Wednesday, March 8, 2006

Cerita dari Yogya - 3 : Kraton Boko


Hari pertama, Sabtu 28 Januari 2006

Dari komplek Candi Prambanan kita berger(ak) ke situs Kraton Ratu Boko.  Rencananya sekalian cari makan tapi kita bablas sampai ke situs.   Situs ini adalah satu-satunya situs pemukiman masa klasik terbesar yang ditemukan di Jawa.  Saat sampai di sana kita hanya menemukan gapura nya saja yang terdiri dari gapura I (bagian depan, terdiri dari 3 paduraksa) dan gapura II (bagian dalam, terdiri dari 5 paduraksa).  Masih ingat nggak penjelasan Pak Dwi Cahyono waktu di Bajangratu September lalu ?  Paduraksa adalah gerbang untuk memasuki suatu kawasan.

Nah di balik gapura ini kita akan menemukan tanah lapang (dan banyak kambing berkeliaran !).  Berdasarkan papan penunjuk arah, belok kiri ke Candi Pembakaran dan Kiara Pandang, sedangkan lurus ke Pendopo dan Keputren.  Tapi irma yang berjalan sampai ke ujung lapangan di balik gapura tidak menemukan apa-apa.  Hanya sederet batu-batuan membentuk umpak-umpak.  Jadinya irma ngambil foto gapura aja dari kejauhan.

‘Ada apa di sana Ma ?’ tanya Nani via HT.  Ya cuma batu-batuan aja.  Sayang ya, coba kalau ada Pak Dwi Cahyono pasti bakalan asik.  Tentunya Pak Dwi akan bercerita banyak tentang situs ini.  ‘Balik yuk, Tety ngajakin foto keluarga,’ kata Nani kemudian.  Irma kembali ke gapura.  Di sana kita foto berlima.  Abis gitu menuruni tangga menuju parkiran mobil.  Lagi jalan gitu disapa sama ibu penjual minuman.  ‘Udah ke kraton ?’ tanyanya.  Lha, ada kraton nya tho ??  Ternyata dari ujung lapangan tempat irma ambil foto tadi masih terus lagi.  Jadi kita balik lagi naik ke gapura tapi sebelumnya beli minum dulu dong.  Kembalian seribu tiga ratus diganti dengan kacang.  Hueee… kacangnya dapat 13 bungkus sampai penuh tas irma !

Melewati paseban (paseban itu panggung batu di ujung lapangan tempat irma ambil foto tadi) kita ketemu tangga turun.  Dari situ baru kelihatan situs kraton nya.  Lalu kita ke pendopo.  Aduh bagusnya.  Masih utuh lagi bangunannya.  Kita langsung berkhayal suasana zaman dulu waktu kratonnya masih ada.  ‘Putri, ayo kamu kembali ke keputren !’ Wahyudi menunjuk irma, bergaya seolah-olah jadi raja.  Lalu menunjuk Tety, ‘Emban, kamu kembali ke dapur sana !’  Huahahahaha….  Tapi yang ada embannya sibuk ambil foto sementara raja dan putrinya berfoto di pintu masuk pendopo J

Pendopo itu terdiri dari panggung batu yang dikeliling tembok batu.  Tiga dari empat dinding memiliki pintu masuk.  Untuk naik ke panggung kita menggunakan tangga.  Jadi antara panggung dengan tembok batu itu seperti terbentuk parit.  Apa dulunya memang di situ diisi air ya ?

Keluar dari pendopo lalu lihat ke bawah, kita akan melihat komplek kolam.  Kita menyangka itulah yang disebut keputren.  Karena tidak terlihat ada bangunan lagi setelah itu.  Tapi waktu kembali ke depan dan melihat peta situs, baru terpikir mungkin masih di sebelah sana lagi dari komplek kolam itu keputrennya.  Dan di buku “Menapak Jejak Kepurbakalaan Ratu Boko” banyak disebut area-area yang tidak kita kunjungi selama di situs ini.  Sayang sekali ya.  Tapi memang komplek situs ini luas sekali dan tidak ada pemandu yang mendampingi kita L

Hari beranjak sore dan kita harus segera menuju Borobudur.  Dengan enggan irma meninggalkan situs kraton Boko.  Senang sih di sana.  Memang di sana yang ada reruntuhan, nggak seperti Prambanan yang telah rapi terbentuk.  Tapi entah kenapa suasana di sana enakk sekali.  Mungkin karena letaknya di pegunungan.  Jadi sejuk hawanya.  Oh ya, dari Plasa Andrawina – tempat makan di pintu masuk menuju situs – kita bisa melihat Candi Prambanan dari kejauhan.  Cantik sekali.  Apalagi saat itu hujan turun tapi rintiknya tipis sekali.  Jadi seolah-olah Prambanan terselimuti kabut tipis.  Hmm… kesannya apa ya ??  Eksotik gitu ...

Ahh… jadi ingin ke sana lagi.  Kapan-kapan nyobain Boko Trekking yuk, biar bisa menikmati sunrise di Bukit Tugel.  Tapi jangan di musim hujan seperti ini ya, nanti yang ada kita bukannya trekking tapi malah ngebajak sawah L

No comments:

Post a Comment