Monday, September 8, 2008

sore yang indah

 

‘Kenapa sih, kamu tuh nggak pernah percaya aku ??!!!’

 

Brakkkk !!!  Pintu kamar depan dibanting setelah penghuninya meneriakkan kata-kata tersebut kepada cowoknya via handphone.  Wakkss ... kayaknya para penghuni kost ini lagi pada marahan sama pacarnya masing-masing.  Termasuk irma.  Heran, bisa-bisanya PMS barengan gini.

 

***

 

Tapi itu kemarin.  Hari ini Wahyudi jemput irma di kantor jam 4 sore.  Lalu kita sama-sama ke Stasiun Gambir.  Beli tiket ke Bandung buat hari Sabtu nanti.  Abis gitu jalan kaki sepanjang Medan Merdeka Selatan, nyusurin trotoar di luar taman Monas.  Ngeliat cap jejak kaki para mantan gubernur DKI (tapi kok yang pertama bukan jejak kaki, melainkan tapak sepatu ?).  Wahyudi menunjuk satu jejak kaki yang mirip kaki irma : ada kelainan tulang yang menonjol pada tepi bagian dalam.

 

Kita juga melihat rusa bertotol-totol putih dalam taman.  Ada satu, dua, tiga, ... , delapan rusa yang kita lihat.  Rusa yang paling kecil berlari menjauh saat kita melihatnya.  Dari balik badan induknya ia menatap curiga.  Mungkin ia belum terbiasa dengan kehadiran manusia.  Rusa terakhir yang kita lihat kaki depannya berbentuk X dengan bonggol-bonggol di kedua lututnya.  Kenapa ya ?  Apa karena keberatan badan ?  Tanduknya sudah dipotong.  Ia menatap sedih saat kita berlalu.  Mungkin ia berharap kita akan beri dia makanan.  Kasihan.  Rumput di taman itu kering semua.  Tapi kita nggak punya sesuatu yang bisa ia makan.

 

Terakhir kita jalan di bawah deretan pohon dengan bunga-bunga warna lila.  Cantik sekali.  Sayang nggak satupun dari kita yang bawa kamera.  Padahal matahari sore itu semburatkan cahayanya di antara dedaunan.  Begitu indah pemandangan.  Di antara debu polusi jalanan Jakarta.

 

Buka puasa di Bakmi GM.  Kita berbagi semangkuk baso tahu dimakan berdua.  Lupakan pertengkaran kemarin.  Dan air mata yang bercucuran karenanya. Senangnya.  There is always sunshine after the rain.

 

 

Senin, 8 September 2008

mengenang 25 tahun kepergian Papa

’Maafkan saya Pak, buat putrimu menangis,’ kata Wahyudi di hadapan pusara

 

 

 

 

5 comments: