Thursday, March 25, 2010

Hachi pangkat 3

 

“Meong !”

 

Irma lagi asik internetan Senin sore itu waktu terdengar kucing kecil mengeong.  Heh, suara dari mana tuh ?  irma beranjak ke teras samping.  Waaaa … ada dua ekor anak kucing di sana.  Warna putih belang hitam dengan ekor pendek membulat seperti ekor kelinci.

 

Siapa taruh anak kucing di sini nihhh ??

 

Baru kemudian irma lihat si Mpus tiduran di samping Joy, motornya Wahyudi.  Melihat sikapnya santai begitu irma tebak kedua anak kucing itu adalah anaknya.  Karena kalau bukan anaknya tentu dia akan pasang sikap bermusuhan.  Keempat anaknya yang lain – Maggie, Charlie, Kelly, dan Obie – bulu-bulunya pada tegang berdiri dan kuku-kuku kaki mereka dikeluarkan.  Dengan wajah bermusuhan mereka menggeram kepada kedua anak kucing itu.

 

Gimana sihh, itu kan adik-adik kalian ??

 

Ternyata kedua anak kucing tersebut tidak takut atau mundur ditakuti-takuti begitu.  Bulu-bulu mereka juga berdiri dan kuku-kuku kaki keluar siap mencakar.  Lalu tiba-tiba saja salah satu dari kedua anak kucing itu melompat ke arah kucing yang lebih besar sambil mengeluarkan suara, “Shaaahh … shaaahhh !”  Mulutnya menyeringai mengancam.  Tunjukkan gigi-gigi kecilnya yang runcing.  Hebat.  Kecil-kecil gitu berani melawan yang lebih besar.  Justru kucing-kucing yang lebih besar tunggang langgang melompat ke atas jok motor menyelamatkan diri.

 

Waktu Wahyudi pulang dari bengkel sepeda irma cerita tentang kedua anak kucing itu.  “Di mana mereka sekarang ?” tanyanya.  Irma ajak ia ke teras samping dan tunjukkan kedua anak kucing tersebut.  Oh ternyata bukan dua tapi TIGA !  Anak kucing yang ketiga warnanya juga putih belang hitam tapi ekornya lebih panjang.  Ujung ekornya juga membulat seperti ekor kelinci.

 

Wahyudi menggaruk-garuk kepala.  “Ini sih si Mpus yang bawa ke sini nihh,” ia menunjuk si Mpus yang masih tiduran di samping Joy.  Dulu si Mpus memindahkan keempat anaknya ke rumah kami.  Tapi waktu itu anak-anaknya tersebut masih keciiiil sekali.  Matanya belum bisa melihat sempurna.  Sedangkan ketiga anak kucing ini lebih besar.  Perkiraan mereka usia mereka udah lebih dari empat minggu karena jalannya nggak terlalu sempoyongan tanda baru belajar jalan.  Tapi sepertinya mereka belum pernah ketemu manusia karena waktu irma mau menyentuh mereka, mereka pun pasang kuda-kuda siap menyerang.  “Shahhh … shahhh,” begitu mereka keluarkan suara seraya menunjukkan gigi-gigi runcing.

 

“Hei, kamu tuh bersin atau takut sih ?” Wahyudi membungkuk memperhatikan ketiga anak kucing itu.  “Kok hachi hachi begitu.”

 

Karena kebiasaan mereka hachi hachi begitu maka kami memanggil ketiga anak kucing itu Hachi.  Hachiro, Hachimaru, Hachimin.  Tapi terus terang kami tidak tau mana yang Hachiro, Hachimaru, dan Hachimin karena ketiga kucing itu tampangnya sama semua.  Ciri yang membedakan cuma satu dari mereka ekornya lebih panjang.   Tapi untuk melihat ekornya harus berjuang melawan seringai dan cakar-cakar mereka dulu.  Hih, ribet banget deh.

 

Tapi bagusnya kebiasaan hachi hachi itu membuat mereka lebih waspada terhadap manusia.  Mungkin itu naluri mereka, bagian dari survival.  Penting tuh, karena banyak penghuni komplek yang nggak suka sama kucing.  Salah satunya adalah tetangga rumah sebelah kami.

 

The Hachis will survive.  I know they will. 

 

 

 

2 comments: