginap.  Numpang tidur dan mandi di ruang bea cukai.

 

Lobby udah sepi waktu irma keluar lift.  Lihat irma jalan menjinjing Tom, petugas security yang berjaga pun menyapa, ‘Di sini aja ngrakit sepeda nya Mbak.’  Ia menunjuk teras depan yang lengang.

 

Jadi ingat minggu lalu.  Kamis minggu lalu irma pun pulang malam.  Jam setengah sepuluh.  Bukan cuma sepi tapi lobby pun temaram.  Cahaya hanya ada dari lampu taman depan teras.  Sejak dihimbau untuk penghematan listrik, manajemen gedung ini mematikan beberapa lampu saat para tenant sudah kebanyakan pulang.  Bagus juga lah.

 

Tiga orang petugas security sedang duduk-duduk di keremangan itu.  ‘Mbak, Mbak, sepedanya dipasang di sini aja,’ bertiga mereka menghampiri irma yang baru menjejakkan kaki ke teras depan.  ‘Kita kan juga pengen lihat.’

 

Maka mereka pun mengerumuni irma, melihat irma memasang Tom.  ‘Waaaa … cepet bener ya.  Cuma tinggal di klek, klek, ceklek, jadi deh,’ salah seorang dari mereka berkata saat Tom sudah rapi terpasang.  Siap digowes.  Petugas security yang paling kecil badannya bertanya, ‘Mbak, boleh dicobain nggak sepedanya ?’

 

Tentu.  Dengan senang hati irma persilakan ia menaiki Tom dan menggowesnya.  Waktu meluncur menuruni pelataran ke arah pos pintu keluar, ia pun berseru, ‘Wuihhh … enak beneeeerrrrr !!!’

 

Lalu petugas security itu berkeliling gedung bersama Tom.  Dari HT di kedua temannya yang masih bersama irma terdengar gelak tawa petugas security yang berjaga di pos, ‘Hahahaha, dasar udik lo !  Nggak pernah naik sepeda ya ??!’  Berikutnya terdengar seruan petugas security yang menaiki Tom tersebut, ‘Biar !!  Elo juga sebenarnya pengen nyobain kan ?  Cuma nggak berani aja bilang sama Mbak Irma nya !’

 

Nggak berapa lama petugas security itu sampai kembali ke teras depan lobby.  ‘Mbak, sepedanya beneran deh enak.  Makasih ya, dah boleh nyobain,’ ia mengembalikan Tom kepada irma.  irma ketawa dan bersiap pulang.  Memasang helm dan sarung tangan.

 

‘Eh, pintu situ kan udah ditutup.  Sini Mbak, biar saya aja yang bawain,’ petugas security yang badannya paling kecil itu mengambil Tom kembali.  Lalu ia menuntunnya ke pintu jalan masuk pejalan kaki.  Hei, mau dikemanain ?  Kan mau irma pake ??

 

Ternyata, dia memanjat tembok rendah di samping pintu seraya mengangkut Tom.  Halah, padahal kan irma bisa nggowes Tom lewat pintu keluar mobil dan motor.  Biasanya emang irma lewat pintu pejalan kaki itu, lalu merakit Tom di bawah jembatan penyeberangan orang sebelum menyeberang ke depan gedung Indorama di seberang.  Dari sana baru nggowes.  Tapi kan, kali ini Tom udah dirakit dan siap digowes sejak dari depan lobby gedung Menara Karya.  Ngapain juga diangkut sampai manjat tembok gitu ?

 

Ya sudah, nggak pa-pa.  Tertawa-tawa irma mengikuti petugas security yang baik itu.  Lalu ikutan memanjat tembok rendah di samping pintu pejalan kaki.  Di trotoar depan gedung petugas security itu memegangi Tom.  Setelah menyerahkan Tom kepada irma ia memanjat tembok rendah tersebut, kembali ke dalam pelataran gedung.  ‘Mbak, hati-hati ya,’ serunya.  Iya, makasih.

 

Senangnya, Tom punya banyak teman di gedung ini.  Jadi ingat lagunya boneka Susan Ria Enes dulu, ‘… banyak teman, pasti banyak sodara …’

 

 

 

 

 

 

paku di jalan

 

Tadi pagi saat padat merayap menuju Mampang Prapatan, menjelang Bank Lippo banyak paku terserak di jalan.  Bukan cuma 1, 2, 3, tapi puluhan !  irma dan pengendara motor di samping terkejut.  Serentak kita berseru, ‘Awas !  Paku !’  Tapi karena kita sama-sama pake masker penutup hidung dan mulut, nggak tau deh apakah pengendara motor di belakang kita pada dengar.

 

Ingat pelajaran PMP waktu SD dulu, bu guru bilang kalau ketemu paku di jalan kita harus menyingkirkannya agar orang lain tidak kena.  Seandainya tadi pagi nggak lagi buru-buru ke kantor dan jalan nggak padat banget, pengen deh rasanya irma menepi dan ngutipin paku-paku itu satu demi satu.  Mengamalkan Pancasila, ceritanya J 

 

 

am I getting fat ?

 

… don’t diet because you want to look good, just to make people impressed of you.  But diet for your own health …

 

 

Beberapa hari ini perasaan celana kok jadi sempit ya.  Bukan di bagian perut atau pinggang tapi di bagian paha.  Jadi ngepas banget celananya.  Kalau jongkok atau pangkal paha ditekuk, agak-agak khawatir robek.

 

Tapi nggak ada kelainan apa-apa dalam makan sehari-hari.  Nyepedah juga jalan terus.  Ngobrol sama teman, katanya emang kalau umur udah kepala 3 metabolisme tubuh tuh berubah.  Nggak kayak dulu waktu masih kuliah, makan sebanyak apapun tetap aja badan kurus.  Iya sih, perasaan sejak umur 30 badan jadi lebih cepat melar.  Dan sekarang umur dah 35, kayaknya makin mudah melar aja.

 

Gimana neeh, kudu diet ?  Nggak makan malam, atau cuma makan buah doang seperti teman di meja sebelah ??  Atau sedot lemak ?  Nggg ......... nggaaaaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkkk !!!   Selama indeks masa tubuh masih dalam kisaran normal dan dokter nggak kasih pantangan apa-apa, ya nggak usah lah.  Toh lagipula irma masih tetap nyepedah.  Makan juga nggak berlebihan.  Nggak ada yang perlu dikhawatirkan tho ??!

 

Jadi ...... bikin baju baru aja !  Kalau cuma bikin celana panjang sih, gampang.  Lebih mudah daripada bikin kemeja.  Nggak percuma kan waktu SMP dulu nilai menjahitnya dapat nilai A++ ?  Sampai jadi kebanggaan guru keterampilan, diceritain ke mana-mana termasuk adik kelas J

 

Ayo ir, buka lagi mesin jahitnya !

 

 

 

 

Monday, October 20, 2008

bule gila di jalur busway

 

Kemarin sore setelah melewati persimpangan Kuningan - Gatot Subroto, irma gowes sendiri nyusurin Mampang.  Keempat penyepedah yang irma lihat sebelumnya udah hilang dari pandangan.  Biar aja kalau mereka mau ngebut.  irma nggak ikut-ikutan.  Sepedaannya irma kan gaya alon alon weton kelakon. (halah, sok Jawa lo !)

 

Nah lagi asik gowes gitu tiba-tiba ada pemandangan lucu.  Seorang penyepedah bule gowes kenceeeeengggg banget di jalur busway.  Sama seperti bule yang irma lihat di lampu merah Kuningan tadi, dia juga nggak pake helm.  Tapi dia pake masker moncong babi.  Rambut pirangnya berkibar-kibar kena angin.  Sebentar-bentar dia menoleh ke belakang.  Ada apa sihh ??

 

Rupanya ada satu bis TransJakarta warna merah melaju di belakangnya.  Ya emang itu jalurnya dia maka wajar kalau bis itu terus-terusan bunyiin klakson, agar kendaraan (dan juga orang) menyingkir dari sana.  Tapi herannya itu bule nggak mau minggir.  Dia tetap gowes sambil berkali-kali menoleh ke belakang.  Dih, apa enaknya nyepedah diudag bis gede gitu ??

 

Kalau udah kayak gini, ‘tu cowok boro-boro kelihatan sexy.  Yang ada malah sebel irma ngeliatnya.

 

 

5 in 1 at Kuningan Intersection

 

Pukul 5 sore di persimpangan Kuningan – Gatot Subroto.  Polisi mengacungkan tangan, menyuruh kendaraan dari arah Kuningan ke Mampang untuk berhenti.  irma hentikan Tom di belakang garis putih zebra cross.  Seorang penyepedah juga berhenti tepat di samping jalur busway.  Ia pakai sepeda Bianchi biru muda.  Kepala plontos nya tidak dilindungi helm sama sekali.  Hanya masker hitam menutupi hidung dan mulutnya.

 

Nggak berapa lama dari arah Gatot Subroto di sebelah kanan irma datang seorang penyepedah.  Oh bukan satu, tapi dua !  Yang di depan bule pake kaus dengan frame sepeda Novara warna coklat.  Tas pannier menggantung di boncengan belakangnya.  Ia juga nggak pake helm.  Hanya pake masker hitam penutup hidung dan mulut.  Penyepedah di belakangnya juga demikian. 

 

Datang lagi satu penyepedah.  Dia keluar dari sela-sela antrian mobil di sebelah kanan irma.  Pake sepeda kuning, sama dia juga cuma pake masker hitam penutup hidung dan mulut.  Ia berhenti tepat di tengah-tengah jalur.

 

1, 2, 3, 4, 5 sepeda berkumpul di lampu merah Kuningan.  Sama-sama menunggu lampu ke arah Mampang menyala hijau.  Kita saling melihat satu sama lain.  Tidak ada kata-kata yang terucap, tapi seolah kita saling mengerti.  Karena terhubungkan oleh satu hal yang sama.  Sepeda.  Dan mata para pengendara mobil dan motor di sana pun tertuju pada kita.  Pada kami yang memilih untuk menggenjot pedal daripada nginjek gas.

 

Lampu menyala hijau.  Sepeda kuning, bule Novara, dan Bianchi biru muda melesat duluan memasuki jalur busway.  Arrrrrgggghhhhh ……… kenapa mereka mengabaikan keselamatan ?  Padahal bule itu pake kaus kuning  bertuliskan Bike to Work di punggungnya.  Bikin cacat nama komunitas aja.

 

1, 2, 3, 4, 5 penyepedah di lampu merah Kuningan.  Dari 5 cuma 1 yang pake helm.  Dari 5 cuma 1 yang nyepedah di jalur lambat.  Huh, apakah aku yang salah tempat ??

 

 

sepeda vs motor

 

… kamu boleh saja bilang seribu satu alasan nggak mau nyepedah (ke kantor), tapi kamu nggak bakalan bisa kasih sejuta alasan agar aku berhenti bersepeda …

 

 

Jumat adalah hari lalu lintas paling padat se Jakarta.  Sejak pagi kendaraan padat merayap di jalan-jalan protokol.  Sore dan malam, lebih parah lagi.  Itu juga yang irma alami sepulang audit Jumat lalu.  Terjebak di jalan Gatot Subroto menuju Pancoran dalam perjalanan ke kantor, supir kantor bertanya kepada irma, ’Ibu masih pake sepeda ke kantor ?’

 

Tentu.  Selama badan masih sanggup irma tetap nyepedah ke kantor.  Seperti pernah irma bilang, sebagai seorang perempuan ada satu kondisi suatu saat nanti (mungkin) irma nggak bisa bersepeda .  Jadi sebelum sampai ke waktu itu, irma manfaatkan waktu untuk nyepedah sebanyak mungkin.  Lagipula selama tiga tahun nyepedah ke kantor, belum pernah aktifitas bersepeda tersebut mengganggu pekerjaan irma.

 

’Bu, nggak berminat up-grade ke motor ?’ supir tersebut bertanya lagi.  Up grade ?  Kayaknya kayak komputer aja.  Nggak ah.  Lebih asik nyepedah lagi.  Selama ini di jalan irma selalu dapat pandangan positif tiap kali bersepeda ke kantor.  Seorang teman kantor bilang, ‘Pake sepeda mengundang simpati, pake motor menuai caci-maki.’ 

 

Kan lebih enak pake motor Bu, lebih cepat.  Bisa selap-selip di antara mobil kalau macet begini,’ supir itu menunjuk beberapa motor yang mencari celah di antara mobil-mobil yang mengantri lampu merah menyala hijau.  Bla, bla, bla, bla, … selanjutnya ia cerita panjang lebar keunggulannya motor dibandingkan sepeda, beserta keuntungannya kalau irma beralih dari sepeda ke motor. 

 

Sebel deh.  Bukan cuma sekali supir yang satu itu berceramah begini.  Perasaan hampir tiap kali dia nyupirin irma selalu ngomong begitu.  Dan selalu irma bilang, ‘Nggak ah Pak.  Kalau saya merasa senang dan bahagia saat bersepeda, kenapa juga saya harus ganti ke motor ?  Emang kalau naik motor saya jadi lebih happy ?  Bukannya malah stress ??!’

 

Tapi mungkin supir itu tidak mengerti filosofi bahagia.  Bagi irma bahagia adalah senang dan ikhlas dengan kondisi yang ada, menikmatinya hidup tanpa khawatir dikejar-kejar utang dan janji.  Sehat lahir dan bathin.  Bebas stress dan permusuhan.  Lagian perasaan irma, supir itu yang lebih sering nggak masuk kerja karena masuk angin (katanya).  Sedangkan irma yang hampir tiap hari nyepedah jarang sekali izin nggak masuk kerja karena sakit.  Hmm yah kecuali saat irma harus masuk UGD karena serangan asma .  Dan juga operasi .

 

’Kan sekarang kredit motor udah murah Bu.  Udah nggak pake DP, bunganya juga rendah.  Buat auditor seperti Ibu, cicilan segitu sih, keciiiiillll …’ lagi ucap sang supir.  Hu uh, sebel deh.  Langsung aja irma tukas, ‘Pak, dapat komisi berapa sih dari kreditan motor ?  Kok tiap kali ketemu saya selaluuuuu aja Bapak promosi  ?

 

Dan ia pun terdiam.   

 

 

 

 

 

Wednesday, October 15, 2008

Beautiful Sunday – with Mel, Tom and Wahyudi

 

 

‘Car free day nya sampai jam berapa ya ? Lupa lagi.’

 

irma ketawa baca sms Wahyudi tersebut.  Cowok ganteng itu memang pelupa.  Tapi dia selalu ingat kalau irma suka sekali bersepeda.  Makanya waktu irma kasih tau bakalan ada car free day di Kuningan , ia langsung bertanya, ‘Mau sepedaan ?’

 

Tentu.  Mau sekali.  Maka di Minggu pagi tanggal 12 Oktober 2008 itu Wahyudi datang ke tempat kost irma.  Naik taksi dari Bekasi.  Karena sejak bulan puasa kemarin dia sama sekali nggak gowes, jadi dia nggak yakin kalau dia sanggup nyepedah bolak-balik Bekasi – Jakarta.

 

‘Ayo Tom, kita jalan-jalan,’ Wahyudi menyapa Tom saat masuk ke dalam kamar irma.  Untuk nyepedah kali ini Wahyudi pake Tom, sedangkan irma pake Mel.  He eh, inilah enaknya punya dua sepeda.  Jadi kalau Wahyudi mau pake nyepedah di Jakarta, dia bisa pinjam salah satu sepeda irma.  Juga kita jadi bisa nyepedah bareng di sini.

 

Jam delapan pagi kita berangkat dari Pejaten.  Nyusurin jalur irma dan Tom berangkat kerja.  Di persimpangan Kuningan – Gatot Subroto terlihat polisi menjaga jalan masuk ke Kuningan yang ditutup.  Terpasang spanduk yang menerangkan kalau jalan HR Rasuna Said hari itu ditutup untuk kendaraan bermotor mulai jam 06.00 sampai 14.00.  Bapak-bapak polisi tersebut menghalau mobil dan motor yang coba-coba menerabas penutup jalan.

 

irma, Mel, Wahyudi dan Tom memasuki jalur cepat Kuningan yang sepi.  Geeee ……… enak sekali meluncur dengan aman di sana.  Tiba-tiba irma lihat satu mobil Avanza keluar dari jalan di samping kedutaan Swiss memasuki jalur lambat Kuningan.  Lho, kok dia masuk sini sihh ??  Kan udah dibilang kalau hari itu kendaraan bermotor untuk tidak memasuki Kuningan, selain bis Transjakarta dan Kopaja yang rutenya emang melalui Kuningan.  Hih, nyebelin banget deh !  Tapi kemudian irma tertawa karena tepat di samping Menara Karya, si Avanza itu dihalau oleh polisi yang bertugas untuk belok masuk Mega Kuningan.  Hihihi, emang enak diusir gitu ??!

 

Swiingg swiiiinngg swiiiiiiiinngggggg ……… kita meluncur sepanjang jalur cepat Kuningan.  irma sempat sms Ela, kasih tau kalau kita lagi main sepeda di Kuningan.  Tapi rupanya nona yang satu itu lagi di Cibubur.  Ya sudah kita nggak jadi singgah ke apartemennya yang di belakang Setiabudi One.

 

Di sepanjang Kuningan kita bertemu dengan beberapa penyepedah.  Ada off-roader turun gunung, anak-anak yang rame bersepeda BMX, sepasang orang tua dan putranya, dan mbak-mbak yang pake Dahon pink ornamen kembang-kembang.  Stiker bike-to-work menghiasi frame sepedanya.  ‘Kakak, sepedanya bagus,’ sapa irma.  Ia meringis.  Sepertinya ia tersenyum di balik scarfnya.  Yah, kok nggak dibuka sih.  Kan jadi kita nggak bisa lihat wajahnya.  Kalau kata Ariel Peter Pan, ‘… buka dulu topengmu, buka dulu topengmu, biar kulihat wajahmu …’

 

Tapi pemandangan yang paling irma suka pagi itu di Kuningan adalah seorang anak lelaki yang membantu adik perempuannya belajar naik sepeda.  Ia memegangi sepeda sementara adiknya mengayuh pedal.  irma lihat si adik mengenakan pelindung lutut.  Bagus, sejak kecil sudah dibiasakan memperhatikan keselamatan.  Alangkah baiknya kalau ia pun mengenakan helm.

 

Menjelang Pasar Festival terlihat keramaian di jalur sebelah kanan.  Oh rupanya ada kompetisi futsal.  irma berhenti sebentar untuk menonton.  Sementara Wahyudi tertinggal jauh di belakang.  Ia asik memotret-motret. 

 

irma lanjut gowes lagi.  Seseorang menyapa irma dari belakang.  Seorang lelaki di atas sepeda bike-to-work warna kuning terang.  Ada bibit tanaman tergantung pada handle bar sepedanya.  Lalu kita ngobrol sambil tetap bersepeda bersebelahan.  Rupanya bapak itu dari Tangerang.  Ia gowes bareng putrinya.  Ia nanya apakah irma gabung dengan kelompok sepeda tertentu.  ‘Nggak sih.  Cuma saya suka nyepedah kalau ke kantor,’ jawab irma.  ‘Wah, bagus itu.  Justru seperti itu yang diharapkan.  Dengan menggunakan sepeda ke tempat kerja, adek sudah membantu mengurangi pencemaran udara,’ katanya.  He eh, jadi malu.  Padahal niat irma semula bersepeda ke kantor adalah biar irma berolahraga secara rutin.  Bukan maksud mengurangi global warming.  Karena irma merasa masih banyak tindakan irma yang turut membuat bumi makin panas.

 

Di jembatan Latuharhari kita berpisah.  Bapak itu terus melaju bersama anaknya.  Sementara irma berhenti di tepi jalan menanti Wahyudi.  Nggak berapa lama ia datang.  Lalu kita berputar arah, kali ini gowes di sisi satu lagi.  Karena jalan sepi jadi irma bisa nyepedah zig-zag.  Sambil nyanyi-nyanyi karena irma merasa senang.  Wahyudi bersama Tom di belakang irma dan Mel.  Ketika ia mengarahkan kameranya ke irma, irma kira ia memotret.  irma meniru gaya Adek Diella kalau diphoto : mengacungkan dua jari, seperti gaya-gaya di anime Jepang.  Nggak taunya ternyata Wahyudi bukan memotret.    Ia merekam irma bersepeda . 

 

Menjelang Pasar Festival kita nyepedah melambat, biar bisa sambil lihat-lihat stand-stand yang berjejer.  Ada stand United Bike yang tawarkan service gratis untuk yang bawa sepeda merk United.  Yah, sayang Wahyudi nggak bawa sepedanya.  Ada pula stand komunitas vegetarian yang bagi-bagi flyer himbauan agar menjadi veggie untuk mengurangi dampak global warming.  Katanya nih, jumlah CO2 dari seekor sapi sama dengan jumlah CO2 yang dikeluarkan kendaraan (bermotor) yang bepergian sejauh 70 ribu km.  Katanya lagi, kalau kita tidak makan daging, ikan, unggas, susu dan telur maka kita akan dapat mengurangi 50% pemanasan global yang timbul dari tiap tubuh orang.  Dan konon pula seekor sapi seberat 550 kg setiap tahunnya dapat memproduksi kotoran sekitar 14,6 ton yang setara dengan 10 mobil.  Gas metana dari penguapan kotoran tersebut menimbulkan efek rumah kaca sehingga bumi menjadi makin panas.  Hei, tapi kan gas metana tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi !  Namanya : biogas.

 

Lagi menyimak pembawa acara bacakan soal kuis, tiba-tiba datang serombongan onthelist (pengendara sepeda onthel alias sepeda kuno).  ‘Bel, bel, bel !’ seru seorang di antara mereka.  Lalu ramailah terdengar suara bel-bel sepeda mereka.  Oh rupanya begitu cara mereka menyampaikan salam.  Ada yang belnya bunyi kring kring (bunyi standar bel sepeda), ada yang bunyi toet toet, ada pula yang pake bel andong berbunyi ting !  ting !

 

Para onthelist ini adalah KOBA – Komunitas Onthel Batavia – yang rutin ngumpul di Gedong Joang ’45.  Pembawa acara menyapa rombongan ini.  Tau nggak, ada seorang ibu di rombongan onthelist ini yang usianya 67 tahun !  Dia masih kuat bersepeda.  Makanya pembawa acara pun bilang, ‘Bersepeda lah, biar tetap sehat di hari tua.’  Nggak tau apakah si pembawa acara itu juga suka bersepeda.

 

Rombongan KOBA ini memberikan masukan mengenai pelaksanaan car free day yang sekarang dilaksanakan tiap minggu di ruas-ruas jalan yang berbeda di Jakarta.  ‘Kita nggak perlu rame-rame seperti ini,’ perwakilan KOBA tersebut menunjuk panggung beserta perangkat band dan sound system, ‘lebih baik sediakan ambulans dan service sepeda kalau-kalau ada accident, jadi kita lebih menekankan aktifitas bersepedanya.  Biar orang merasakan nikmatnya bersepeda.’  Iya, setuju banget.  Lagipula pake listrik banyak gitu juga kan malah pemborosan energi.  Padahal PLN bilang kita harus berhemat dengan listrik.  Biar nggak ada lagi pemadaman bergilir.

 

Usai menyampaikan kritik dan saran tersebut, rombongan KOBA melaju kembali.  Lagi-lagi mereka membunyikan bel sepedanya.  Kring, kring, toet, toet, ting, ting.  Nggak berapa lama mereka nggak lagi terlihat di ruas jalan Kuningan.  irma dan Wahyudi lanjut gowes.  Kayaknya kita udah puas main sepeda di sini.  Tujuan berikutnya adalah ke Kemang Timur, survey tempat client yang akan irma audit hari Senin besok.

 

Saat melaju di depan Depkes irma lihat sepasang janur kuning dipasang di gerbangnya.  ‘Duh, kasihan tuh.  Ngadain pesta pas lagi car free day gini.  Bisa-bisa tamunya pada nggak datang karena mobil dan motor nggak bisa masuk,’ seru irma.  ‘Oh iya ya, dia harus sewa ojek sepeda untuk mengangkut tamu-tamunya dari sana,’ Wahyudi menunjuk arah persimpangan Kuningan – Gatot Subroto.  ‘Atau sewa Kopaja,’ irma menunjuk Kopaja yang melintas pas depan Depkes.  Hahahahaha.

 

Di samping halte busway depan Menara Karya kita berhenti.  Wahyudi ingin memotret irma – beserta sepedanya – berlatarbelakangkan gedung tempat irma ngantor tersebut.  Tapi sepeda irma kan ada dua.  Biar adil jadi kedua-duanya ikut diphoto.  Karena sudut pengambilan gambar dari situ kurang bagus jadi kita bergeser ke depan hotel Gran Melia.  Wahyudi juga memotret Tom sedang parkir sendirian dengan latar belakang Menara Karya.  Bagus lho photonya.  Wahyudi bilang photo itu sekarang jadi wallpaper desktop di meja kerjanya di pabrik.  Keren !

 

Puas photo-photo kita lanjut gowes lagi.  Dari Kuningan Timur kita belok kanan ke jalan Tendean.  Terus masuk jalan Bangka.  Sampai ke Kemang Raya.  Lalu belok kiri masuk Kemang Utara.  Teruuuuuuuussss gowes di sana.  Hingga akhirnya ketemu jalan Kemang Timur.  Cari, cari, cari, cari, cari, nah itu akhirnya ketemu lokasi client yang diaudit besok.  Abis gitu kita lanjut gowes menyusuri jalan Kemang Timur.  Tembusnya di persimpangan jalan Ampera dengan Pejaten Barat.

 

Di persimpangan Pejaten Barat irma berhenti untuk beli koran dan menunggu Wahyudi.  Hehehe, karena pake Tom jadi Wahyudi nggak bisa ngebut.  Baru kali ini nyepedah bareng dia irma nggak ketinggalan.  Karena selama ini kalau kita sama-sama nyepedah pake MTB, selaluuuuuuuuuu irma tertinggal jauh di belakang.  Abis Wahyudi sukanya ngebut sihh !  Sedangkan irma paling takut gowes kenceng-kenceng.

 

Akhirnya Wahyudi sampai juga.  ‘Laper nih, mau makan siomay nggak ?’ tanyanya.  Emang ada siomay di mana ?  ‘Tuuuhh,’ Wahyudi menunjuk kedai di balik punggung irma.  Oh ternyata tepat di pojok persimpangan Pejaten Barat dan Ampera itu ada rumah makan kecil yang menjual siomay.  Wuiiiiiiii …… pas bener.  Satu lagi yang menggembirakan irma, ternyata di situ juga jual es sekoteng !  Persis sama dengan es sekoteng di Bandung yang terkenal itu, es sekoteng Bungsu.  Tertulis di spanduknya memang rumah makan itu cabang dari es sekoteng Bungsu Pak Oyen.  Waaaaaaaaaaaaaa …… senangnya !  Jadi tau lain kali kalau pengen minum es sekoteng tinggal ke sini aja.  Kan deket banget dari rumah.  Bisa pake sepeda atau naik angkot.

 

Puas makan siomay dan minum es sekoteng kita kembali ke tempat kost irma di Pejaten.  Jam setengah dua belas kita memarkir Mel dan Tom depan kamar irma.  Wahyudi langsung nggeletak di tempat tidur irma dan ………… tidur !  Begitu ia rebahkan kepalanya di atas bantal, nggak berapa lama kemudian terdengar dengkurannya.  Ya sudah, irma mandi aja.  Abis mandi irma pun nggeletak di lantai di samping tempat tidur, beralaskan sleeping bag biar nggak masuk angin. 

 

Jam satu siang Wahyudi bangun.  Sesudah ia mandi lalu kita membuka laptop.  Siang hingga sore itu kita nggak ke mana-mana lagi.  Mendekam di kamar irma aja melihat-lihat photo.  Bukan cuma photo car free day tadi tapi juga photo-photo perjalanan kita ke Ambon dan Banda Naira di tahun 2006 dan 2007.  Juga membaca catatan perjalanannya yang irma buat sepulang dari sana.  Catatan perjalanan yang hingga kini belum juga usai.  Sambil menikmati alunan lagu Seroja dari CD sound track film Laskar Pelangi yang kita beli malam sebelumnya.  Sepakat kita bilang lagu ‘Sahabat Kecil’ yang dinyanyikan Ipang merupakan yang paling pas menggambarkan persahabatan laskar tersebut. 

 

Senang sekali hari itu.  Semuanya begitu menyenangkan.  Meski sempat ada kepanikan kok kenapa rekaman video irma nyepedah di Kuningan tadi nggak bisa ditampilkan di laptop irma.  Padahal kalau di laptopnya Wahyudi bisa.  Wahyudi bilang, ‘Laptopnya jujur.  Dia nggak mau mutar DVD bajakan, nggak mau pake software bajakan.  Belinya pake uang halal sih ya.’  Ya nggak tau juga, yang beliin laptop ini kan,Wahyudi. 

 

Dan sorenya ketika Wahyudi berkata, ‘ir, bikinin kopi dong.’  irma tau ada lagi satu kesukaan kita yang akan melengkapi kesenangan hari itu : menikmati secangkir kopi.