Tuesday, July 27, 2010

jadi begini caranya bikin kami suka membaca

 

Mama dan Papa (alm) punya tiga anak perempuan ; Teteh, Bu Isna, dan irma.  Dulu kami tinggal di jalan Buah Batu, Bandung.  Sekarang rumahnya dah nggak ada, dah jadi parkirannya toko Yogya yang selalu ramai.  Zaman kita tinggal di Buah Batu dulu di sekitar rumah masih banyak sawah dan tanah lapang tempat anak-anak bermain layangan.  Meski kami bertiga perempuan semua tapi sering juga ikutan main layangan.  Bu Isna yang jago main layangannya.  irma sih cuma bisa nonton aja.

Sebulan sekali Papa mengajak ketiga putrinya ke toko buku Singgalang di jalan Karapitan.  Di sana masing-masing dari kami memilih tiga buku cerita.  Karena irma masih kecil, belum bisa baca (irma baru bisa baca menjelang naik kelas 2 SD.  he eh, lambat banget ya), biasanya irma pilih buku cerita yang banyak gambar-gambarnya seperti komik cerita klasik karangan HC Andersen.  Itu lho, yang ceritanya selalu berkisar tentang putri malang yang kemudian diselamatkan pangeran, lalu mereka hidup bahagia selamanya.  Sedangkan Teteh dan Bu Isna biasanya pilih buku yang mereka bisa saling tukar. 

Sekali waktu di toko buku Singgalang Papa menunjuk satu set komik.  "Ini buku bagus nih," beliau bilang pada Teteh dan Bu Isna.  Itu adalah komik wayang karya RA Kosasih.  Sekali membaca, Teteh dan Bu Isna nggak bisa berhenti sampai tamat.  Beneran, itu buku bagus banget.  irma yang belum bisa baca aja suka lihat gambar-gambarnya.  Sejak itu tiap kali ke toko buku Singgalang selalu kami mencari kelanjutan komik serial wayang tersebut.  Sampai lengkap semua kami punya.  Sampai "Pandawa Seda" mengenai perjalanan Yudistira ke nirwana didampingi seekor anjing.  Di sana ia bertemu dengan keempat ksatria Pandawa lainnya.  Juga Adipati Karna dan Dewi Kunti, ibu mereka.

Khusus komik serial wayang tersebut, itu tidak termasuk dalam jatah tiga buku per bulan kami.  Karena Papa juga suka bacanya jadi komik itu Papa beli sebagai jatah bacaan kami berempat.  Selain komik serial wayang Papa juga suka baca serial Deni Manusia Ikan di majalah Bobo langganan irma.

Waktu irma naik ke kelas 2 SD kami pindah ke Dago.  Sejak itu toko buku yang kerap kami kunjungi adalah Gramedia di jalan Merdeka.  Di sana lebih banyak lagi pilihan bukunya.  Tapi tetap aja jatahnya cuma tiga buku per bulan per anak.

Kadang-kadang kami merasa jatah tiga buku itu terlalu sedikit.  Sering malah belum juga sebulan ketiga buku tersebut sudah habis dibaca.  Kami berharap jadwal berikutnya ke toko buku segera tiba.  Sering juga kami merayu Papa, minta dibelikan buku lebih dari tiga.  Tapi Papa bilang anggarannya memang cuma segitu.  Kalau mau nambah lagi beli aja pakai uang jajan kalian, begitu Papa bilang.  Sejak itu kalau ada buku yang ingiiiiiinnn sekali dibeli anak-anak Papa akan menyisihkan uang jajannya untuk ditabung buat beli buku itu.  Seingat irma pernah juga Bu Isna membujuk irma untuk meminjamkannya sisihan uang jajan irma karena tabungannya belum cukup untuk membeli buku yang diidam-idamkannya.  Di antara kami bertiga irma terkenal yang paling irit jajannya jadi tabungan irma lumayan banyak.

irma pikir, kebiasaan Papa membawa ketiga putrinya ke toko buku dan belikan buku seperti ini yang membuat kami suka membaca.  Sampai sekarang kami tetap rajin membaca meski minatnya beda-beda.  Teteh sukanya baca novel roman, irma tentang perjalanan dan petualangan sedangkan Bu Isna apa aja dia baca.  Bu Isna sering nongkrong di taman bacaan, irma suka ke toko buku, Teteh mengelola taman bacaan.  Jadi sering buku yang udah irma baca, ditransfer ke Bu Isna untuk dia baca, abis gitu ngendon di taman bacaannya Teteh untuk disewakan.  Hehehehe, satu buku melayani banyak orang.  Alangkah banyak pahalanya.

Sekarang kesukaan membaca ini turun ke cucu-cucunya Mama dan Papa.  Anak-anaknya Teteh dan Bu Isna juga suka baca.  Sukaaaaaaa sekali sampai neneknya ngomel-ngomel tiap kali lihat mereka baca melulu.  Yah, kalau menurut neneknya sih bacaan yang bagus cuma buku-buku agama.  Pemikiran yang menurut irma sempit banget.  Yang namanya ilmu dan pengetahuan kan bisa dari mana aja.  Buku komik yang sepintas kelihatannya remeh pun sebenarnya bisa membuka pikiran dan memperluas wawasan.

 

 

6 comments:

  1. hehehe.. di keluarga kecil saya yang baru dibentuk ini, juga (berusaha disiplin) menerapkan tradisi itu. Bedanya, kalo kami sih berburu bukunya ke tempat diskonan terutama. Semacam palasari ato togamas dsb. Kalo ada event diskon gedegedean macam pasar buku rakyat-nya mizan, baru deh jatah bukunya bisa lebih.
    Zahra kan juga belum bisa baca jadi aja konsekuensinya ambu harus mau berbusa-busa membacakan buku yang zahra mau sebagai pengantar tidur atau kapanpun dia mau.. lumayan, latihan (dan pemenuhan obsesi) sebagai pendongeng yang belum terwujud. hehehe...

    ReplyDelete
  2. jadi pengen ke sini lagi :)

    ambu, kalau lagi bacain cerita buat zahra busanya jangan sampai kebanyakan ya ;)

    ReplyDelete
  3. hahaha. untungnya zahra udah terbiasa :P

    ReplyDelete
  4. memang suka membaca harus ditanamkan dari kecil....

    ReplyDelete
  5. Setuju ama Irma. Membaca adalah jembatan ilmu. Dari kecil aku jg sudah ditumbuhkan minat baca oleh ortu. Sampe2 lupa bikin PR krn ke-asyikan membaca majalah2 AWD, Bobo atau novel. hehehe.....yg ini perbuatan yg gak baek ya.

    ReplyDelete
  6. hehehe, yang penting kamu merasakan manfaatnya sampai sekarang :D

    ReplyDelete