Sunday, November 18, 2007

Mengejar sunset ke Latuhalat

 

Ada satu tempat yang sering Ela rekomendasikan untuk memotret sunset di Pulau Ambon.  Latuhalat.  Di sana ada satu gugusan batu hitam bekas letusan gunung api.  Selepas gugusan tersebut langsung terbentang Laut Banda yang dalam banget.  Konon katanya itu perairan terdalam di Indonesia (atau di seluruh dunia ya ??)

 

Untuk menuju gugusan batu hitam tersebut kita harus jalan lumayan jauh dari ujung jalan tempat mobil parkir.  Melewati pohon-pohon (kebanyakan pohon kelapa), nurunin tebing lumayan curam, baru kemudian sampai di gugusan.  Tahun kemarin waktu ke sana kita lewatin tebing itu.  Pas balik baru tau ternyata bisa jalan memutar nyusurin tepi pantai.  Tapi musti hati-hati karena banyak batu karang.  Mana gelap lagi. 

 

Oktober kemarin kita ke sana lagi.  Langit mulai memerah saat kita di jalan menuju Latuhalat.  Kalau nggak cepetan, keburu hilang sunsetnya.  Ela dan Ongen ngebut menyupir.  Tapi di jalan kita nemuin pemandangan unik : anak-anak bergelantungan di atas pohon di tepi pantai, bergantian mereka terjun ke laut.  Semburat cahaya matahari menjelang tenggelam membentuk siluet anak-anak itu.  Kita pun berhenti untuk memotret mereka.  Sementara Ela di mobil satu lagi terus melaju ke Latuhalat.  Rombongan terpisah jadi dua.

 

‘Bang, abang foto beta e’ !’ seru anak-anak itu melihat kita berdiri di atas tembok pembatas jalan dengan kamera di tangan.  Pak Adhi, Mas Fahmi, dan Wahyudi melompat turun.  Mereka mencari tempat yang bagus untuk memotret lebih dekat.  irma nggak berani ikutan.  Lompat turunnya sih nggak masalah.  Tapi nanti gimana naiknya ?  Jadi irma duduk di tembok pembatas jalan aja, melihat anak-anak itu di atas pohon.  Sesekali ada yang terjun ke air.  Tapi kebanyakan mereka duduk-duduk saja.  Kakinya tergantung menjuntai.

 

Puas memotret mereka, kita lanjut ke Latuhalat.  Langit sudah mulai gelap saat kita sampai di sana.  Argh, headlamp irma ketinggalan di koper di hotel !  Sedangkan lampu senter kecil di dalam tas udah habis baterenya L  Jadi irma berjalan meraba-raba dalam gelap.  Ongen yang jalan di depan irma dan Wahyudi berusaha membantu nunjukin jalan.  Ia dipinjami lampu senter kecil oleh Mas Fahmi.  Sementara Pak Adhi dan Mas Fahmi udah jalan duluan.  Mereka berdua pakai headlamp di atas dahi masing-masing.  Kata Pak Adhi, ‘Ini yang namanya well-prepared.’  Maksudnya selalu bawa senter dengan batere penuh.

 

Langit merah mulai menghilang saat kita sampai di gugusan batu hitam.  Nggak sempat foto sunset lagi.  Tapi tadi kita puas banget foto sunset dengan anak-anak bergelantungan di pohon sebagai latar depannya.  Lagipula tahun lalu irma udah foto sunset di Latuhalat (meski abis gitu fotonya hilang karena nggak sengaja kehapus L).  Apalagi kemudian Ela kasih foto sunset di Latuhalat yang bagus banget.  Foto sunset berlatardepankan kapal dengan orang-orang di atasnya.  Saat kapal itu melintas, mereka berseru dan melambaikan tangan kepada kita, ‘Hoiiiii ……… difotoooo !!’  Kita pun balas melambai dan teriak, ‘Daaaaghhhh ………… !’

 

Sama seperti tahun lalu, saat kita di gugusan batu itu pun ada kapal melintas.  Kata Ongen itu kapal penangkap ikan cakalang.  Memang biasanya jam-jam segitu nelayan pergi melaut untuk menangkapnya.  Tapi kali ini kita nggak sempat memotretnya.  Langit udah terlalu gelap.  Kita lalu kembali ke mobil dan menuju Kota Ambon untuk makan malam.  Laperrr.

 

 

6 comments: