Saturday, January 30, 2010

audit di Tegal


Matahari baru mulai terbit waktu kereta Argo Sindoro yang irma tumpangi bergerak meninggalkan Stasiun Tawang.  Abis audit di Semarang besoknya irma lanjut audit di Tegal.  Mata masih mengantuk ditambah dibuai-buai gerakan kereta, beberapa menit setelah kereta berjalan irma pun tertidur.

Bangun entah di mana.  Tapi di sebelah kanan irma terbentang laut.  Dekat sekali.  Pada jalur kereta antara Pekalongan - Semarang memang terdapat bagian yang tidak jauh dari laut.  irma asik memandangi ombak bergulung-gulung.  Pagi itu udara cerah.

Tidak berapa lama kami memasuki Stasiun Pekalongan.  Sempat terlihat oleh irma petugas train dispatchernya yang masih muda banget.  Hihihi, tampangnya culun.  Ia berdiri pada peron berlantai keramik warna merah kecoklatan.  Saat memperhatikan suasana stasiun dari jendela kereta, terpikir oleh irma kenapa di stasiun ini nggak ada ornamen batik ya ?  Kan Pekalongan identik dengan batik.

Lanjut jalan lagi.  Tadi kereta berhenti cuma sekitar 2 menit.  Kali ini kereta tidak melintasi tepi laut.  Tapi pematang sawah di kiri - kanan rel.  Memang sih nggak sespektakuler Parahyangan Pass, tapi pemandangan sepanjang jalur ini indah juga.  Serombongan burung putih terbang rendah di atas sawah penuh tanaman padi laksana karpet hijau.  irma sempat lihat tiga orang petani sedang menanam bibit padi dari pesemaian di sawah.  Agar jalurnya lurus mereka menggunakan sebatang kayu.  Selesai satu jalur ditanam, batang kayu itu dipindahkan untuk menjadi patokan jalur tanam berikutnya.  Kiranya bukan cuma di pabrik aja yang pake mal atau alat bantu.  Pertanian juga. 

Pas banget jam 7.40 kereta tiba di Tegal.  Dalam hati irma bilang jarang-jarang irma naik kereta bisa tiba di tujuan tepat waktu begini.  Begitu keluar peron irma langsung disambut tiga orang tukang becak.  "Becak Bu ?  Becak ?"  irma bilang kepada mereka kalau irma dijemput.

Tapi rupanya penjemput belum datang.  Dia kira irma baru tiba jam setengah sembilan.  "Lha, biasanya kereta telat tho Bu," begitu dia bilang waktu ditelpon.  Ya sudah, irma duduk selonjoran di kursi depan loket pembelian tiket.  Bosan duduk-duduk aja, iseng irma baca-baca jadwal kereta.  Kereta dari Semarang ke Tegal.  Dari Tegal ke Semarang.  Kereta ekonomi ke Jakarta.  Dan banyak kereta lainnya.  Baru tau ada kereta dari Semarang ke Sragen.  Namanya kereta Banyu Biru.  Kapan-kapan ajak Wahyudi cobain kereta itu ah.  Kan Sragen itu kampung mbahnya.

Lima belas menit kemudian client datang.  irma tanya apakah kantornya jauh dari stasiun.  "Lumayan Bu, sekitar 3 km-an.  Tapi Tegal kan kotanya kecil jadi (saya) cepat nyampe sini," katanya.  "Itu pun tadi sempat mutar dulu karena alun-alun ditutup.  Lagi ada acara."

Karena di Semarang tadi irma belum sempat sarapan client pun mengajak cari tempat makan.  Ia ngajak ke warung mi Pijar dekat stasiun.  Tapi ternyata warung itu baru buka jam 10 pagi.  Sedang client bingung memikirkan tempat makan yang udah buka sepagi itu, irma pun nyeletuk, "Pak, apa di sini nggak ada warteg ?  Kalau di Jakarta banyak warteg di mana-mana.  Sejak jam 6 pagi dah pada buka buat nglayanin orang kantoran sarapan."  Penjelasan client berikutnya bikin irma tau kalau ternyata di Tegal nggak ada warteg.  Tapi warma.  Warung makan.  Sama aja kayak di Padang nggak ada rumah makan Padang.

Akhirnya kita ketemu tempat makan yang udah buka.  Menunya, mi ayam Jakarta.  Cengengesan irma menyantap sarapan.  Huehehehe, dah sampai Tegal sini tapi makannya tetep aja makanan Jakarta.  Tapi client ini yang aslinya dari Bogor bilang nggak ada makanan Tegal yang menarik buat orang yang besar di Jawa Barat.  Khasnya Tegal adalah sate kambing.  Padahal baik irma maupun client sama-sama nggak suka daging kambing.  Makanan lainnya khas Tegal adalah sauto, soto campur tauco (kebayang deh asinnya).  Sama ponggol.  Juga camilan nopia.

Makanan Tegal bisa aja nggak menarik.  Tapi client bilang teh yang paling enak adalah teh Tegal.  irma bilang Tegal identik dengan teh poci yang wasgitel.  Wangi, panas, sepet, legi, kentel.  Berikutnya kita jadi ngebahas teh.  Teh yang terkenal di Tegal merknya Teh Poci.  Kalau di Semarang, teh Tong Tjie.  Semua hotel di Semarang yang pernah irma kunjungi umumnya menggunakan teh merk tersebut.  Di Slawi, teh Gopek.  Ini teh kesukaan irma dan Wahyudi.  Wanginya enak.  "Di Pekalongan yang terkenal teh Sepeda Balap," kata client.  Huee .. baru kali ini irma dengar teh merk itu, irma bilang.  Trus irma cerita kalau di Solo yang terkenal teh cap Gardoe.  Tapi kita sama-sama setuju se-Indonesia yang paling ngetop adalah teh botol.  Sampai anak kecil aja bisa niru iklannya, "... apapun makanannya, minumnya teh botol ..."

Beres sarapan kita lalu ke tempat client di jalur pantura.  Audit mulai jam sembilan.  Kepotong istirahat siang dan sholat Jumat jam setengah dua belas.  Lanjut lagi jam setengah dua.  Selesai jam setengah enam.  Terburu-buru irma mempresentasikan hasil audit karena harus segera ke stasiun untuk mengejar kereta Argo Muria dari Semarang.  Tapi client bilang tenang aja.  Selain karena Tegal kotanya kecil jalan ke arah stasiun pun bebas macet.

Benar yang client bilang.  Cuma sepuluh menit perjalanan dari tempat client ke stasiun.  Melewati Mesjid Agung, lapangan alun-alun luas di depan mesjid, menara air dengan tiang dicat merah, kampus perguruan tinggi yang menempati gedung kuno, akhirnya irma sampai di stasiun yang juga menggunakan bangunan tua peninggalan Belanda. 

"Argo Muria, eksekutif tiga," petugas keamanan di pintu masuk peron membaca tiket yang irma ulurkan.  "Nanti keretanya di sepur satu Bu.  Urutannya dari belakang.  Satu, dua, tiga," tangannya bergerak-gerak memperagakan lokasi gerbong.  Terkejut irma mendengar penjelasannya.  Dari semua stasiun kereta api yang pernah irma datangi baru kali ini irma ketemu petugas yang telaten menjelaskan seperti ini.  irma pun mengucapkan terima kasih.  Tersenyum dan mengangguk kecil, petugas itu pun menjawab, "Nggih ..."

Wuii ... halus bener.  Hilang kesan irma akan orang Tegal yang nyablak seperti sering diperagakan seorang artis (tapi sebenarnya artis itu bukan orang Tegal lho !).  Petugas kebersihan di toilet pun tak kalah santunnya.  Waktu irma meletakkan uang di mejanya untuk bayar biaya kebersihan sesuai tarif tertulis di sana, ia mengangguk dan mengucapkan sederet kalimat dalam bahasa Jawa yang ... aaah kayaknya halus bener deh.  Yang ketangkep sama irma cuma bagian akhirnya doang, "... matur nuwun ..."  Balas mengangguk irma pun bilang, "Sami-sami."  (Lho kok jawabannya pake bahasa Sunda ya ??)

Dari pengeras suara diumumkan kereta Argo Muria akan tiba sepuluh menit lagi.  irma berjalan-jalan sepanjang peron yang pendek.  Peronnya bersih.  Nggak banyak orang yang nggak berkepentingan bersliweran. irma lihat petugas keamanan di pintu masuk sangat selektif mengizinkan orang masuk.  Tadi aja setelah irma masuk peron ia segera menutup pintu.  Khas pintu peron stasiun, terbuat dari rangka aluminium yang bisa digeser-geser.

irma masuk ke ruang tunggu eksekutif.  Nggak ada siapa-siapa di sana.  AC mati tapi ada kipas angin model standing.  Karena nggak ada orang kipas angin itu pun mati.  Di salah satu dinding terpajang photo stasiun Tegal tempo doeloe bagian depan.  Sama sekali nggak ada beda dengan kondisi yang sekarang.

Jegjegjegjegjegjegjegjegjegjegjegjegjegjegjegjegjeg ... suara kereta memasuki peron.  irma melirik arloji.  Jam 18.10.  Tujuh rangkaian gerbong penumpang beserta lokomotif, kereta pembangkit dan gerbong restoran terbentang sepanjang jalur satu.  Kereta berhenti dengan gerbong tiga tepat di hadapan irma.  Pas banget.  irma tinggal melangkah ke kiri sedikit lalu melompat ke anak tangga yang disiapkan petugas.

Tiga menit kemudian irma udah duduk nyaman berbalut selimut dalam rangkaian kereta Argo Muria menuju Jakarta.  Perjalanan berlangsung lancar.  Menjelang jam sepuluh malam irma tiba di Stasiun Gambir.  Lagi-lagi tepat waktu sesuai jadwal tertulis di tiket.  Hari ini patutlah irma acungkan jempol untuk PT Kereta Api.



4 comments: