Thursday, November 8, 2007

Mesjid Tua Wapaue Kaitetu

 

“Kenapa Ma, kok kamu ngeliatnya kayak terharu gitu ?”

 

Itu pertanyaan seorang teman seperjalanan di Ambon kemarin saat lihat cara irma memandangi Mesjid Tua Wapaue Kaitetu.  Ugh, dia nggak tau sih.  Bagaimana perjuangan irma, Ela, Wahyudi, Adep, dan Robby mencari mesjid ini tahun kemarin.  Kita sampai tiga kali bolak-balik menyusuri jalan Hila – Morela mencari mesjid tersebut.  Itu sama aja dengan menyusuri sepanjang pantai utara pulau Ambon yang menghadap Laut Seram.  Mana hujan deras lagi !  Makanya saat ketemu irma bersyukur sekali.  Apalagi saat kita sampai di mesjid ini, langit tiba-tiba menjadi cerah.  Hujan berhenti, awan menyingkir, dan matahari bersinar hangat.  Benar-benar terberkati perjalanan itu J

 

Bapak Abdul Majid dari marga Iha yang menjadi imam mesjid ini bercerita.  Mesjid Tua Wapaue dulunya terletak di Bukit Wawane, sekitar 8 km sebelah selatan dari pesisir pantai.  Dibangun oleh Perdana Jamillu Orang Kaya Alahahulu pada tahun 1414 tanpa paku dan pasak kayu.  Luas bagian dalamnya sekitar 10 m x 10 m.  Ada empat tiang soko guru yang terbuat dari kayu nani yang tahan air.  Dan dua belas tiang lainnya membentuk sudut-sudut mesjid.  Imam pertama mesjid ini bernama Muhamad Arif Kulapessy.

 

Pada tahun 1614 imam kedua yang bernama Rijalli memindahkan mesjid ke tempat yang bernama Tehala, sekitar 6 km ke arah timur dari lokasi pertama atau 2 km dari Desa Kaitetu.  Setelah Belanda merebut Loji Portugis menjadi Benteng Amsterdam, Belanda memindahkan penduduk desa di pegunungan ke Negeri Atetu di tahun 1664.  Pada suatu pagi saat penduduk terbangun di tempat tinggal mereka yang baru, mereka temukan mesjid ini telah berpindah sendiri secara gaib.  Lengkap dengan perlengkapan ibadah.  Sejak saat itu mesjid Wapaue terkenal karena keajaibannya ini.  (makanya tahun lalu waktu kami mencari-cari mesjid ini, seseorang di antara kami berseloroh jangan-jangan mesjid nya telah berpindah lagi secara gaib makanya kita nggak ketemu-ketemu).

 

Hingga kini Mesjid Tua Wapaue Kaitetu tetap mempertahankan bentuk aslinya.  Lengkap dengan atap yang terbuat dari rumbia.  Hanya tembok dan lantainya yang diperbaharui.  Dulu lantainya terbentuk dari batu karang.  Makanya orang-orang dulu di desa ini lututnya pada tebal akibat seringnya bersujud di mesjid ini.  Sekarang sih lantainya dibuat dari semen.  Oh iya, cungkup atau tiang alitnya juga sudah diganti.  Cungkup buatan tahun 1700an masih disimpan rapi di bagian belakang mesjid, tempat kami duduk-duduk mendengar cerita bapak imam mesjid.  Demikian pula dengan kayu-kayu tua yang dulu membentuk temboknya.  Kayu itu tetap terlihat kokoh.

 

Dua dari empat tiang soko guru mesjid telah miring.  Pada saat pemugaran di tahun 1993, Ibu Dirjen Kebudayaan yang berkunjung ke sana memerintahkan agar kedua tiang tersebut ditegakkan.  Meski imam mesjid telah melarang, perintah tersebut tetap dilaksanakan.  Begitu tiang ditarik, beberapa penduduk Desa Kaitetu kesurupan.  Mereka yang kesurupan ini melihat seorang kapiten melompat dan berlari turun dari bukit Wawane, lalu memeluk erat-erat kubah mesjid.  Konon kapiten ini berperawakan tinggi besar.  Karena banyak yang kesurupan itu maka perintah Ibu Dirjen untuk menegakkan dua tiang soko guru pun dibatalkan.  Hingga kini kedua tiang tersebut tetap miring.  Mungkin memang harus begitu. 

 

Mesjid ini kini menjadi bangunan cagar budaya.  Masyarakat desa Kaitetu tetap memeliharanya dengan baik.  Saat waktu-waktu sholat, mereka berdatangan ke mesjid untuk sholat berjamaah.  Bahkan saat kami ke sana, bapak imam mesjid meminta kepada ibu-ibu  di mesjid untuk menyediakan mukena agar kami yang muslimat dapat turut sholat berjamaah.  Mukenanya bersih dan wangi.  Nggak pernah nemuin mukena sebersih itu di Pulau Jawa apalagi Jakarta.  Dan kita nggak diminta bayaran setelah memakainya J

 

Di dalam mesjid kita dapat melihat koleksi mesjid yang terdiri dari mushaf Al Qur’an tulisan tangan imam mesjid pertama, mimbar khotbah dari kayu beserta panji-panji merah putih berbentuk segitiga (mimbarnya asli peninggalan, panji-panjinya udah duplikat), bedug kayu dan kulit rusa sepanjang 2 m (dulu panjangnya 3 m, karena kalau dipukul getarannya sampai ke Benteng Amsterdam maka Belanda memerintahkan untuk dipotong),  dua lampu tradisional dari bahan kuningan untuk dinyalakan dengan minyak kelapa dan menggunakan sumbu, timbangan zakat fitrah dari kayu dan anak timbangan seberat 2,5 kg dari batu karang, satu tongkat khotbah seorang penyiar Islam dari Baghdad.  Semua koleksi ini pernah mengikuti Festival Istiqlal di Jakarta pada tahun 1991 sebagai perwakilan Propinsi Maluku.

 

Hal lain yang unik dari Mesjid Tua Wapaue Kaitetu adalah di sudut-sudut atap mesjid terdapat relief kayu bertuliskan Muhammad (sudut Utara dan Selatan) dan Allah – Muhammad (sudut Timur dan Barat).  Juga di pintu mesjid terdapat simbol berbentuk bulus atau kura-kura yang terbuat dari kuningan, bertuliskan dua kalimat Syahadat.

 

Bapak imam mesjid bercerita tentang satu kejadian lucu tentang salah satu lampu kuningan koleksi mesjid.  Dulu ada seorang pendatang dari Saparua yang mencurinya.  Ia tidur di rumah saudaranya di Hila.  Pada saat ia akan pergi membawa lampu tersebut, ternyata yang ia bawa adalah sekeranjang manggis yang akan saudaranya jual ke pasar.  Ia tidak menyadari hal itu.  Sedangkan saudaranya beserta keluarganya tidak bisa tidur semalaman.  Mereka duduk mengelilingi lampu kuno tersebut.  Esok paginya saudaranya itu melapor ke mesjid.  Memang, yang namanya mencuri koleksi mesjid itu nggak bakalan diridhoi.  Jadi jangan coba-coba !

 

 

 

 

 

7 comments:

  1. kan cuma 1 di tulisan ini, ada yg lain ?

    ReplyDelete
  2. suka ngeliat ekspresi wajah irma di depan mesjid...........

    ReplyDelete
  3. hehehe, tapi wahyudi sebel tuh. abisnya irma cerewet banget ngatur-ngatur dia gimana ambil fotonya biar dapat gambar yang bagus seperti irma harapkan. lha fotografer kok ya malah diatur model ??! hahahaha :D

    ReplyDelete