Tuesday, August 5, 2008

Audit di Riau

 

‘Lancang Kuning, Lancang Kuning berlayar malam, hai berlayar malam …’

 

Kesan pertama irma saat kaki menjejak bandara Sultan Syarif Kasim II adalah, ’Buset, panas banget !  Di Pekanbaru mataharinya ada lima ngkali ya ??’  Beneran, baru kali itu irma mengalami panas demikian menyengat.  Surabaya dan Batam aja kalah.  Padahal selama ini irma selalu menganggap kedua tempat tersebut jauh lebih panas daripada Jakarta.  Ternyata ada yang lebih dari itu.  irma bergegas menuju bangunan area kedatangan.

 

Client udah menunggu irma sejak jam delapan pagi.  Langsung kepala cabangnya yang njemput.  Namanya Pak Djunaidi.  Diantar Pak Ponirin kita menuju kedai kopi Kim Teng untuk sarapan.  Beliau bilang, ini tempat ngopi paling ngetop se-Pekanbaru.  ’Bahkan Pak Gubernur pun kalau sarapan ke sana,’ tutur Pak Djun.  Oh ya, jadi penasaran.  Seperti apa sih kedai kopi yang katanya hampir semua transaksi bisnis dibicarakan di sana.

 

Ternyata kedainya besar dan ... rame !  Padahal itu baru jam sembilan pagi.  irma terheran-heran melihatnya.  Apalagi saat diperhatikan banyak pengunjung yang mengenakan pakaian instansi pemerintah alias PNS.  Ngapain mereka di situ ?  Bukannya jam segitu seharusnya mereka kerja di kantornya masing-masing ?

 

’Kalau diperhatikan Bu, mereka semua itu orang berpangkat,’ Pak Djun menunjuk sekumpulan orang di meja sebelah.  ’Tapi ngapain mereka di sini ?  Emangnya mereka nggak kerja ?’ tanya irma.  Pak Djun terkekeh-kekeh, ’Padahal jam segini ya ?  Jam nya orang kerja.’  Atau mungkin di kedai kopi itu mereka bekerja.  Apalagi irma lihat di sana tersedia fasilitas free wi-fi.  Tapi, nggak ada tuh yang buka laptop.

 

Karena Pak Djun pesan teh susu irma pun pesan minuman yang sama.  Saat Pak Ponirin datang bergabung dan pesan kopi susu, baru deh nyesel kenapa nggak pesan minuman itu.  Apalagi lihat orang meja sebelah asik banget nyeruput kopi susunya.  Nikmat bener.  Uap panasnya masih mengepul-ngepul di atas cangkir.  Rasa ngiler makin kuat saat terhirup aroma kopi yang menguar dari meja tempat meracik kopi di belakang irma.  Peraciknya – bahasa kerennya : barista – tak henti-henti menuang kopi ke cangkir-cangkir.  Rupanya kebanyakan yang datang ke sini pesan kopi.  Ya lah, namanya juga kedai kopi.

 

Nggak berapa lama datang bergabung Pak Bryan dan Pak Hasan, rekan kerja Pak Djun.  Mereka pun pesan kopi susu.  Selain itu kita juga memesan mi pangsit untuk sarapan.  Ada banyak makanan tersedia di Kim Teng.  Bubur ayam, roti bakar, aneka masakan mi, dan juga nasi.  Mau telur setengah matang juga ada.  Oh ya, di sini kita bisa memesan teh telur : minuman teh dicampur kuning telur mentah.  Huuukkkk ... kalau irma sih nggak tahan dengan baunya.  Tapi heran deh, di sini banyak peminatnya.  Sama seperti di Sumatra Barat.  Konon katanya teh telur baik untuk meningkatkan stamina.

 

Usai sarapan di Kim Teng kita menuju project site di Duri.  Cuma irma dan Pak Ponirin yang berangkat ke sana.  Pak Djun kembali ke kantornya bersama Pak Bryan dan Pak Hasan.  Sebelum berpisah Pak Djun sempat menunjukkan Sungai Siak yang membelah kota Pekanbaru.  ’Ingat kan Bu, waktu SD kita diajari sungai paling dalam di Indonesia adalah Sungai Siak.  Nah inilah sungainya,’ Pak Djun menunjuk sungai di samping kanan kita.  Oh, irma paling tau kalau Sungai Siak adalah sungai terdalam.  ’Karena sungai ini terbentuk dari patahan.  Di dalamnya ada palung-palung.  Seperti di laut,’ Pak Bryan menambahkan.  Saking dalamnya, kapal-kapal tanker dapat menyusuri sungai tersebut.  Memang sungainya tidak lebar seperti Sungai Musi di Palembang.  Tapi dalamnya itu lho.  Dalam bangettt.   Di bulan Agustus seperti ini biasanya pada minggu ke-4 di Sungai Siak dilaksanakan balap sampan tradisional. 

 

Perkiraan perjalanan ke Duri akan ditempuh dalam waktu hampir empat jam.  Pak Ponirin memasang radio.  Saat berkumandang suara Hetty Koes Endang nyanyikan lagu ‘Dingin’, Pak Ponirin terkekeh-kekeh.  Rupanya ada kenangannya dengan lagu tersebut.  Pak Ponirin pun bercerita, ‘Dulu ya Teh (karena tau irma dari Bandung jadi Pak Ponirin manggil irma ‘Teh’), waktu saya masih di Langsa, ada satu anak perempuan cantik.  Namanya Wagiyem.  Waktu dia masuk SMP, dia minta saya beliin dia kaset.  Saya belikan dua.  Satu kaset Hetty Koes Endang ini, satu lagi lagunya Panbers yang ‘Gereja Tua’.  Senang sekali dia.  Waktu dia naik kelas dua, dia minta dikawinin.  Saya kabur.’

 

Lho, kok kabur ??  ‘Saya nggak siap.  Saya kan nggak sekolah.  SD aja nggak tamat.  Nanti saya kasih makan apa dia ?  Karena nggak bisa nolak, jadi saya kabur aja.  Tapi sebelum pergi ada saya tinggalkan sapi saya dua ekor sama bapaknya Wagiyem,’ lanjut cerita Pak Ponirin.  Pak Ponirin juga cerita tentang pekerjaan dia waktu kerja di bioskop di Langsa, NAD.  Jadi operator projektor.  Selama 19 tahun dia menggeluti pekerjaan itu.  Lalu saat suasana makin memanas akibat bentrokan GAM dengan TNI, ia memutuskan hengkang dari Langsa.  Tanah, rumah, bahkan sapi-sapinya pun ia tinggal.  Hanya bawa badan saja.  Yang penting selamat.  Hijrah ke Riau, ia sempat bekerja di Caltex Pacific Indonesia (sekarang jadi Chevron) sebagai supir.  Habis masa kontrak lalu ia jadi pengemudi perpustakaan keliling.  Meski hanya kerja sebagai supir tapi ia berhasil menyekolahkan anaknya hingga kuliah di Universitas Riau.  Waktu irma tanya anaknya kuliah jurusan apa, jawabnya, ’Nah itulah Teh, saya nggak tau.  Nggak ngerti saya.  Pokoknya saya cuma pengen anak saya sekolah tinggi.  Jangan seperti saya.’

 

Nggak ada pemandangan bagus sepanjang jalan.  Hanya pohon-pohon sawit.  Gersang pula.  Tapi di balik kegersangan tersebut bumi Lancang Kuning ini begitu kaya.  Di atas minyak (sawit), di bawah minyak (bumi).  Riau merupakan salah satu propinsi dengan PAD yang tinggi.  Tapi baca di koran, ekonom Faisal Basri bilang Riau adalah propinsi yang pelit.  Karena meski pendapatan asli daerahnya tinggi tapi tidak bisa menyediakan fasilitas pendidikan dan kesehatan gratis untuk rakyatnya.  Kalah dengan beberapa kabupaten di Jawa Tengah dan Kalimantan yang membebaskan biaya pendidikan untuk warganya meski PAD mereka sedang-sedang saja.

 

Berhubung pemandangannya nggak menarik jadi irma putuskan untuk tidur.  Jam satu siang sampai Duri.  Pak Kus - koordinator project site - sudah menunggu.  Ia mengajak irma makan siang di rumah makan Padang.  Abis itu baru auditnya dimulai.  Ibu Tina – pendamping irma selama audit – berbisik, ’Bu, tadi Pak Kus bilang ibu nggak seperti auditor yang selama ini pernah ke sini.’  Oh ya, emang irma seperti apa ?  ’Kata Pak Kus, ibu ini seperti yang di tv-tv.  Itu lho, yang bawain acara Jejak Petualang.’

 

Wakakakakakakakakakakakkkk ........ irma jadi geli.  Emang sih, tadi waktu berkenalan dengan Pak Kus, irma lihat raut wajahnya seperti tercengang.  Mungkin baru kali itu ia bertemu dengan auditor cewek yang ngaudit pake safety shoes model boot, bukannya sepatu cewek.  Pake kemeja, bukannya blazer.  Dan nggemblok ransel, bukannya tas kantoran.  Apalagi itu ransel irma bawa-bawa terus ke mana-mana.  Bahkan saat client tawarkan untuk simpan di mobil, dengan halus irma menolak.  Bukan apa-apa, di dalam ransel itu terdapat laptop kantor.  irma nggak pengen kejadian seperti rekan auditor yang hilang laptopnya saat audit di Medan karena ia lengah meninggalkan tasnya tanpa pengawasan.  Dia kira laptopnya masih di dalam tas, abisnya waktu ia ambil berat tasnya tidak berubah.  Ternyata waktu dibuka, waaaaaaaa …………… laptopnya dah berubah jadi buku !

 

Jam dua mulai audit.  Jam setengah lima auditnya selesai.  Langsung balik lagi ke Pekanbaru.  Pak Ponirin ngebut jalankan mobilnya.  Terutama kalau ketemu truk pengangkut gelondongan kayu, ia langsung ngegas agar mendahului truk tersebut.  Ngeri rasanya kalau kita di belakang mereka.  irma bergidik membayangkan seandainya rantai pengikat log-log kayu itu putus, habislah kita tertimpa gelondongan kayu yang berjatuhan.  Hiiii ..........  Karena ngebut gitu walhasil jam setengah delapan malam kita udah sampai di Pekanbaru.  Janjian ketemu Pak Djun di lobby hotel Grand Zuri.  Dari sana kita makan malam di Pondok Asam Pedas Baung.  Makan makanan Melayu yang didominasi dengan lauk ikan.  Ya ikan laut, ya ikan air tawar.  Yang paling terkenal di sini adalah ikan baung.  Seperti di Palembang yang paling ngetop ikan patin. 

 

Selesai makan kita kembali ke hotel Grand Zuri.  Nggak ada waktu untuk keliling-keliling kota Pekanbaru.  Cikal bakal kota ini berawal dari desa kecil bernama Payung Sekaki di tepi Sungai Siak.  Sungai ini menghubungkan Payung Sekaki dengan daerah lain di sepanjang aliran sungai.  Akibatnya terbentuk aktifitas perdagangan di desa Payung Sekaki.  Karena desa tersebut dihuni oleh suku Senapelan, maka desa itu lebih dikenal dengan Kampung Senapelan di Payung Sekaki.  Selama masa kekuasaan Sultan Siak IV Raja Alam bergelar Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah, Senapelan dijadikan sebagai pusat kerajaan Siak.  Di masa pemerintahannya kegiatan perdagangan berkembang pesat.  Sultan kemudian mengembangkan kegiatan perdagangan yang disebut PEKAN, artinya sejenis pasar tempat aktifitas perdagangan pada hari-hari tertentu dalam satu minggu.   Mulai tanggal 23 Juni 1784 nama Senapelan tidak digunakan lagi dan diganti dengan PEKAN BAHARU.  Di kemudian hari sebutan populernya menjadi dengan Pekanbaru.  Tanggal 23 Juni 1784 ditetapkan sebagai hari kelahiran kota Pekanbaru berdasarkan SK Gubernur Sumatera no 103 yang diterbitkan di Medan pada tanggal 17 Mei 1956.  Pekanbaru ditetapkan menjadi ibukota propinsi Riau Pada tanggal 20 Januari 1959 melalui SK Menteri Dalam Negeri no Des.52/1/44-25.  Sebelumnya ibu kota propinsi Riau berkedudukan di Tanjung Pinang.

 

Luas wilayah Pekanbaru mencapai 632,26 km2.  Di sisi Utara berbatasan dengan Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar.  Sisi Timur dengan Kabupaten Siak dan Kabupaten Pelalawan.  Sisi Barat berbatasan dengan Kabupaten Kampar.  Sedangkan sisi selatannya berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kampar.  Duri - yang tadi siang irma datangi - termasuk dalam Kabupaten Bengkalis.  

 

Pekanbaru memiliki beberapa obyek wisata.  Ada Mesjid Raya Pekanbaru yang dibangun oleh Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah dari Siak di abad ke 18.  Di sana terdapat makam Sultan Marhum Bukit dan Sultan Marhum Pekan, pendiri Pekanbaru.  Kemudian di jalan Jendral Sudirman dekat Bandara Sultan Syarif Kasim II ada Museum Sang Nila Utama yang bangunannya khas Melayu.  Juga Balai Adat Riau di jalan Diponegoro dan Monumen Pahlawan di jalan utama ke arah terminal Marpoyan. 

 

Di luar kota Pekanbaru pun ada obyek menarik.  Sekitar 120 km dari Pekanbaru ke arah Sungai Siak terdapat Istana Kerajaan Siak.  Istana ini dibangun  oleh Sultan Hasyim Abduljalil Syadifuddin pada tahun 1889.  Sekarang dijadikan museum tempat penyimpanan koleksi kerajaan Siak.  Dan 135 km dari Pekanbaru terdapat Candi Muara Takus di desa Muara Takus, kecamatan XIII Koto Kampar.  Konon katanya ini merupakan candi terbesar di Sumatra yang terbuat dari batu kuno.

 

Sayang, nggak ada satupun tempat wisata tersebut yang sempat irma kunjungi.  Udah malam gitu dan juga badan capek.  Tadi pagi bangun jam empat, jam lima berangkat ke bandara, naik pesawat satu setengah jam, lalu perjalanan ke Duri pergi-pulang sekitar 7 jam.  Auditnya cuma 2,5 jam saja !  Huaaaaaa .......... tekor !  Tapi seperti yang dibilang client, auditor Jejak Petualang tentu nggak merasa berat dengan perjalanan seperti itu.  Hahahahaha, gara-gara komentar Pak Kus itu jadi sekarang irma dijuluki ’Auditor Jejak Petualang’.

 

Sampai di hotel.  Wuiiii ...... interiornya nuansa maroon.  irma yang emang penggemar warna merah langsung merasa nyaman.  Dan ternyata, free wi-fi internet di seluruh penjuru hotel !  Udah deh, semalaman on-line terus J

 

(dan ternyata di ruang tunggu keberangkatan bandara Sultan Syarif Kasim II juga ada fasilitas hotspot gratis.  malah lebih kenceng daripada di hotel Grand Zuri, hihihi puas deh !)

 

 

 

 

 

11 comments:

  1. enaknya bisa keliling nusantara gratis;)

    ReplyDelete
  2. istana kerajaan siak ? duuh pengen ke sana deh ,
    hmm......kapan yaaa.

    ReplyDelete
  3. Kerjanya mendukung untuk jalan-jalan gratis ya....
    Mau tuker nggak?
    AKu mule bosen nie gaw di sini.

    ReplyDelete
  4. cerita irma selaluuuuu menarik dan detil.. :)

    ReplyDelete
  5. sebelum aku terpasung jadi puas-puasin dulu jalan-jalan, hihihi. ya kalau pas dapat yang jalan-jalannya enak sih, ya enak. tapi kalau kayak kemarin jadi korban batavia air sampai tiga jam bengong di bandara, ya itu mah nggak asik.

    ReplyDelete
  6. jadi ... Irma dateng, ke site, ng-audit 2.5 jam, balik pkbr, nginep semalem, terus balik jakarta? weleh-weleh.... gak kebayang capeknya .....

    ReplyDelete
  7. he eh, ya gitu deh nasibnya auditor jejak petualang :D
    hari minggu nanti aku ke Riau lagi, kali ini ke Pelintung. delapan jam perjalanan dengan mobil dari Pekanbaru. lewat jalan propinsi yang lumayan bagus, jalan kabupaten yang banyak lubangnya, terakhir off-road lewatin rawa-rawa dan hutan area illegal logging. benar-benar berpetualang :D

    ReplyDelete
  8. ya lah, mumpung masih muda, sehat dan kuat .... nanti buat cerita anak-cucu kalau 'oma Irma' dulu sering lan-jalan .... selamat bertugas yaaaaa............ photo-photonya mana...?

    ReplyDelete
  9. taela mam, berangkat aja belum kok ya udah nanyain photo-photonya ???

    ReplyDelete
  10. hehehe, maksudku ... nanti jangan lupa photo-photo ya .... :D

    ReplyDelete
  11. critane lutju! ntar aku ke kim teng deh, terus ke siak. thanks for sharing!

    ReplyDelete