Monday, November 27, 2006

Konservasi Energi

Pipa gas di Sidoarjo meledak akibat lumpur panas Lapindo Brantas.  Banyak yang dirugikan.  Beberapa orang meninggal dunia, penduduk sekitar mengungsi karena takut, dan banyak perusahaan merugi.  Katanya Petrokimia Gresik rugi 1,5 milyar rupiah tiap hari.  Perusahaan Gas Negara merugi sampai jutaan dolar.  PLN tidak bisa memasok listrik sebanyak yang biasa.  Yang biasa aja kurang sekarang malah makin sedikit.  Di TV ada himbauan dari PLN agar tiap rumah mengurangi pemakaian lampu agar listrik yang ada bisa dibagi rata dengan pemakai lain.  Tapi pemadaman listrik tetap tak terhindarkan.  Dengar berita di TV tadi pagi empat gardu PLN di Jakarta akan dipadamkan.  Salah satunya gardu listrik Pulomas.  Kalau irma masih tinggal di Rawamangun mungkin nanti malam irma tidur dalam suasana gelap gurita.  Eh salah deng, gelap gulita.


 


Waktu kuliah dulu ada dosen irma yang ahli di bidang konservasi energi.  Uh dosen yang satu ini terkenal gualakk banget.  Nggak tau sekarang masih galak apa nggak, sejak do’i ngetop karena hasil penelitiannya mengenai minyak jarak sebagai bahan energi alternatif lagi naik daun.  Naik daun.  Kayak ulet aja, hehehe


 


Dalam salah satu kuliahnya bapak dosen galak ini pernah bercerita tentang audit energi.  Energi diaudit ??  He eh, sebenarnya yang dilakukan adalah evaluasi penggunaan energi, efektif nggak ?  Efisien nggak ?  Efektif artinya tepat guna.  Efisien artinya menggunakan energi seoptimum mungkin.  Misalnya penggunaan lampu nih.  Fungsinya buat apa ?  Buat baca.  Berapa jumlah cahaya yang diperlukan, biar bacanya enak dan nggak bikin mata sakit ?  Misalnya 700 lumen (lumen tuh satuan jumlah cahaya, masih ingat kan pelajaran Fisika waktu SMA dulu ?? ).  Lalu dilihat lampunya.  Apakah lampu ini sudah memberikan jumlah cahaya yang cukup ?  Trus dilihat penempatan lampunya.  Ternyata lokasi lampu bisa mempengaruhi lumen.  Jadi bukan berapa watt lampunya tapi posisi lampu terhadap obyek yang mau dibaca.  Dari hasil audit energi itu bisa ketahuan selama ini boros nggak pemakaian listriknya.  Trus juga bisa diketahui potensi penghematan yang bisa dilakukan.  Misalnya mengubah letak lampu.  Kalau bisa cuma pakai satu, kenapa harus dua.  Tentunya pengurangan ini tidak mengurangi kesehatan dan kenyamanan pemakainya.


 


Apa sih efeknya kalau kita hemat dalam pemakaian listrik ?  Yang pertama jelas biaya.  Nggak harus bayar mahal kan.  Yang kedua, listrik yang dihemat itu bisa digunakan untuk hal lain yang lebih urgent.  Rumah sakit misalnya.  Kan kasihan banget pasien di UGD atau ICU kalau sampai nggak ditangani karena mesin-mesin kedokterannya nggak bisa nyala.  Trus yang ketiga, semakin sedikit kita menggunakan listrik maka semakin sedikit kita merusak lingkungan.  Lho kok bisa ?  Bukannya listrik itu ramah lingkungan ? 


 


Eitss, jangan salah.  Listrik memang ramah lingkungan.  Tapi sumber energi listriknya bikin polusi.  Tau kan listrik dibuat di pembangkit listrik.  Ada pembangkit listrik tenaga air, tenaga uap, dan yang paling banyak di Indonesia adalah tenaga diesel.  Untuk menggerakkan diesel perlu solar.  Atau batu bara.  Batu bara melimpah ruah di Indonesia.  Katanya nih, di bawah tanah pulau Kalimantan isinya batu bara semua.  Gali dikit aja, ketemu deh si hitam sumber energi ini.  Si hitam manis andalannya orang energi karena di dia belum sepopuler minyak bumi.  Padahal dia bisa dibikin briket lho.  Briket menghasilkan panas yang lebih tinggi dan stabil daripada arang kayu.  Bisa lah buat manasin sate padang, hehe


 


Pembakaran batu bara akan melepaskan karbon dioksida ke udara.  Di atmosfir karbon dioksida membentuk lapisan yang memantulkan panas dari bumi kembali ke permukaan bumi.  Seharusnya kan panas ini dilepas ke luar lapisan udara yang menyelimuti bumi.  Inilah yang disebut dengan efek rumah kaca.  Akibatnya terjadilah pemanasan global.  Suhu bumi naik, es-es di kutub mencair, permukaan air laut makin naik dan pulau-pulau terendam.


 


Kandungan Sulfur yang tinggi dalam batu bara akan mengakibatkan pelepasan gas SO2 ke udara.  Gas ini akan bereaksi dengan uap air di udara membentuk asam sulfit.  Inilah yang disebut dengan hujan asam.  Hujan asam bersifat korosif.  Besi aja dibikinnya berkarat, gimana dengan paru-paru kita ya ??


 


Para peneliti energi terus melakukan penelitian untuk memperkecil resiko perusakan alam.  Desulfurisasi batu bara misalnya.  Yaitu mengurangi kandungan Sulfur di dalam batu bara.  Bisa sih, tapi efisiensinya masih rendah.  Sayang, salah satu dosen irma yang ahli di bidang ini udah meninggal.  Mudah-mudahan ada yang meneruskan penelitiannya.  Biar batu bara Indonesia tetap bisa dipakai tanpa merusak lingkungan.  Atau kalaupun tetap merusak, dikit aja lah jangan banyak-banyak J 


 


Indonesia sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi protokol Kyoto berkewajiban mengurangi subsidi gas-gas efek rumah kaca ke atmosfir.  Nah selama para ahli lingkungan – dan juga ahli energi - terus bekerja mengembangkan metoda untuk menurunkan pembentukan gas-gas rumah kaca, bisa kan kita bantu dengan cara sederhana ?  Matikan listrik bila tidak dipakai.  Pakai lampu yang hemat energi.  Ubah posisi lampu biar kita nggak perlu banyak-banyak pake lampu.  Penting nggak sih, bikin malam terang benderang laksana siang ??  (Huehehehehe … ngomong sih gampang, tapi irma sendiri suka kelupaan matiin lampu kalau mau tidur.  Walhasil sampai pagi terang benderang deh L )


 


‘Ribet amat. Gw sanggup bayar listrik ini,’ gitu komentar seorang teman waktu dosen galak itu jelaskan bahwa dengan menggeser lampu sedikit berarti kita turut mencegah kerusakan alam.  Hm, satu lagi nih orang sombong yang egois, cuma mentingin diri sendiri, kata irma dalam hati.  Iya dia memang bisa bayar.  Tapi kan di balik pembayaran itu berapa banyak dirugikan ?  Banyak.  Ingat ini efek berantai.  Dan pengaruhnya baru bisa dirasakan bertahun-tahun kemudian.


 


Kadang kita yang mampu bayar enggan bertindak untuk kepentingan bersama.  Pikir-pikir, yang banyak berperan dalam penghematan ini justru para ibu rumah tangga (golongan menengah) yang mungkin nggak (terlalu) ngerti prinsip konservasi energi.  Tiap bulan mereka pusing mikirin gimana caranya biar tagihan listrik nggak naik.  Matiin lampu kalau keluar ruangan, listrik mahal.  Matiin TV kalau nggak ditonton, listrik mahal.  Airnya meluber tuh, matiin pompa nya.  Listrik kan mahal.  Aduuuh AC nya matiin dong, nggak ada siapa-siapa juga di situ.  Listrik mahal nih.  Bulan lalu aja bayarnya segini …


 


Sekarang pasokan listrik makin berkurang.  Biarpun mampu bayar tetap aja listrik akan padam.  Nggak ada listrik, nggak bisa kerja deh.  Hidup kita juga jadi nggak nyaman.  Kalau udah gini, baru terasa kan yang namanya uang nggak selalu bisa beli apa aja.


 


Think global, act local …


 


 


Bandara Hang Nadim Batam, 25 November 2006


Saat menanti penerbangan GA 151 yang akan bawa irma kembali ke Jakarta

No comments:

Post a Comment