Tuesday, April 21, 2009

Head Dresses of the Archipelago - Adi Wastra Nusantara 2009

 

Tahun lalu Wastraprema – Himpunan Pencinta Kain Adati Indonesia – menggelar pamerannya yang pertama.  Temanya kali itu adalah mengenai aneka kain adat tradisional Indonesia.  Senang sekali irma melihat pameran itu.  Aneka batik, tenun, aneka motif, kain dari aneka bahan dasar, cantik terhampar pada display sepanjang lobby hall A JCC.  Banyak di antaranya yang baru kali itu irma lihat.

 

Tahun ini Wastraprema menggelar pameran bertajuk Ragam Tutup Kepala Nusantara.  Sejak baca di koran bulan lalu tentang pameran ini irma jadi penasaran banget seperti apa pameran akan digelar.  Maklum aja, selama ini jarang ada yang membahas mengenai penutup kepala.

 

Ternyata penutup kepala (tradisional) di Indonesia tuh beraneka macam.  Beberapa di antaranya sudah cukup sering irma lihat seperti suntiang (hiasan kepala mempelai perempuan adat Minangkabau), tangkuluak (penutup kepala perempuan di Sumatera Barat, dibentuk dari selendang songket), bendo (penutup kepala pria di Jawa Barat), songkok alias peci, dan topi khas Rote yang terbuat dari daun lontar.  Tapi lebih banyak lagi yang baru kali itu irma lihat.

 

Sayangnya koleksi tutup kepala yang dipamerkan tersebut tidak boleh diphoto.  ‘Please do not take pictures,’ demikian tertulis di gapura memasuki ruang pamer.  Tapi panitia menyediakan katalog koleksi pameran yang bisa didapatkan di meja informasi dengan membayar Rp 50.000,00.  Senang sekali irma mendapat katalog tersebut.  Karena bukan hanya photo-photo tapi di dalamnya ada juga penjelasan mengenai ragam tutup kepala di Indonesia.

 

Sayangnya lagi nih, ternyata nggak semua tutup kepala yang dipamerkan ada dalam katalog tersebut.  Dan justru tutup kepala paling unik, yang paling irma suka dari semua tutup kepala yang dipamerkan, malah nggak ada dalam katalog itu.

 

Tutup kepala yang irma sukai itu irma temui di paliiiiiiiiiing ujung dari jajaran tutup kepala yang dipamerkan.  Merupakan koleksi Museum Negeri Jambi dan berasal dari daerah Merangin.  Namanya ‘Sungkul’.  Berikut penjelasan mengenai sungkul yang irma kutip dari tulisan di bawah tutup kepala tersebut.

 

Sungkul merupakan mahkota pengantin wanita terbuat dari perak sepuh emas, terdiri dari lingkaran dan tingkatan kelopak bunga berurai jatuh ke bawah dihias dengan ornamen burung, lambang kemesraan suami-istri.  Pada tingkatan di bawahnya terdapat kelopak bunga yang jatuh ke samping dengan ornamen ikan, lambang kekayaan alam.  Hiasan mencerminkan bahwa dalam rumah tangga selalu ada perbedaan antara suami-istri, dan untuk menyelesaikannya selalu berdasarkan kata mufakat.

 

Tidak bosan-bosannya irma mengagumi penutup kepala tersebut.  Sampai penjaga pameran datang mendekat dan memperhatikan irma penuh selidik.  Heran kali dia lihat ada pengunjung pameran yang begitu betah ngejogrog di pojokan begitu.  Sungkul memang diletakkan di pojok bawah.  Padahal irma berjongkok (malah sampai nungging-nungging !) begitu karena ingin melihat ornamennya lebih jelas.  Biar bisa digambar.  Tapi sayangnya irma bukan penggambar yang baik seperti Wahyudi.

 

Bukan cuma Sungkul, penutup kepala koleksi Museum Negeri Jambi lainnya pun tak kalah menarik dan penuh filosofi.  Ada ‘Cincin Ayer’ atau cincin air, hiasan kepala wanita yang merupakan cikal bakal dari bentuk tutup kepala ‘Kulauk’.  Cincin air terdiri dari 99 keping tembaga yang mencerminkan 99 nama Tuhan yang didzikirkan setiap hari dalam kehidupan bermasyarakat.  Cincin air melambangkan uang didapat dari wanita tersebut bekerja yang ia ronce hingga si laki-laki mampu menghidupi kehidupan rumah tangganya.

 

Lalu ada ‘Uncang’, sehelai kain tipis dengan motif bunga melati yang dulu dipakai sebagai penutup kepala pemangku adat atau orang-orang tua.  Sekarang uncang dipakai oleh pengantin laki-laki dengan menyelempangkannya di bahu.  Uncang dihiasi dengan beberapa cincin perak yang menggantung di salah satu ujung kainnya.  Dan diberi seperangkat kunci.  Pada harian Kompas Minggu tanggal 19 April 2009 ada photo penutup kepala ini di kolom Aksen berjudul ‘Pasang Surut Tutup Kepala’.

 

Oh ya, tadi irma menyebut ‘Kulauk’ ya.  Kulauk adalah penutup kepala dari Kerinci, Jambi.  Terdiri dari dua buah gelang (sukun) yang ditumpuk.  Sukun atas melambangkan pimpinan, sukun bawah melambangkan kerabat.  Kedua sukun dihiasi dengan 50 cincin yang melambangkan 50 sifat-sifat Allah, dan 20 cincin yang melambangkan sifat Nabi Muhammad beserta uang recehan 50 rupiah terbuat dari emas atau perak.  Kulauk juga dihiasi dengan umbai (hiasan beludru pendek), jumbai (hiasan beludru panjang), dan 7 kunci.  Ketujuh kunci ini terdiri dari kunci rumah, kunci kamar, kunci bilik/lumbung padi, kunci pura atau tempat menyimpan uang, kunci peti, kunci dapur, dan kunci hati.  Garis-garis kain pada umbai dan jumbai berwarna hitam (ninik mamak), kuning (orang tua cerdik pandai), merah (hulubalang) dan putih (alim ulama).  Kulauk menandakan bahwa wanita memiliki peran penting dalam mengelola rumah tangga.  (haaaa … waktu melihat kunci sebanyak itu di benak irma terlintas bahwa wanita itu identik dengan pemegang kunci.  habis, Wahyudi juga selalu menitipkan kunci pada irma.  kesannya istri = kuncen !)

 

Banyak lagi tutup kepala koleksi Museum Negeri Jambi.  Beberapa di antaranya dibentuk dari kain batik Jambi.  Ada ‘Tutup Kepala Kuncup Melati’ dari Kerinci, tutup kepala anak gadis yang dipakai untuk menari dan menanti tamu pada upacara adat.  Satu ujung selendang digulung dan dua kali dililit mengelilingi kepala sedangkan ujung lainnya bergantung di satu sisi muka si pemakai.  ‘Tutup Kepala Simpul Cempaka’ dari Kabupaten Sorolangun, Merangin dipakai oleh wanita yang belum menikah dalam upacara adat, pesta, tari dan acara resmi.  Dibentuk dari kain batik Jambi motif bunga tanjung, sisi kanannya dihias kipas yang terbentuk dari ujung selendang batik.  ‘Tengkuluk Sapik Udang’ dari Kerinci, dipakai oleh para ibu saat menanti tamu upacara ada kenduri seko (pesta rakyat Jambi).  Tutup kepala ini dibuat dengan membuat simpul yang ujungnya dihias ornamen gantung.  Di akhir pameran saat semua koleksi sedang dibenahi, irma sempat lihat dua orang ibu memakai tutup kepala seperti ini.  Mungkin mereka dari Museum Negeri Jambi.

 

Selain tutup kepala koleksi Museum Negeri Jambi, tutup kepala lain yang menarik perhatian irma adalah ‘Puput Sere’ dari Tanimbar, kepulauan Maluku.  Di permulaan abad ke 20, pria Tanimbar suka memakai tutup kepala yang sangat impresif untuk memberi kesan kekuasaan.  Puput sere terbuat dari potongan kain yang dijaling kerangka rotan yang mengelilingi kepala, dihias dengan bulu ayam.  Dulu puput sere dihias dengan indarlele, kalung dari tulang ikan.  Puput sere koleksi Elsie Soenarya yang dipajang saat pameran ini dihias dengan kalung dari kerang.  Lihat puput sere, irma jadi ingat penutup kepala yang sering dipakai pada acara-acara karnaval di Brazil.  Bisa lihat nggak puput sere pada photo irma di atas ?  Penutup kepala tersebut ada di latar belakang photo.

 

Sayangnya, tidak banyak pengunjung Adi Wastra Nusantara 2009 yang berkunjung ke pameran ‘Ragam Tutup Kepala Nusantara’ ini.   Irma perhatikan mereka lebih tertarik mengunjungi stand-stand.  Atau melihat pagelaran busana para perancang mode Indonesia.  Seandainya tutup kepala ini dipamerkan ala pagelaran busana, mungkin orang lebih tertarik untuk melihatnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

4 comments:

  1. Hehe, ada gunanya juga saya anggota Wastraprema dan datang pada hari pertama, jadi masih sempat foto beberapa koleksi dan pada hari kedua, sesudah seminar, saya pergi lagi menengok pameran dan bertemu dengan ibu dari Musium Jambi.... jadilah dia mendemonstrasikan cara pemakaian beberapa tutup kepala dan ibu Alit Djajasoebrata menjadi model. Balik dari Bengkulu, saya masukkan di multiply ya, walaupun fotonya tidak professional, tapi lumayan untuk mendapat bayangan seperti apa dan dari apa.

    ReplyDelete
  2. pasti habis ini Irma penasaran pengen mengunjungi museum negeri Jambi.... :)

    ReplyDelete
  3. yak tul ! bener bangettt. hanny tau aja niyy :D

    ReplyDelete
  4. coba kunjungi multiply manikam indonesia ya. kami menawarkan kain batik nusantara dengan citra baru...kontemporer namun tetap memegang tradisi dan mengambil inspirasi khasanah budaya bangsa...

    ReplyDelete